Almanak menunjuk angka tahun 2001. Di Istana Merdeka maupun di kediamannya di Menteng, Jakarta Pusat, Megawati Soekarno Putri sering terlihat masygul. Sebagai Presiden, ia terus menerus menerima laporan, baik dari Panglima TNI maupun Kapolri tentang amuk sosial di Poso yang belum usai. Padahal pertemuan-pertemuan damai sudah digelar sejak Presiden BJ. Habibie hingga Presiden Abdurrahman Wahid. Operasi terbatas yang digelar Kepolisian maupun Tentara Nasional Indonesia juga sudah digelar. Namun amuk belum juga ada tanda-tanda segera usai. Korban jiwa dan harta benda terus saja berjatuhan
Keputusan harus diambil segera untuk menyelesaikannya. Pada Selasa, 4 Desember 2001, dalam Rapat koordinasi Politik dan Keamanan di Jakarta, Megawati Soekarno Putri menyetujui pelaksanaan Operasi Pemulihan Keamanan Terpadu Poso. Selain Panglima TNI dan Kapolri, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan, Susilo Bambang Yudhoyono dan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Muhammad Jusuf Kalla yang berperan dalam penanganan Poso.
Oleh Polda Sulteng, operasi itu diberi sandi Operasi Sintuwu Maroso. Lalu Rabu, 5 Desember 2001 sejumlah menteri ditugaskan Presiden Megawati untuk meninjau langsung Poso. Dan tercapailah kesepakatan operasi pemulihan keamanan itu mulai digelar Senin, 10 Desember 2001. Operasi ini berlangsung hingga 2007 dalam empat tahapan.
Pelibatan pasukan mencapai 23 SSK atau setara 2.300 orang. Pasca Deklarasi Malino untuk Poso, TNI dan Polri dibantu Pemerintah setempat mulai melalukan sweeping senjata dan penataan administrasi kependudukan. Senjata-senjata yang dimiliki tanpa kewenangan diamankan. Sementara bagi orang yang tidak memiliki bukti identitas sebagai masyarakat Poso dikeluarkan dari Poso,” jelas Agus.
Sebelum itu, Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah sudah mengelar Operasi Sadar Maleo yang efektif dimulai 1 Juli 2000. Sebanyak 14 satuan setingkat kompi (SSK) aparat TNI dan Polri diterjunkan untuk mengamankan Poso. Sebagian personil adalah bantuan dari Polda Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Kodam VII Wirabuana.
Ini didukung pula oleh Operasi Cinta Damai di bawah kendali Komando Daerah Militer VII Wirabuana – kini Kodam XIV Hasanuddin.
Pada 2007, Polda Sulteng menggelar lagi Operasi Lantodago. Setelahnya pada 1 Januari 2008, Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Sipil bersandi Operasi Siwagilembah dimulai. Operasi ini digelar hingga 2013.
Pada 2013, Operasi Pemulihan Keamanan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah digelar lagi dengan sandi Operasi Aman Maleo.
Setelahnya, TNI dan Polri menggelar Operasi Camar Maleo pada awal 2015. Sasarannya untuk menangkap kelompok teroris Santoso yang bersembunyi di wilayah pegunungan di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Operasi ini dilaksanakan secara bergelombang. Operasi ini, sebenarnya dimaksudkan sebagai pamungkas. Namun operasi ini gagal menangkap Santoso alias Abu Wardah, amir kelompok Mujahiddin Indonesia Timur.
Meski demikian Operasi ini berhasil menangkap sekitar 28 anggota kelompok Santoso. Operasi Camar Maleo kemudian digantikan oleh Operasi Tinombala pada 2016.
Operasi Tinombala mulai digelar 2016 – 2020. Ini adalah operasi militer dan Kepolisian yang dilancarkan TNI dan Polri. Operasi gabungan tersebut melibatkan satuan Brimob, Kostrad, Marinir, Raider, hingga Kopassus.Tujuannya; menangkap dan menumpas jaringan Mujahidin Indonesia Timur.
Operasi ini dimulai pada 10 Januari 2016 dengan melibatkan sekitar 3.000 personel. Operasi Tinombala pada awalnya dijadwalkan selesai pada tanggal 9 Maret 2016, tetapi operasi ini kemudian terus diperpanjang. Operasi penumpasan teroris itu dilakukan di wilayah Poso, Sulawesi Tengah, dengan area pengepungan seluas 60 kilometer persegi.
Selama 2020, masa Operasi Tinombala tercatat telah empat kali diperpanjang, yaitu tahap pertama operasi dilaksanakan sejak 1 Januari-31 Maret 2020.
Kemudian, diperpanjang pada 31 Maret-28 Juni 2020. Lalu diperpanjang lagi secara berturut-turut pada 29 Juni-30 September 2020, dan terakhir Oktober-31 Desember 2020.
Dalam masa Operasi Tinombala inilah pimpinan kelompok MIT, Santoso alias Abu Wardah tewas ditembak. Santoso bersama Mukhtar tewas dalam kontak tembak di pegunungan sekitar Desa Tambarana, Poso Pesisir Utara, Poso, Senin, 18 Juli 2016. Setewasnya Santoso alias Abu Wardah alias Komandan alias Bos, Ali Kalora menggantikan posisinya sebagai pimpinan kelompok MIT di Poso.
Kontak tembak yang menewaskan Santoso dan Mukhtar melibatkan Satgas Alfa-29 yang terdiri atas sembilan orang prajurit Batalyon Infanteri Raider 515/Ugra Tapa Yudha.
Pasca penarikan Yonif 515/UTY, sekitar 150 personel dari Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha kembali dikirim ke Poso.
Pasukan elit TNI ini dilibatkan atas permintaan Pemerintah Kabupaten Poso dan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah.
Setibanya di Palu, Sabtu, 15 Agustus 2020 saat itu, mereka diterima langsung Penanggungjawab Kendali Operasi Tinombala, Inspektur Jenderal Polisi Syafril Nursal – Kapolda Sulteng saat itu dan Komandan Korem 132 Tadulako, Brigadir Jenderal TNI Farid Makruf – saat tulisan dibuat menjabat sebagai Wakil Inspektur Jenderal TNI.
Sebenarnya, pelibatan TNI bukanlah hal baru. Sebelumnya TNI secara institusional terlibat dalam operasi pemulihan keamanan dan ketertiban di Poso. Namun di tahap awal operasi pada 2020, TNI tidak dilibatkan dalam satuan tugas operasi.
Setelahnya, dibawah kepemimpinan Kapolda Sulteng, Irjen Pol. Abdul Rakman Baso, sejak 1 Januari 2021 diperkenalkan nama Operasi Madago Raya yang digelar untuk menggantikan Operasi Tinombala. Periodenya seperti yang berlaku sebelumnya, yakni tiga bulan dan akan terus diperpanjang hingga seluruh jaringan teroris MIT tertangkap.
Madago Raya sendiri diambil dari Bahasa Bare'e dan Pamona, bahasa ibu masyarakat Poso yang bermakna ‘baik hati'. Menurut Irjen Pol Abdul Rakhman Baso, penggantian nama ini dimaksudkan untuk memberikan kesan yang lebih sejuk, tenang dan tidak menimbulkan kesan menakutkan di kalangan masyarakat. Dengan demikian, sangat diharapkan dukungan masyarakat untuk mensukseskan gelar operasi ini.
Di awal Januari 2021 Komando Operasi Gabungan Khusus (Koopgabsus) Tricakti TNI dilibatkan dalam operasi. Ini adalah bagian dari Komando Operasi Khusus TNI (Koopsus TNI) yang sudah diresmikan pada 30 Juli 2019. Koopgabsus beranggotakan pasukan elit dari tigas matra TNI – TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Udara dan TNI Angkatan Laut.
Pengiriman Koopgabsus ini dilakukan usai pembunuhan empat warga di Lembantongoa, Sigi, Sulawesi Tengah, pada 27 November 2020 oleh kelompok MIT yang dipimpin oleh Ali Kalora. Pasukan Koopsgabsus Tricakti dipimpin Mayjen TNI Richard TH. Tampubolon.
Pasukan elit TNI ini kian dikenal setelah menembak mati dua teroris MIT di Pegunungan Tokasa, Desa Tanah Lanto, Kecamatan Torue, Kabupaten Parigi Moutong, Provinsi Sulawesi Tengah, pada Minggu, 11 Juli 2021. Mereka berhasil menembak mati Qatar alias Anas alias Farel dan Rukli alias Usama, dua eksekutor kelompok teroris itu. ***