Sejak dari Indonesia, saya sudah mencari tahu di mana tempat menggunting rambut di negeri serumpun ini. Apalagi saya berpikir akan lama di sini. Tentu saja yang murah seperti di Indonesia. Misalnya tukang cukur di kaki lima atau sekelas barber shop kita. Kita biasanya cuma merogoh kocek paling tinggi Rp30 ribu rupiah. Bila ditambah dengan cuci rambut menjadi Rp50 ribu.
Singkat kata, Kamis (18/07/2019) saat itu dengan naik taxi saya menuju West Coast Plaza. Ini di bagian barat Singapura. Tujuan saya mencari salon atau barber shop. Setelah membeli beberapa keperluan di salah satu toko di West Coast Plaza, saya kemudian menyeberang ke West Coast Community Center, di situ ada West Coast Market Square dengan hawker center, pusat jajanannya. Ada beragam lapak makanan, toko kelontong, klinik kesehatan tradisional sampai barber shop di situ.
Saya pun menyusurinya. Lalu singgah di salah satu barber shop atau tepatnya salon perawatan rambut dan wajah. Karena melihat saya berwajah melayu, seorang lelaki yang bisa jadi pemilik salon ini menyapa saya dengan Bahasa Melayu; “Mau gunting? Saya langsung menjawab dengan Melayu pula.
Saya pun digunting lalu dia menawarkan untuk mencuci rambut dan sedikit mewarnai rambut saya yang beruban.
Untuk semua perlakuan itu; Saya harus membayar S$40. Itu setara dengan Rp400 ribu dengan nilai S$1 = Rp10.000. Terlihat mahal, bukan. Itu bila kita bandingkan dengan harga barber shop di Palu, Sulawesi Tengah, kampung halaman saya atau di Makassar, Sulawesi Selatan.
Belakangan saya baru tahu bila di University Town, di dalam bangunan Stephen Riady Center, di lingkungan kampus National University of Singapore ada Hair Destination. Ini menjadi tempat favorit saya memangkas rambut setelahnya sampai dekat waktu kembali ke Indonesia. Ada rabat pula bila kita mengantongi kartu mahasiswa atau kartu program apapun di kampus NUS. Tarifnya S$5 – S$10. Selain murah, tempatnya pun lebih dekat dari Kent Vale Apartement, tempat saya tinggal.
Tapi seorang sahabat, Adam namanya bilang; “Jangan pakai kalkulator bila berada di negeri orang. Sebab nilai mata uang mereka sangat tinggi dibanding rupiah.”
Adam, sahabat saya ini adalah pemilik Terrace Coffee di Graha Pena, Makassar.***