Saya lahir dan besar di Parigi hingga sekolah menengah pertama di awal 1990-an. Sesampainya di Palu ketika bersekolah di Sekolah Pertanian Menengah Atas yang juga dikenal sebagai Sekolah Pertanian Pembangunan di Sidera, Sigi, saya mengenalkan diri sebagai Orang Parigi. Menurut saya menjadi orang Parigi itu istimewa.

Saat itu, Kota Parigi sudah terbilang kota kecil yang maju. Kami punya pelabuhan laut yang ramai. Perdagangan ternak sapi dan hasil bumi lainnya seperti kopra membuat ekonomi wilayah di bibir pantai Teluk Tomini ini menggeliat maju. Saat itu masih menjadi bagian dari Kabupaten Donggala. Terkenal pula sebagai lumbung padi Sulawesi Tengah.

Pada 1500-an sempat dikuasai Portugis karena dijadikan sebagai pelabuhan transit setelah mengangkut rempah-rempah dari Maluku. Lalu pada 1700-an dikuasai Belanda dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC). Sebuah perusahaan kongsi perdagangan yang tersohor di masa itu.

Tapi kali ini saya tak hendak membahas soal itu. Saya ingin berbagi soal ajaran etika lewat sejumlah larangan dan pantangan yang dilakukan orang Parigi.

Kita tentu kerap mendengar kata Nasolora atau Nakapali. Apa itu? Dan kapan kita akan mendengar kata itu diucapkan. Ayo kita bercerita.

Nah, bila kita bertamu atau singgah sejenak di rumah orang atau sanak keluarga kita, lalu kemudian kita ditawarkan makan atau minum dan kita menolaknya, maka tuan rumah akan memaksa kita menerima tawaran mereka. Mereka lalu akan bilang: “Masolora le.”

Maknanya; Kita bisa mendapat celaka dalam perjalanan bila tak makan atau minum apa yang mereka tawarkan. Olehnya bila ada yang menawarkan, kita harus memenuhi tawaran mereka apalagi bila kita berjalan jauh.

Boleh percaya maupun tidak, ada beberapa kejadian tragis terkait Nasolora ini. Alam kebatinan macam itu masih tumbuh di kehidupan masyarakat Parigi hingga kini, bahkan menular ke penduduk pendatang dari Jawa, Bali, Lombok dan Sumatera.

Sebelumnya kita harus paham dulu, apa bedanya Nasolora dan Masolora. Nasolora adalah kata benda dan Masolora adalah kata kerja.

Pokok pelajarannya adalah; Jangan menolak pemberian atau tawaran yang baik dari orang lain.

Lalu apapula Nakapali. Ini lebih mudah dipahami. Hampir seluruh masyarakat Nusantara mengenal ini dalam bahasanya masing-masing. Nakapali mirip artinya dengan Pamali atau Pemali

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pemali atau Pamali dimaknai sebagai pantangan; larangan, berdasarkan adat dan kebiasaan.

Dalam contoh hidup adalah anak-anak dilarang berjalan di depan orang tua yang tengah duduk. Kita pun dilarang duduk di kursi atau tempat yang lebih tinggi bila ada orang tua yang duduk di tikar atau di lantai.

Larangan jangan menduduki bantal kepala atau tak menghabiskan makanan yang sudah kita sendok di dalam piring juga masuk dalam kategori Nakapali. Bila dicerna dengan logika maka penjelasannya sederhana. Soal larangan duduk di bantal tentu saja agar bantalnya tak cepat penyet dan lagi pula itu tempat meletakan kepala bukan pantat. Lalu soal jangan menyisakan makanan di piring tentu saja adalah larangan yang berbuat mubazir atau menyiakan sesuatu.

Sejatinya, semua hal-hal yang dianggap Nasolora dan Nakapali adalah ajaran etika yang menjadi kearifan lokal masyarakat setempat. Dasarnya adalah saling menghargai dan menghormati, baik antara sesama, juga dengan lingkungan sekitar. Tapi bila ada yang menganggapnya itu sekadar hal-hal klenik yang bisa jadi tak berlaku lagi di zaman digital, tentu sah dan wajar saja. ***