AstraZeneca, perusahaan farmasi yang memproduksi vaksin Covid-19 dengan merek Covishield, mengakui produknya itu dapat menyebabkan efek samping langka. Adapun efek samping yang dapat ditimbulkan termasuk pembekuan darah dan jumlah trombosit yang rendah.
Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengonfirmasi bahwa Covishield dapat menimbulkan efek samping yang mengancam jiwa.
“Efek samping sangat langka yang disebut Sindrom Trombosis dengan Trombositopenia, melibatkan kejadian pembekuan darah yang tidak biasa dan parah terkait dengan jumlah trombosit rendah, telah dilaporkan setelah vaksinasi dengan vaksin ini,” ungkap WHO seperti dilansir dari CNBCIndonesia.
Menurut Dewan Organisasi Ilmu Kedokteran Internasional, efek samping yang “sangat jarang” dilaporkan terjadi pada kurang dari 1 dalam 10 ribu kasus.
Melansir dari The Independent, sejumlah penelitian selama pandemi menunjukkan bahwa Covishield memiliki efektivitas sebesar 60 hingga 80 persen dalam melindungi penerima vaksinnya terhadap jenis virus corona baru. Namun, beberapa penelitian menemukan bahwa Covishield dapat menyebabkan risiko pembekuan darah yang dapat berakibat fatal.
Gugatan class action yang diajukan di Inggris mengklaim bahwa vaksin Covishield dapat menyebabkan kematian dan cedera parah. Para penggugat meminta ganti rugi hingga 100 juta poundsterling atau sekitar Rp2,01 triliun (asumsi kurs Rp20.177/poundsterling) untuk sekitar 50 korban.
Salah satu penggugat dilaporkan menuduh vaksin tersebut sebagai penyebab cedera otak permanen yang diderita setelah pembekuan darah. Akibat cedera tersebut, penggugat mengaku tidak bisa bekerja lagi.
Meskipun AstraZeneca telah membantah klaim ini, pihaknya sempat mengakui bahwa “dalam kasus yang sangat jarang dapat menyebabkan TTS atau Sindrom Trombosis dengan Trombositopenia yang ditandai dengan pembekuan darah dan trombosit darah rendah pada manusia”. Hal itu diungkapkan dalam salah satu dokumen pengadilan.