Irbar dan Januar langsung terjengkang pada tembakan pertama. Dedy sempat membalas lalu berlindung. Setelah berhasil merampas dua senjata, Ariyanto Haluta, Rafli, Fauzan dan Dayat langsung melarikan diri. Sementara senjata rampasan diserahkan pada Tim 3 yang sudah menunggu.
Sontak kejadian di Rabu siang itu terasa menghentak. Jalur Emmy Saelan yang padat langsung ditutup. Detasemen Khusus 88 Antiteror Mabes Polri pun memburu mereka. Didapat informasi, keempatnya melarikan diri ke arah Palolo, Sigi dan Poso.
Kepala Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah, Brigadir Jenderal Dewa Parsana langsung memerintahkan pengejaran mereka.
“Buru pelakunya. Hidup atau mati. Tidak ada tempat bagi pelaku terorisme,” tandasnya. Saat kejadian ia tengah berada di Morowali.
***
“Sepertinya kita akan tertangkap. Arah kita salah. Mestinya kita ambil jalan masuk ke arah timur Lembah Palu, bukan mengarah lurus ke Palolo,” Ariyanto setelah melihat sore itu, Polisi dari semua fungsi melakukan penyekatan di ruas-ruas keluar masuk Kota Palu.
Kekuatirannya juga diiyakan Rafli. Apalagi mereka sudah tidak lagi membawa senjata. Senjata sudah mereka serahkan pada Fauzan dan Dayat untuk dikembalikan lagi ke Poso.
“Ini juga karena pilihan sepeda motor kita. Yupiter meski bagus tapi tidak bisa diandalkan. Ini sudah waktu magrib, kita bisa apa,” aku Rafli.
Kekuatiran keduanya terbukti. Mereka tertangkap oleh aparat Kepolisian Sektor Palolo tanpa perlawanan. Setelah turun perintah penyekatan wilayah, semua fungsi diaktifkan. Dan naas menimpan Ariyanto dan Rafli.
Sementara Fauzan dan Dayat melarikan diri ke arah Poso. Sayang, nasib mereka tak baik. Pada Sabtu, 4 Juni 2011, mereka tewas diberondong timah panas Detasemen Khusus 88.
Penangkapan Ariyanto dan Rafli membuka rahasia JAT Wilayah Poso. Ustadz Yasin dan Papa Enal yang dikenal sebagai kurir digelandang Polisi. Seluruh jaringan sel aktif di Aceh, Bima dan Jawa kena getahnya. Polisi mengobrak-abrik mereka.
Santoso gigit jari. Penangkapan besar-besaran Polisi mematikan langkah mereka. Santoso pun langsung ditetapkan dalam Daftar Pencarian Orang. Pelatihan mereka pun tertunda.
Langkah gerilya dipilih Santoso dan kawan-kawannya. Di tengah persembunyian, ia melakukankonsolidasi. Mereka berharap ada bantuan yang segera datang.