Hari ini 12 tahun lalu, tepatnya 26 Oktober 2010 terjadi erupsi dahsyat Gunung Merapi. Ini merupakan hari yang kelam untuk masyarakat yang tinggal di dekat lereng .

Dalam peristiwa ini, ratusan korban tewas serta puluhan ribu orang mengungsi.

Salah seorang korban tewas dalam peristiwa ini adalah , Juru Kunci Merapi.

Seorang warga Desa Sumber, Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang, Yanti, menceritakan tentang erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada 26 Oktober 2010 itu.

Dia berkata, erupsi dahsyat Gunung Merapi kala itu sangat berbeda dengan tahun 2006.

Letusan yang terjadi pada 26 Oktober 2010 petang dimulai suara gemuruh dari arah puncak Merapi, diiringi hujan abu, pasir serta kerikil.

Sedangkan pada 2006, letusan cuma diisyarati hujan abu serta pasir.

“Saking takutnya, saya mengungsi tanpa mengunci pintu serta tidak bawa bekal apa juga,” ucapnya, disitat dari Kompas.com, 2 November 2020.

Saat sebelum terbentuknya letusan, beberapa masyarakat menuturkan terdapatnya isyarat alam yang seakan membagikan petunjuk.

Salah satunya, gerombolan burung jalak yang turun dari gunung. Sementara itu, umumnya jalak cenderung menghindar dari masyarakat. Sikap yang sama ditunjukkan oleh rusa serta lutung.

Walaupun demikian, Penyiar Radio Paguyuban Sabuk Gunung Merapi Sukiman menyebut suasana masih nyaman bila yang turun merupakan kera ekor panjang.

“Kera ekor panjang bukan salah satu ciri (gunung hendak meletus) sebab kesehariannya telah dekat dengan manusia. Jika (yang turun) rusa, lutung, serta burung jalak, tandanya waspada,” tegas Sukiman.

Kronologi erupsi Gunung Merapi 26 Oktober 2010

Letusan pada 26 Oktober 2010 di Gunung Merapi terjalin 3 kali, yakni pada jam 18. 10, jam 18. 15, serta jam 18. 25 Wib.

Ada pula letusan besar yang terjadi pada 26 Oktober 2010 ini masih bersinambung lagi dengan letusan pada 3 November 2010 serta 5 November 2010.

Satu hari saat sebelum letusan hebat Merapi terjadi status gunung Merapi naik dari siaga jadi awas pada 25 Oktober 2010.

Kepala Pusat Vulkanologi serta Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Surono berkata, status dari siaga ke awas didasarkan informasi visual serta instrumental sepanjang 4 hari yang bertambah tajam.

Saat sebelum 21 Oktober 2010, dikala status dinaikkan dari waspada jadi siaga, jumlah guguran material di dasar 100 kali per hari. Tetapi, semenjak 23 Oktober, guguran menggapai di atas 180 kali per hari.

Deformasi puncak sampai 21 Oktober cuma 10, 5 sentimeter per hari, setelah itu bertambah menggapai 42 centimeter per hari. Keadaan itu menunjukkan magma dari perut gunung telah terus menjadi mendekati puncak.

Gunung Merapi dikala itu berpotensi eksplosif dengan pola letusan menyemburkan material ke bermacam arah.

Terpaut dengan kenaikan status jadi awas ini, dekat 40. 000 masyarakat di kawasan rawan bencana III (radius 10 kilometer) sekitar Merapi setelah itu diungsikan.

Masyarakat tersebut berasal dari 12 desa yang tersebar di Sleman (7 desa), Magelang (2 desa) serta Klaten (3 desa).

Evakuasi dicoba di sisi selatan serta barat energi Merapi yang jadi sisi deformasi (penggembungan) serta guguran material lava.

Juru kunci Mbah Maridjan meninggal

Walaupun telah diperintahkan mengungsi, sayangnya sebagian masyarakat bersikukuh tidak ingin mengungsi, terlebih pada 2006 mereka selamat tanpa mengungsi.

Dalam peristiwa ini Mbah Maridjan, Juru Kunci Merapi pula menolak mengungsi serta jadi salah satu korban keganasan letusan gunung berapi tersebut.

Mbah Marijan mengaku masih “kerasan” tinggal di Dusun Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman yang berjarak 4 kilometer dari puncak Merapi.

Walaupun demikian, ia sesungguhnya telah memperingatkan masyarakat buat tidak mengikutinya.

“Jika memanglah mereka merasa telah waktunya mengungsi, mereka wajib mengungsi. Jangan cuma manut orang bodoh yang tidak sekolah semacam aku,” ucap Mbah Maridjan dikala wawancara siang hari pada 26 Oktober 2010.

Akibat peristiwa ini, Mbah Maridjan serta sedikitnya 32 masyarakat Dusun Kinahrejo ditemui tewas, dari total paling tidak 353 orang wafat sebab letusan Merapi pada 2010.

Erupsi Merapi 2010 lebih besar dari 1872

Kepala Balai Penyelidikan serta Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo menyebut letusan Gunung Merapi lebih besar dibanding pada tahun 1872.

“Bila diukur dengan indeks letusan, hingga letusan pada 2010 ini lebih besar dibandingkan letusan Merapi yang sempat tercatat dalam sejarah, ialah pada 1872,” kata Subandriyo, disitat dari Kompas.com, 9 November 2010.

Bagi dia, salah satu penanda yang dipakai memastikan besar indeks letusan berdasar jumlah material vulkanik yang dilontarkan.

Di mana pada tahun 1872, jumlah material vulkanik yang terlontar menggapai 100 juta meter kubik.

Tetapi pada 26 Oktober sampai 9 November 2010 jumlah lontaran menggapai 140 juta meter kubik.

Ada pula abu erupsi dikala itu terbang jauh hinggga Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

Akibat dari letusan ini pula Dusun Kinahrejo, tempat tinggal Mbah Maridjan menyatu dengan Dusun Kaliadem akibat terbenam material endapan vulkanik.***