Wali Kota Palu Hidayat menyatakan tidak mendukung rencana Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah melakukan rapid test massal Coronavirus disease 2019 di pasar-pasar tradisional. Pernyataan ini menyusul keputusan rapat Gugus Tugas Covid-19 Sulteng untuk pencegahan persebaran wabah ini.
Berbicara usai penjemputan dua pasien Covid-19 yang sudah dinyatakan sembuh dari Rumah Sakit Madani, Palu, Wali Kota menegaskan bahwa pihaknya tidak serta merta menolak, namun meminta rapid test tersebut dilakukan di zona-zona rawan yang sudah ditentukan oleh Pemerintah Kota Palu atau di pintu-pintu masuk dan keluar kota ini.
Pemerintah Kota Palu telah mendapat informasi bahwa sasaran rapid test tersebut adalah para pedagang dan pembeli di pasar-pasar tradisional.
Ia berpendapat hal tersebut dapat menimbulkan kepanikan apabila mereka mengetahui hasil tes tersebut reaktif.
“Sebaiknya rapid test itu dilakukan pada pintu-pintu masuk. Kalau rapid testnya di pasar, bisa kacau pasar. Bagaimana pula pencatatannya. Siapa yang dirapid test. Kan sulit itu kalo di pasar. Kami sudah membuat zona, zona rawan Covid 1, zona rawan Covid 2 dan zona rawan Covid 3. Seharusnya orang-orang di zona ini yang dirapid test. Saya tidak bisa bayangkan kalau semua orang di pasar itu dirapid test. kalau mau silahkan di pintu-pintu masuk Kota Palu,” papar mantan Kepala Badan Kepegawaian Daerah Sulawesi Tengah ini.
Adapun menurut Nirwan Parampasi, Direktur Rumah Sakit Umum Madani yang juga menjadi tempat pelayanan dan perawatan pasien Covid-19, niat itu baik, namun mestinya tidak dilakukan membabibuta. Menurutnya, rapid test itu tak ubahnya seperti screening.
“Jadi itu untuk screening, kalau dia reaktif, cuma kita belum tahu itu Covid atau bukan, jadi rapid test tidak selamanya bisa dikedepankan. PCR swab yang lebih diutamakan. Saya tidak bilang itu tidak efektif. Tapi harus dilakukan pada tempatnya. Jangan membabi buta. Ada tempatnya. Seperti tadi sudah dibagi zona-zona, di situ kita rapid test daripada membabibuta,” sebut sosok yang akrab disapa Om Dokter ini.
Pendapat senada datang pula dari warga. Rangga musabar dan Stenly Lade, misalnya.
“Kalau rapid test massal itu membantu deteksi awal. Saat ini dibutuhkan. Sebab kalau kita membayar rapid test itu harus merogoh kocek enam ratus ribu rupiah. Tapi ada satu hal, itu menimbulkan kecemasan bila ada penyakit lain,” ungkap Rangga, jurnalis di Kantor Berita Nasional Antara.
“Kalau untuk rapid test massal itu bagus untuk awal. Untuk mendeteksi. Tapi jangan sampai mubazir, karena ini bukan pakai anggaran sedikit,” sambung Stenly Lade, pasien Covid-19 yang baru saja sembuh.
Untuk diketahui, sampai dengan Sabtu, 30 Mei 2020 pukul 16.00 WITA, jumlah kasus positif covid-19 dari 13 kabupaten/kota di Sulteng sebanyak 126 orang. Kemudian sebanyak 52 orang di antaranya sembuh dan 4 orang meninggal dunia.
Sedang di Kota Palu dari 19 pasien positif, sebanyak 13 orang di antaranya sembuh dan 3 orang meninggal dunia. **
Foto: Sari Ekawati/Unsplash.com