Selasa, 2 Juni 2020 petang rupanya jadi hari terakhir untuk Syarifuddin (37) dan Firman (18) menghirup udara segar di kebunnya di Kilometer 08, Desa Kawende, Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah.
Mereka berdua tewas tertembak peluru aparat Satuan Brigade Mobil yang tergabung dalam Satuan Tugas Operasi Tinombala yang tengah melakukan ambush, pengendapan di wilayah tersebut. Keduanya adalah warga Kampung Maros, Dusun Sipatuo, Desa Kilo, Kecamatan Poso Pesisir Utara.
Dari informasi intelijen yang beredar disebutkan pada pukul 15.00 WITA, saat Satgas Ops Tinombala melakukan ambush, terlihat ada warga yang memasuki pondok kebun milik Agus. Masih menurut informasi yang belum terkonfirmasi itu, saat Aparat bertanya, warga tersebut melarikan diri. Aparat Satgas pun menembaknya.
Selain keluarga, anggota Komisi III DPR RI, Sarifuddin Sudding mengecam insiden ini. Ia menyebtukan jika betul itu dilakukan oleh aparat maka oknum yang bersangkutan harus dimintai pertanggungjawaban hukumnya.
“Tindakan aparat yang melakukan penembakan terhadap warga petani yang tidak ada kaitannya dengan teroris sangat disesalkan dan karenanya pelaku harus diproses dan dimintai pertangungjawaban hukum. Ini seharusnya tidak terjadi, manakala aparat melakukan tugasnya secara profesional dengan deteksi dini para pelaku,” hemat politisi Partai Amanat Nasional ini.
Yang dilakukan Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah sejauh ini baru menurunkan tim investigasi. Belum ada kabar hasil penyelidikan mereka.Kasus ini menambah daftar salah tembak oleh aparat Satgas Ops Tinombala dalam tahun ini.
Sebelumnya Qidam Alfariski Mofance (20) tewas meregang nyawa setelah ditembusi timah panas Polisi. Ia ditembak di belakang kantor Kepolisian Sektor Poso Pesisir Utara, Kamis, 9 April 2020.
Ia ditembak karena diduga sebagai bagian dari kelompok Mujahidin Indonesia Timur yang kini dipimpin Ali Kalora.
Siaran resmi Kepolisian usai insiden itu menyebutkan bahwa saat itu dilaporkan adanya orang tak dikenal mendatangi rumah warga di Dusun 3, Desa Tobe, Poso Pesisir Utara. Saat itu ia sempat ditanyai warga dan mengaku dari Tambarana. Setelahnya, ia kemudian bergegas pergi ke arah kebuh jati di belakang Polsek Poso Pesisir Utara.
Sekitar Pukul 22.15 WITA, Polisi melakukan penyisiran di lorong kelapa Dusun 3 Desa Tobe Kec Poso Pesisir Utara. Pada pukul 23.00 WITA dari siaran resmi Polisi disebutkan ada rentetan tembakan beberapa kali dan kemudian mereka menemukan remaja Qidam terkapar tak bernyawa lagi.
Tewasnya remaja itu tentu membuat keluarganya meradang. Asman, pamannya menuturkan bahwa Qidam yang tinggal di rumah neneknya di Desa Tambarana Kecamatan Poso Pesisir Utara, meninggalkan rumah karena suntuk dengan social distance dan imbauan di rumah saja akibat badai wabah virus Korona Baru ini.
“Karena dilarang neneknya untuk keluar rumah, dia memaksa keluar kemarin (Kamis, 9 April 2020-pen) malam. Saya susul dia jangan sampai dia berangkat ke Palu atau pulang sama mamanya di Manado,” kisah Asman.
Menurut Asman, tidak mungkin Qidam jadi anggota kelompok teroris. Sehari-harinya, remaja ini bekerja di stasiun pengisian bensin umum setempat.
Bila Syarifuddin, Firman dan Qidam adalah warga sipil, maka Muhammad Ilman yang menjadi korban salah tembak aparat Satgas Tinombala dari Satuan Brimob adalah anggota TNI Angkatan Darat. Pangkatnya Sersan Dua. Lelaki Bugis asal Kelurahan Biraeng, Kecamatan Minasa Te’ne, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulawesi Selatan itu tertembak pada Rabu, 27 Juli 2016 silam.
Insiden ini bermula saat Satuan Tugas Intelijen Ops Tinombala bersama dua masyarakat setempat menyelidiki informasi timbunan senjata di Desa Towu, Kecamatan Poso Pesisir Utara, sekitar pukul 13.30 WITA.
“Mereka pun menggali timbunan tersebut. Mereka hanya bersenjatakan pistol di dalam tas, kemudian Satgas Bravo Tinombala juga mendapat informasi dari masyarakat ada orang tidak dikenal sedang menggali. Mereka datang kemudian terjadilah insiden itu,” ujar Gatot Nurmantyo yang saat itu menjadi Panglima TNI.
Dari informasi beredar diketahui saat diteriakan sandi operasi, Satgas Intelijen dari Korem 132 Tadulako dan Sandhi Yudha tidak menjawabnya. Padahal berbalas sandi itu bagian dari kelaziman operasi agar aparat yang bertugas di lapangan dapat mengenali kawan maupun lawan.
Beruntung ketika itu, personil TNI AD tak reaksioner seperti beberapa kejadian di daerah lain.
Sebenarnya dalam urusan penggunaan senjata dan juga penangkapan tersangka sudah cukup jelas dalam Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Inspektur Jenderal Polisi Purnawirawan Bekto Suprapto, anggota Komusi Kepolisian Nasional dalam satu kesempatan di Jakarta menjelaskan soal penggunaan senjata api ini. Menurutnya, Polri sudah punya cukup instrumen yang mengaturnya.
“Aturan itu ada di Masalahnya, banyak anggota yang belum tahu aturan itu,” kata mantan anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror ini.
Dia bilang bahwa saat ini, masih banyak anggota kepolisian yang percaya dengan mitos penggunaan senjata seperti perlunya tembakan peringatan sebanyak tiga kali. Padahal, seperti tertuang dalam Peraturan Kapolri itu, peringatan harus dimengerti oleh orang yang diingatkan dan tidak harus dengan menggunakan tembakan.
“Cukup misalnya, saya polisi, kamu berhenti, letakkan senjata kamu. Tapi, karena suka lihat televisi, ikut-ikutan,” sebut dia.
Hal lain yang juga disoroti Bekto adalah kurangnya latihan menembak.
Ini yang bisa saja menyebabkan personil ‘gatal tangan’ untuk menggunakan senjata api yang mereka punyai.
Namun, ia juga mencatat bahwa rendahnya intensitas latihan menembak lantaran terbatasnya ketersediaan peluru.
Jadi bila ini tak dicarikan jalan keluarnya urusan ‘gatal tangan’ menembak ini akan terus berbuah insiden seperti di Poso itu.
Sementara operasi Kepolisian dan Militer untuk memburu sisa-sisa kelompok sipil bersenjata di Poso masih terus berlanjut hingga kini. Bila dihitung sejak Operasi Sadar Maleo pada 2000 hingga Operasi Tinombala yang dimulai Januari 2016, episodenya sudah memakan waktu 20 tahun. ***