Di dalam pondok kecil, Empat Sekawan duduk dengan hati-hati di sekitar meja kayu yang sederhana. Lampu minyak yang menggantung di langit-langit memancarkan cahaya lembut, memberikan suasana yang sedikit menenangkan setelah kegembiraan dan bahaya yang mereka hadapi.
Pak Herman memeriksa keadaan luar melalui celah jendela yang rapat. Dengan hati-hati, ia memastikan tidak ada jejak yang bisa menunjukkan keberadaan mereka. Bayu, Aria, Lili, dan Nara duduk di dekatnya, masih merasa waspada meskipun kelelahan.
“Apakah mereka masih ada di sekitar?” tanya Aria, suaranya penuh harap.
Pak Herman mengangguk pelan. “Sepertinya mereka masih mencari di sekitar area sini, tetapi mereka belum menemukan kita. Kita memiliki waktu untuk berpikir dan merencanakan langkah selanjutnya.”
“Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Bayu. “Bagaimana kita bisa mengamankan kunci dan memastikan Profesor Darmawan aman?”
Pak Herman menghela napas panjang. “Pertama-tama, kita perlu memastikan bahwa kunci tersebut tidak jatuh ke tangan yang salah. Kunci Kehidupan sangat berharga dan bisa sangat berbahaya jika jatuh ke tangan yang salah. Kita harus mengamankan kunci di tempat yang aman dan mencari cara untuk menghentikan The Shadow Seekers.”
Aria menggenggam erat peti perunggu yang mereka bawa. “Kita harus menemukan tempat yang aman untuk menyimpan kunci ini, dan sekaligus mencari tahu lokasi perpustakaan kuno itu.”
“Benar,” kata Nara. “Tapi bagaimana kita bisa mengetahui lokasi perpustakaan itu tanpa mengungkapkan keberadaan kita?”
Pak Herman mengeluarkan beberapa peta kuno dari dalam tasnya dan membentangkannya di atas meja. “Profesor Darmawan telah mengumpulkan berbagai informasi dan peta mengenai Gunung Guntur dan sekitarnya. Mungkin ada petunjuk yang bisa kita gunakan.”
Empat sekawan berkumpul di sekitar peta, berusaha mencari tahu informasi yang bisa mereka gunakan. Mereka melihat berbagai lokasi, rute, dan tempat yang tercatat di peta, namun tidak ada yang langsung menunjukkan lokasi perpustakaan kuno.
“Lihat ini,” kata Lili, menunjuk pada sebuah tanda kecil di peta. “Ini tampaknya merupakan simbol yang tidak biasa. Apakah ada arti khususnya?”
Pak Herman mendekat dan memeriksa tanda tersebut. “Simbol ini tidak sering terlihat dalam peta kuno. Ini mungkin merujuk pada tempat yang sangat penting atau tersembunyi. Kita harus mencari tahu lebih lanjut.”
Saat mereka berusaha menganalisis peta, terdengar suara langkah kaki di luar pondok. Mereka semua menahan napas, berharap suara itu hanya imajinasi mereka. Namun, suara itu semakin mendekat, dan tampaknya ada beberapa sosok yang bergerak perlahan di sekitar pondok.
Pak Herman mematikan lampu minyak dan mematikan semua sumber cahaya, menyuruh mereka bersembunyi di sudut ruangan. Mereka merunduk di balik perabotan, menunggu dengan cemas.
Tiba-tiba, terdengar suara pintu pondok dibuka paksa. Langkah kaki yang berat masuk, dan mereka bisa mendengar suara orang-orang yang berbicara dengan nada rendah.
“Mereka harus ada di sini,” salah satu suara terdengar. “Periksa setiap sudut.”
Empat sekawan merasa jantung mereka berdegup kencang. Mereka tidak bisa bergerak, tidak bisa berbicara. Suara langkah kaki semakin mendekat ke tempat mereka bersembunyi, dan mereka tahu bahwa mereka hanya memiliki beberapa menit sebelum keberadaan mereka terungkap.
Ketika langkah kaki hampir mencapai tempat mereka bersembunyi, terdengar suara deritan pintu dari luar pondok, dan beberapa orang tampak berteriak dengan cemas.
“Ada sesuatu di luar!” teriak salah satu dari mereka. “Sepertinya sesuatu bergerak di hutan!”
Suara langkah kaki di dalam pondok tiba-tiba berhenti. “Cepat, keluar! Kita harus melihat apa yang terjadi!”
Empat sekawan tetap bersembunyi sampai suara langkah kaki itu benar-benar menghilang. Pak Herman perlahan-lahan membuka pintu, memeriksa apakah bahaya sudah berlalu. Setelah merasa yakin, dia memberi isyarat kepada mereka untuk keluar.
“Mari kita segera pergi dari sini,” kata Pak Herman dengan suara berbisik. “Kita tidak bisa bertahan lebih lama di sini. Kita harus menemukan tempat aman untuk malam ini dan melanjutkan pencarian kita keesokan harinya.”
Dengan hati-hati, mereka meninggalkan pondok kecil dan kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju puncak Gunung Guntur. Mereka tahu bahwa mereka tidak bisa berhenti sejenak — bahaya masih mengintai dan mereka harus tetap waspada.
Di malam yang gelap, dengan hanya cahaya bintang sebagai penerangan, mereka mendaki gunung, melewati jalan yang curam dan berbatu. Setelah beberapa jam berjalan, mereka menemukan sebuah gua kecil yang tampaknya aman untuk beristirahat.
“Mari kita beristirahat di sini malam ini,” kata Bayu. “Setidaknya kita bisa mendapatkan sedikit tidur sebelum melanjutkan pencarian keesokan harinya.”
Mereka membuat tempat tidur sementara di dalam gua, dan meskipun lelah, mereka merasa sedikit lebih tenang. Namun, mereka tahu bahwa ancaman dari The Shadow Seekers belum sepenuhnya hilang, dan mereka harus tetap siap menghadapi apa pun yang mungkin terjadi.
Di tengah malam, saat mereka semua tertidur, terdengar suara gemerisik di luar gua. Sebuah bayangan gelap bergerak di antara pepohonan, mendekati tempat mereka bersembunyi. Bahaya yang mereka hadapi belum berakhir.
Bersambung ke Empat Sekawan dan The Shadow Seekers (12): Malam di Gua dan Jejak yang Menghilang.