“Saya selalu menyimpan renjana, gairah, seperti anak-anak muda yang diamuk cinta kasih ketika berkunjung ke Danau Lindu. Danau ini sungguh indah dan alami. Berada di tengah rimba belantara bersisian dengan permukiman penduduk yang asri. Saya selalu jatuh cinta pada Danau ini,” begitu ungkapan Mohammad Hidayat Lamakarate sesaat setelah menjejakan kaki di Lindu dalam lawatan kampanyenya pekan lalu di wilayah itu.
Danau Lindu memang elok. Bisa jadi sebab itu pula Sawerigading, pangeran tampan dari Tana Luwu, Sulawesi Selatan melawat ke surga tersembunyi di belantara ini.
Legenda itu dituliskan dalam Epos Lagaligo, manuskrip mitologi yang lahir dari peradaban masyarakat Bugis yang panjangnya melebihi Mahabharata. Epos ini diperkirakan mulai ditulis antara abad ke-13 dan ke-15 menggunakan aksara Lontara dalam bentuk puisi berbahasa Bugis kuno.
Hidayat berkisah, konon Sawerigading mendengarkan kisah cantiknya penguasa Kerajaan Sigi, Nggilinayo. Penguasa perempuan itu belum pula menikah. Sawerigading pun berhasrat mempersunting sang ratu. Sekembalinya dari pelayaran ke China, ia kemudian menuju Pudjananti di Banawa Donggala. Lalu berlayar lagi menuju Bangga yang ketika itu menjadi pusat kerajaan Sigi.
Ia pun bertemu Sang Ratu. Perempuan cerdas itu menerima kedatangan Sang Pangeran Tampan ini, namun untuk meminangnya, ia mengajukan taruhan. Ia minta ayam Sang Pangeran diadu dengan ayam jagonya. Bila ia kalah, maka akan menerima tawaran itu. Sayang, adu ayam jago itu urung terlaksana.
Penyebabnya adalah karena ulah Labolong, anjing hitam milik Sang Pangeran yang berkelahi dengan Lindu, belut raksasa yang menyebabkan ia terperosok. Perkelahian mereka kemudian menimbulkan ceruk dalam di rupa bumi. Ada yang menjadikan Sungai lalu Danau Lindu.
Setelah adu ayam batal dan ia tak bisa memboyong Ratu Nggilinayo, Sawerigading pun pun pulang. Dan tersisa kini adalah keelokan di belantara itu. Hidayat pun mengakui itu. Tapi Hidayat bukanlah Sawerigading, ia adalah Calon Gubernur yang punya cita-cita membangkitkan kejayaan dunia pariwisata Sulawesi Tengah.
“Danau Lindu memang elok, bahkan lebih alami dari Danau Toba di Sumatera Utara. Sayang, namanya kalah populer. Ini yang akan kita promosikan kembali dengan festival adat dan budaya, seperti yang sudah dilakukan sejak Kabupaten Sigi menjadi daerah otonom baru pasca dimekarkan dari Donggala,” sebut Hidayat di hadapan pemuka adat dan masyarakat Lindu.
Hidayat menyebutkan dalam sejumlah referensi, disebutkan danau tektonik ini terbentuk selama era Pliosen setelah bak besar dilokalisasi dari sebuah bagian rangkaian pegunungan akibat dari proses alam berupa kekuatan geologis dahsyat yang diyakini sebagai gempabumi. Sebab memang secara geologi Danau ini berada di Sesar Palu-Koro.
Sesar ini adalah patahan yang membelah Sulawesi menjadi dua, dimulai dari batas perairan Laut Sulawesi dengan Selat Makassar hingga ke Teluk Bone. Sesar ini dikatakan sangat aktif hingga pergerakannya mencapai 35 sampai 44 milimeter per tahun.
Seperti diketahui, Danau Lindu ini terletak di kawasan Taman Nasional Lore Lindu, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Lokasinya bisa ditempuh dengan sepeda motor dan cocok pula untuk penyuka olahraga bermotor di alam bebas atau trabas. Hidayat sudah mencoba jalur itu dan menyukai tantangannya.
Bagi penyuka fotografi, kata Hidayat, ini tempat yang sangat tepat. Pemandangan alamnya sungguh memesona. Bagi penikmat seni budaya, ini adalah tempatnya juga. Kita benar-benar bisa menikmati pesona negeri di tengah belantara.
Hidayat yang berpasangan dengan Calon Wakil Gubernur Bartholomeus Tandigala itu, menyarankan bila ke Lindu dari Palu berangkat harus pada pagi hari. Dari Palu kita menuju Sadaunta dengan menumpang kendaraan umum atau kendaraan sendiri. Jaraknya dari Palu sekitar 62 kilometer.
“Saya yakin dengan promosi lebih gencar, didukung event-event adat dan budaya yang terjadwal akan menjadikan salah satu destinasi wisata unggulan kita. Tentu pada gilirannya akan meningkatkan perekonomian masyarakat setempat,” imbuh mantan Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tengah itu.
Sekadar jadi catatan, ada lima desa di kawasan itu, yakni Puro’o, Langko, Tomado, Anca, dan Olu. Untuk menuju Olu, di seberang Danau lindu hanya bisa ditempuh dengan jukung. Ini adalah perahu nelayan tanpa cadik atau kapal penyeberangan bermotor.
Desa-desa di kawasan Danau Lindu sudah mulai terbentuk sejak abad ke-17. Saat itu pemerintah kolonial Belanda menguasai beberapa wilayah di Sulawesi Tengah termasuk wilayah yang kini masuk dalam kawasan Kecamatan Lindu ini.
Pada 1900-an, desa-desa di wilayah itu kemudian ditata kembali. Sehingga terbentuk menjadi empat desa dan kini kemudian lima desa. Kawasan ini merupakan permukiman dalam wilayah Taman Nasional Lore Lindu yang menyimpan keragaman flora dan fauna khas Sulawesi.
Sebagai wilayah dengan kekerabatan adat budaya, maka beragam atraksi budaya bisa kita saksikan di sini. Apalagi kalau kita datang bersama orang yang mereka tuakan. Salah satunya adalah tradisi penyambutan tamu Potandui. Di mana tetamu akan dikenakan siga atau ikat kepala adat seperti yang dilakukan ketika menyambut Hidayat Lamakarate pekan lalu.
Sebagai informasi, Danau seluas lebih dari 3.000 hektare ini terletak 1.000 meter di atas permukaan laut. Danau tektonik ini menjadi beranda lima desa di wilayah itu. Danau lindu menyimpan potensi sumber protein, berupa ikan mujai, nila dan ikan lokal lainnya. Hutan-hutan di sekitarnya menyimpan keragaman flora dan fauna endemik pula.
Salah satu tempat yang menarik dikunjungi di kawasan Danau Lindu adalah Makam Maradindo, leluhur Suku lindu yang panjangnya tujuh meteran. Konon, tinggi leluhur To Lindu 7 meteran. Ia dimakamkan di sisi danau bagian selatan di dalam peti kayu bulat. Ia dipercayai menjaga anak keturunannya yang bermukim di kawasan ini.
Hidayat menyebutkan bila anda sempat berkunjung ke sini, cobalah pula kuliner khasnya. Ada ikan mujair bakar rica-rica khas Lindu. Jadi kita bisa menikmati pesona negeri di rimba di belantara ini juga menyicipi kuliner khasnya bila punya waktu panjang.
Sebaiknya berkunjung ke sini di saat akhir pekan dengan berangkat pada Sabtu pagi lalu kembali pada Minggu sore. ***