SESOSOK tubuh ‘tanpa lidah’ tergeletak di antara reruntuhan kebakaran yang terjadi di Katedral Turin, tempat kain penguburan Jesus yang otentik disimpan. 

Kepala Divisi Kejahatan Seni Italia, Marco Valoni, mencurigai seseorang tengah berusaha mencuri kain yang paling terkenal di dunia ini. 
Temuan mengerikan ini mengingatkan Valoni pada para lelaki ‘tanpa lidah’ dan serangkaian kebakaran misterius yang terjadi di tempat yang sama beberapa abad lampau dan juga terkait dengan kafan suci itu.

Valoni, timnya, dan para peneliti harus mengumpulkan informasi tentang siapa sebenarnya yang menginginkan kain itu dan mengapa mereka menginginkannya. 
Nyawa mereka menjadi terancam ketika mereka terlalu dekat dengan persaudaraan masa lampau yang bersumpah akan melindungi kafan itu.

Novel ini laku keras di Eropa. Navarro memulai kisah misteri dan intrik ini di Edessa, Timur Tengah kuno, pada tahun 30 masehi, dan mengakhirinya di Turin pada zaman modern. 

Dengan detail yang kaya, dia melacak perjalanan kafan sejak kafan itu sebagai alat penguburan sederhana sampai menjadi relik suci yang diagung-agungkan kini. Dia bahkan menjawab mengapa pengetesan terhadapnya dilakukan pada Abad Pertengahan.

Novel ini ditulis dengan alas riset yang kuat. Meski begitu, ia tak membosankan seperti sebuah karya ilmiah. Ia tetaplah sebuah karya fiksi sains yang enak dibaca.

Di luar novel ini, sejumlah orang meyakini, kain kafan Turin atau Shroud of Turin diyakini sebagai pembungkus jasad Yesus pasca penyaliban. Di lembaran kain tua itu, tercetak citra samar dari darah yang mengering: seorang pria tinggi berambut panjang dan berjenggot. 

Meski menganggapnya sebagai relik suci, sekian lama Gereja Katolik menghindar untuk mengeluarkan pernyataan soal keasliannya.  Namun, secara eksplisit Paus Fransiskus pada 2013 silam menyinggung keterkaitan kain kafan Turin itu dengan Yesus dalam rekaman pesan videonya terkait penayangan soal kain suci itu di televisi Italia. 

Paus asal Argentina itu mengatakan, “Pria dalam kafan itu  mengundang kita untuk merenungkan Yesus dari Nazaret.” Demikian lansiran liputan6.com.

Banyak perdebatan soal kain kafan ini. Parabpeneliti  mengungkap, kain sepanjang 14 kaki atau 4,2 meter itu berasal dari masa 300 SM sampai 400 Masehi, bukan Abad Pertengahan seperti argumentasi ilmuwan sebelumnya. Membuktikan kain itu tidak palsu. Ini merupakan salah satu peninggalan Katolik yang paling kontroversial, pernah dideskripsikan oleh Paus Yohanes Paulus II sebagai ‘ikon penderitaan sepanjang zaman’.
Sebelumnya, uji karbon pada 1988 menyatakan kain itu dibuat antara 1260 sampai 1390. Jauh setelah kematian Yesus. 

Kemudian, ahli seni Italia,  Luciano Buso mengungkap, kain kafan yang kini disimpan di Katedral Turin adalah replika, bukan yang asli. Itu adalah hasil karya seniman abad pertengahan, Giotto, sebab ada keuatiran kain kafan yang asli akan rusak dimakan usia. 
Saat ini kain kafan aslinya diyakini tersimpan aman Katedral Santo Yohanes Baptist di Turin, Italia. Konon kabarnya, ia disimpan aman dalam kotak kaca antipeluru yang dilengkapi pengatur temperatur udara. 

Bila Anda belum sempat membaca novel ini, saya menyarankan agar mengambilnya dari rak buku dan menjadi teman melewatkan akhir pekan. ***