SETELAH 50 tahun terkubur bersama jasadnya, kasus pembunuhan remaja Massachusetts akhirnya terungkap. Daniel Croteau, 13, ditemukan tewas di Sungai Connecticut di Chicopee, Massachusetts, pada 15 April 1972. Masih mengenakan pakaian yang dipakainya ke sekolah Katolik setempat sehari sebelumnya.
Hari Senin (24/5/2021) kantor kejaksaan setempat mengumumkan bahwa seorang pendeta Katolik Richard R. Lavigne, yang dekat dengan keluarga Daniel bertanggung jawab atas kematian remaja itu.
Namun Pastor itu telah meninggal dunia di rumah sakit ketika akan ditangkap oleh kejaksaan setempat kata Jaksa Wilayah Hampden, Anthony Gulluni dalam sebuah pernyataan pada hari Senin seperti dilansir dari CNN.
Korban Daniel dan keempat saudara laki-lakinya diketahui sebagai putra altar untuk Pendeta Lavigne di Saint Catherine of Sienna di Springfield.
Dia itu juga beberapa kali mengajak Croteau dan saudara-saudaranya berjalan-jalan tanpa orang tua mereka. Pastor itu juga diketahui telah mengundang Daniel dan saudara-saudaranya untuk tinggal di rumah orang tuanya di Chicopee beberapa kali juga, kata Gulluni.
Kasus ini terungkap ketika Kejaksaan Wilayah Hampden, tempat Gulluni bertugas membuka kembali kasus ini pada Maret 2020.
Bekerja sama dengan unit Detektif Polisi Negara Bagian Massachusetts dan Kasus yang Belum Terselesaikan.
Penyelidik menyisir ribuan dokumen, bukti yang sudah puluhan tahun, juga memusatkan perhatian pada surat yang Lavigne serahkan kepada penyelidik yang menurutnya dia terima pada tahun 2004 dari pembunuh remaja yang mengaku bersalah.
Seorang ahli linguistik forensik memeriksa surat itu pada 5 Maret 2021 dan membandingkannya dengan surat lain yang ditulis oleh Lavigne.
Laporan hasil pemeriksaan pada 21 Mei mengatakan bahwa ada pola bahasa yang konsisten dari surat misterius tersebut dengan pola bahasa dalam dokumen Lavigne. “Sampai-sampai Richard R. Lavigne tidak dapat dikecualikan sebagai penulis yang paling memungkinkan.”
Lavigne sendiri bahkan kembali diperiksa sekitar 11 jam selama beberapa hari di bulan April dan Mei 2021. Namun dia menolak mengakui bahwa dia membunuh Daniel dan berusaha menyesatkan dan mengalihkan perhatian penyelidik, kata kantor Gulluni.
Tapi Lavigne juga membuat pernyataan bahwa benar dia membawa Croteau ke tepi sungai pada 14 April 1972. Juga telah menyerangnya secara fisik, dan kembali beberapa saat kemudian untuk menemukan remaja itu tertelungkup di sungai. Dia pun tidak melapor pada polisi atau orang tua Croteau.
Lavigne sendiri beberapa kali berurusan dengan kepolisian dengan tuduhan kasus pelecehan seksual. Dia ditangkap pada tahun 1991 karena pelecehan seksual terhadap anak-anak dan dicutikan dari gereja, ujar Dupont, juru bicara keuskupan.
Pada tahun 1992, menurut pernyataan fakta investigasi polisi, Lavigne menerima hukuman percobaan 10 tahun karena penyerangan tidak senonoh dan pelecehan terhadap seseorang yang berusia di atas 14 tahun. Juga penyerangan tidak senonoh dan pelecehan terhadap seorang anak di bawah usia 14 tahun yang juga adalah putra altar.
Lalu akhirnya pada tahun 2004 Lavigne dicopot oleh Gereja Katolik karena telah menerima banyak keluhan seksual terhadapnya ungkap Mark Dupont, juru bicara Keuskupan Springfield.
Uskup Keuskupan Springfield merilis pernyataan setelah pengumuman Gulluni itu dan meminta maaf kepada keluarga Croteau.
“Sungguh menyedihkan mengetahui bahwa seorang pendeta, seseorang yang ditahbiskan untuk merawat umat Tuhan, akan melakukan kejahatan yang begitu jahat dan kemudian tidak bertanggung jawab atas tindakannya,” kata Uskup William D. Byrne.
“Ini semua benar-benar bertentangan dengan ajaran yang kami percayai dan pegang sakral sebagai umat Katolik. “Ini juga merupakan pengingat akan kegagalan masa lalu kita sebagai Gereja dan keuskupan untuk melindungi anak-anak dan orang dewasa muda dari pemangsa yang mengerikan di tengah-tengah kita.
Meskipun kita telah membuat langkah besar dalam meningkatkan upaya perlindungan anak kita, itu hanya sedikit penghiburan bagi para korban dari Richard Lavigne dan banyak pendeta pemangsa seksual lainnya yang memangsa masa muda kita,”kata Uskup William D. Byrne.
Meskipun keluarga sedih pelaku tak mendapat hukuman setimpal semasa hidupnya, namun mereka sependapat dengan Jaksa Gulluni.
“Kami kecewa karena dia tidak dibawa ke pengadilan, tapi seperti jaksa wilayah, kami yakin ada kekuasaan yang lebih tinggi, dan dia akan menghadapi kekuasaan yang lebih tinggi itu.” ***