Ricuh Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur Sabtu (1/10/2022) mengakibatkan 130 orang tewas. Dua orang di antaranya adalah polisi.

“Telah meninggal 130 orang, dua di antaranya anggota Polri,” kata Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta kepada wartawan di Polres Malang, Minggu (2/10/2022).

Nico mengatakan yang meninggal di dalam stadion ada 34 orang. Sementara korban yang lain meninggal di rumah sakit pada saat proses pertolongan.

Kericuhan sendiri bermula saat para suporter Arema menyerbu lapangan usai timnya kalah melawan Persebaya. Banyaknya suporter yang menyerbu lapangan direspons polisi dengan menghalau dan menembakkan gas air mata.

Gas air mata juga ditembakkan ke arah tribun. Tembakan gas air mata tersebut membuat para suporter panik, berlarian, dan terinjak-injak.

Dilaporkam pula sebanyak 20 orang kritis. Kadinkes Kabupaten Malang, Wiyanto Widodo mengungkapkan jumlah korban tewas terbaru tragedi Kanjuruhan. Sebanyak 130 orang dinyatakan meninggal dunia akibat insiden tersebut.

“Meninggal dunia terakhir 130 orang per pukul 08.32 WIB. Kondisi kritis kini sekitar 20-an orang,” jelas Wiyanto Widodo.

Sementara itu, beberapa suporter yang terluka dan sudah mendapatkan perawatan, diperbolehkan pulang ke rumah masing-masing. Namun beberapa suporter lainnya harus dirujuk ke rumah sakit besar.

“Ada delapan rumah sakit rujukan, besar kecil, puskesmas juga ada,” pungkas Wiyanto Widodo.

Diketahui, kericuhan pecah usai Arema FC dikalahkan Persebaya Surabaya dengan skor 2-3. Suporter yang tidak terima kekalahan tersebut, merangsek masuk ke lapangan dan mengejar para pemain.

Polisi yang kewalahan menghalau sekitar 3.000 suporter turun ke lapangan, terpaksa menembakkan gas air mata. Aparat juga menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton sehingga menimbulkan kepanikan hingga jatuh korban.

Korban Tewas Anak-anak hingga Sekeluarga

Korban tewas kerusuhan Kanjuruhan Malang mayoritas orang dewasa. Meski begitu, terdapat korban anak-anak, bahkan satu keluarga menjadi korban tewas kericuhan usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/10/2022).

“Yang banyak remaja maupun dewasa,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang drg Wiyanto Wijoyo saat ditemui di RS Wava Husada, Jalan Panglima Sudirman, Kepanjen, Kabupaten Malang, Minggu (2/10/2022), dilansir dari detikJatim.

Selain remaja dan dewasa, Wiyanto menyebut ada juga korban anak-anak yang meninggal dalam tragedi Kanjuruhan. Juga ada satu keluarga asal Blitar, Jawa timur, menjadi korban tewas kerusuhan Kanjuruhan.

“Anak-anak ada. Satu keluarga ada. Mereka asal Blitar,” kata Wiyanto.

Dinas Kesehatan Kabupaten Malang mencatat, dari 125 korban meninggal dunia, 37 jenazah belum dapat diidentifikasi. Puluhan jenazah itu dibawa ke RS dr Syaiful Anwar (RSSA) Kota Malang, dari RS Wava Husada berjumlah 17 jenazah dan 20 jenazah dari RSUD Kanjuruhan.

“Untuk jenazah yang belum teridentifikasi kami bawa ke RSSA, jumlah 17 dari RS Wava Husada ditambah 20 dari RSUD Kepanjen. Untuk korban rawat ada 186 orang,” terang Wiyanto.

Mahfud Md: Ricuh itu Bukan Bentrok Antarsuporter

Menko Polhukam Mahfud Md menegaskan ricuh Stadion Kanjuruhan Malang bukan disebabkan bentrok antarsuporter. Korban meninggal dunia karena desak-desakan dan terinjak.

“Perlu saya tegaskan bahwa tragedi Kanjuruhan itu bukan bentrok antarsuporter Persebaya dengan Arema. Sebab pada pertandingan itu suporter Persebaya tidak boleh ikut menonton,” kata Mahfud dalam akun Instagram-nya seperti dilihat detikcom, Minggu (2/10/2022). Ejaan di tulisan Mahfud sudah disesuaikan.

Mahfud mengatakan suporter yang berada di lapangan hanya dari Arema. Dia menyatakan tak ada korban penganiayaan suporter.

“Oleh sebab itu, para korban pada umumnya meninggal karena desak-desakan, saling himpit, dan terinjak-injak, serta sesak napas. Tak ada korban pemukulan atau penganiayaan antarsuporter,” ujar Mahfud.

Mahfud menegaskan komitmen pemerintah untuk terus memperbaiki pelaksanaan pertandingan sepakbola di Indonesia. Dia mengatakan sepakbola kerap memancing suporter untuk mengekspresikan emosi secara tiba-tiba. ***