Merujuk tulisan Mayjen TNI (Purn) Agus Surya Bhakti; Tak bisa dipungkiri bahwa wacana terorisme erat kaitannya dengan radikalisme. Karena itu, pemahaman yang benar tentang radikalisme membantu kita memahami ideologi terorisme dengan benar pula. Radikalisme merupakan embrio yang dapat berproses sedemikian rupa sehingga berpotensi menumbuhkan dan membuahkan aksi terorisme.
Dalam berbagai kasus terorisme yang terjadi di Indonesia, misalnya, radikalisme diyakini dilakukan oleh oknum dari kalangan Islam radikal yang diakui menjadi salah satu faktor utamanya, tentunya selain faktor-faktor lainnya seperti sosial, politik, pendidikan, ekonomi dan lainnya. Meskipun demikian, konsep radikalisme Islam harus digunakan secara hati-hati dan tidak dapat digunakan secara serampangan.
Istilah radikalisme berasal dari bahasa Latin radix yang berarti akar, pangkal, bagian bawah, atau bisa juga berarti menyeluruh, totalitas dan amat keras dalam menuntut perubahan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), radikalisme berarti (1) paham atau aliran yang radikal dalam politik; (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; (3) sikap ekstrem dalam aliran politik.
Dalam kamus Cambridge Advanced Learners' Dictionary, radikal didefinisikan sebagai; “Believing or expressing the belief that there should be great or extreme social or political change.”
Pengertian ini erat terkait dengan isme yang melekat pada kosakata tersebut yang kemudian diartikan sebagai suatu paham yang menghendaki adanya perubahan, pergantian, perombakan suatu sistem di masyarakat sampai ke akarnya dengan pelbagai cara, dan apabila perlu menggunakan cara-cara kekerasan.
Terkait dengan bentuknya, radikalisme bisa dikelompokkan ke dalam dua bentuk, yaitu pemikiran dan tindakan. Dalam hal pemikiran, radikalisme berfungsi sebagai ide yang bersifat abstrak dan diperbincangkan sekalipun mendukung penggunaan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan.
Adapun dalam bentuk aksi atau tindakan, radikalisme telah berwujud pada aksi dan tindakan yang dilakukan aktor aktor kelompok garis keras dengan cara-cara kekerasan dan anarkis untuk mencapai tujuan utamanya baik di bidang keagamaan, sosial, politik dan ekonomi. Pada level ini, radikalisme mulai bersinggungan dan memiliki unsur-unsur teror sehingga ia berpotensi berkembang dan berproses menjadi terorisme.
Adapun terorisme, dalam arti luas, adalah penggunaan kekerasan dan menebar ketakutan untuk mencapai tujuan ideologis. Istilah ini digunakan dalam hal ini terutama untuk merujuk pada kekerasan yang disengaja selama masa damai atau dalam konteks perang melawan non-kombatan yang kebanyakan warga sipil.
UU Nomor 5 Tahun 2018 secara jelas mendefiniskan terorisme adalah perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara meluas, yang dapat menimbulkan korban yang bersifat massal, dan/atau menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap objek vital yang strategis, Iingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional dengan motif ideologi, politik, atau gangguan keamanan.
Istilah “teroris” dan “terorisme” sudah dipakai selama Revolusi Prancis pada akhir abad ke-18. Tetapi menjadi banyak digunakan secara internasional dan mendapat perhatian dunia pada tahun 1970-an selama konflik Irlandia Utara, konflik Basque, dan konflik Israel-Palestina. Meningkatnya penggunaan serangan bunuh diri sejak 1980-an dan seterusnya ditandai dengan serangan 11 September 2001 di Amerika Serikat.
Ada berbagai definisi terorisme yang berbeda, tanpa kesepakatan universal tentangnya. Terorisme adalah istilah yang bisa dilekatkan pada siapa saja oleh sesiapapun. Ini sering digunakan dengan konotasi sesuatu yang ‘salah secara moral'.
Pemerintah dan kelompok non-negara kerap menggunakan istilah tersebut untuk menegasi kelompok oposisi. Berbagai organisasi politik telah dituduh menggunakan terorisme untuk mencapai tujuan mereka. Ini termasuk organisasi politik sayap kiri dan kanan, kelompok nasionalis, kelompok agama, revolusioner dan pemerintah yang berkuasa.
Perundang-undangan yang menyatakan terorisme sebagai kejahatan telah diadopsi di banyak negara.
Ketika terorisme dilakukan oleh negara-bangsa, itu tidak dianggap terorisme oleh negara yang melakukannya, membuat legalitas sebagian besar menjadi masalah di area abu-abu. Tidak ada konsensus mengenai apakah terorisme harus dianggap sebagai kejahatan perang.
Sedangkan dalam bahasa Arab, teror dinamakan dengan irhâb sedangkan teroris adalah irhâbiy. Irhâb berarti membuat kekacauan dan menakut-nakuti. Irhâb juga berarti menghalau onta dari telaga dengan cara menakut-nakutinya. Irhâb juga dapat diartikan intimidasi atau ancaman.
Dalam kamus Munjid, kata teroris (Irhâby) lebih luas lagi maknanya. Teroris adalah orang yang menggunakan cara-cara menakut-nakuti untuk menegakkan kekuasaannya. ***
Referensi:
- Mayjen TNI Agus Surya Bakti, 2013. Perkembangan Terorisme di Indonesia. Jakarta: Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Republik Indonesia.
- Terrorism. http://en.wikipedia.org/wiki/terrorism. Diakses tanggal 1 Juni 2022
- Muhammad Nasir, 2016. Perang Melawan Terorisme; Islam Indonesia Pascaperistiwa 2001. Padang: Rumah Kayu Pustaka Utama.