Suatu waktu, bila tak salah ingat pada 2001, saya bersama Andi Amran Nawir Amier, mantan redaktur Mingguan Alkhairaat dan Reporter Trans 7 bertemu Prof Emeritus H. Aminuddin Ponulele, MS di kediamannya di Jalan Lasoso, Palu Barat. Amran yang kini Manager External Relation and Compliance PT Citra Palu Minerals sudah mengingatkan; “Gampang-gampang susah untuk bertemu Pak Prof.”

Kami memang biasa menyebut beliau sebagai Pak Prof. Ia pernah menjadi Rektor Universitas Tadulako. Ia menjadi rektor pada 1994 – 1998. Pada 2001 itu, ia diusulkan untuk menjadi Gubernur Sulawesi Tengah melalui Partai Golkar di mana ia menjadi Ketua DPD I Sulawesi Tengah.

Yang saya ingat, usai shalat Jumat di Masjid Iqra, kami sudah menunggui di dekat mobil dinasnya. Kami hendak mengonfirmasi tentang suatu hal. Sayangnya, Litron, sopir pribadi merangkap ajudannya tak memberi izin.

“Bapak mau istirahat,” kata dia.

Kami tak patah arang. Kami menyusul ke kediamannya. Rupanya, ia tengah melihat kuda di istal kecil miliknya. Di situ pula biasa ia berolahraga. Ia adalah Karateka. Ada samsak tergantung di halaman belakangnya. Kepada anak tinggalnya kami sudah mohon izin untuk menunggu.

Duduklah kami di teras rumah yang sudah disulap menjadi ruang tunggu. Seorang tamu lalu datang dan ia mau menemuinya. Saya lupa siapa tamunya ketika itu. Usai itu barulah kami mendekat dan memperkenalkan diri. Amran memperkenalkan diri sebagai Alumni Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako dan saya mengenalkan diri sebagai mahasiswa semester akhir di fakultas yang sama ama. Aminuddin memang adalah dosen di Fakultas Pertanian. Ia adalah magister ilmu lingkungan hidup.

Kami pun mengonfirmasi sebuah hal yang beberapa waktu waktu kemudian hampir saja menunda pelantikannya sebagai Gubernur ke-10 Sulawesi Tengah. Saat itu ia dipasangkan dengan Ruly Lamadjido. Ia pun bercerita panjang lebar. Kami pun manggut-manggut.

Suasanannya cair. Aminuddin tertawa. Kami pun demikian. Ia sosok yang ramah ternyata. Meski tampak garang. Maklum kecintaannya pada olahraga beladiri Karate membentuk karakternya. Ia juga pecinta olahraga berkuda. Semasa kuliah ia juga aktifis yang berani. Perjalanan hidup membentuk pribadi tangguhnya.

Singkat kata, waktu wawancara pun usai. Ia mengantar saya dan Amran hingga ke tepi jalan. Ia lalu memberi kami sangu Rp50 ribu. Ini jumlah uang yang banyak saat itu. Kami berdua yang juga termasuk deklarator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Palu berusaha menolaknya. Ia pun menangkap belakang leher saya. Sambil tertawa, ia bilang: “Coba-coba kalau tidak terima uang ini.” Akhirnya kami pun menerima pemberiannya.

Sungguh, ketika mendengar kabar kepulanganmu, Rabu, 27 Januari 2021 pukul 10.55 Waktu Indonesia Tengah, saya bersedih. Kesedihan saya mendalam. Saya dan Sulawesi Tengah kehilanganmu.

Rupanya, kedatangan Gubernur Sulteng, Longki Djanggola, anak didikmu dan juga lawan berpikirmu sudah engkau tunggu-tunggu. Itu pertemuan terakhirmu dengan pejabat yang pernah engkau tugaskan menjadi Penjabat Bupati Parigi Moutong.

Saya menuliskan obituari ini dengan kedukaan. Saya menyimak catatan perjalanan karirmu. Lahir di Palu, 5 Juli 1939 menjadi Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tengah pada periode 2009-2014. Sebelumnya menjadi Gubernur Sulawesi Tengah pada 2001 hingga 2006. Bersekolah di Sekolah Rakyat Palu dan tamat pada 1951. Lalu melanjutkan di di SMPN Makassar dan tamat pada 1954. Kemudian bersekolah di SMAN dan tamat 1957.

Tak banyak yang tahu, cita-citamu menjadi pendidik. Itulah mengapa engkau memilih kuliah di Jurusan Biologi, IKIP Manado.

Setamatnya dari IKIP Manado pada 1967, engkau mewujudkan cita-citamu menjadi Dosen di Universitas Tadulako. Kala itu Untad masih menjadi bagian dari Universitas Hasanuddin. Itulah yang kemudian mengantarmu menjadi Rektor Universitas Tadulako.

Saya kemudian teringat lagi, saat Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Surjadi Soedirdja melantikmu sebagi Gubernur pada 2001 – 2006. Wajahmu tampak tenang namun penuh kharisma. Itulah gambaran karakter seorang yang tak pernah menyerah menapaki hidup dan kehidupan.

Selamat Jalan Pak Prof. Insya Allah, Allah SWT menempatkanmu di barisan orang-orang suci. Insya Allah amal jariyahmu sebagai pendidik akan terus mengalir menjadi syafaatmu di hari penghabisan kelak. ***