Indonesia indah dan elok. Sulawesi Tengah mempesona. Dan Sigi menawarkan sebagian dari pesona itu. Panorama alam yang menyejukkan mata dan membuat nyaman hati ditawarkan Bulu Tanda di Sibedi, Marawola. Dari titik 0 Kilometer Kota Palu tak lebih dari 10 kilometer jaraknya. Menuju arah selatan menyusuri jalan Palu – Bangga. Tak seberapa jauh pula dari permukiman.

Ke sanalah saya pada pekan ini melepas jenuh. Pembatasan kontak fisik dan sosial selama hampir tiga bulan ini serasa menjadikan kita seperti burung dalam sangkar.

Dari lereng Bulu Tanda hamparan perbukitan yang ditumbuhi rumput tipis nan menghijau ini bak karpet adanya.

Warga setempat menamai kawasan perbukitan ini sebagai Bulu Tanda. Namun, sebab adanya satu pohon yang tumbuh di atas puncak bukit, ada yang sampai menamainya Bukit Satu Pohon.

“Tapi ada pula yang menamainya Bukit Cinta,” tukas Fhia Yolanda, sahabat Facebook saya memberi komentar.

Tanah bukit yang menghijau tanpa pepohonan ini begitu menyejukan mata. Sesampainya di atas bukit para pengunjung dapat menyaksikan panorama sebagian Lembah Palu dan Sigi. Hamparan lahan-lahan pertanian di lereng dan lembah menambah elok panorama. 

Untuk memanjakan pengunjung bila lelah mendaki ke titik bukit yang lebih tinggi sejumlah saung sudah dibangun di sisi selatan bukit. Lalu di lembah sebelah utara hamparan kursi disusun seperti dalam gedung theater. Di sinilah para remaja bercengkrama bila udara tak terlalu terik. Ada yang mengambil foto selfi. Ada pula yang sekadar duduk-duduk menikmati panorama alam di lereng bukit.

Coba simak apa kata pengunjung destinasi wisata alam ini.

“Baru pertama kali saya ke sini. Tempatnya bagus dan unik. Dan adanya hanya di sini,” aku Munifah, remaja putri yang mengaku dari Palu Barat.

“Bagus sekali. Menarik. Bagus tempatnya. Tempatnya unik,” sambung Dandy, remaja putra asal Pakuli.

Panorama dengan siluet Bulu Tanda, saung dan satu pohon di puncak bukit jadi incaran para fotografer dan videografer. Itu bila matahari sudah mulai condong ke barat. 
Saung dan satu pohon di puncak bukit itulah yang menjadi landmark destinasi wisata ini. Di saung itulah biasanya para remaja memadu kasih dan bercengkrama. Mungkin karena itu dinamai Bukit Cinta.

Nadilah, pengunjung lainnya seperti Munifah dan Dandy juga bilang tempat ini punya pemandangan bagus.

“Pemandangannya bagus. Mudah dijangkau. Cuma dua puluh menit dari tempat saya,” aku dia.

Untuk masuk kawasan ini, tak dipungut biaya tambahan kecuali untuk parkir kendaraan. Untuk roda dua hanya Rp5 ribu. Sedang mobil diminta membayar Rp10 ribu.

“Pengunjung harian biasanya sampai 300-an orang. Tempat ini makin ramai saat pandemi Covid-19. Biasanya tidak seramai ini,” kata Asniran yang diberi tanggung jawab mengelola kawasan ini.

Bila berencana ke bukit ini, persiapkan fisik kita karena untuk mendaki ke puncak bukit perlu tenaga ekstra. Kira tak perlu kuatir kelelahan sebab ada saung tempat beristirahat yang disediakan pengelolanya.

Adalah bijak bila menyiapkan sebotol dua air minum sebelum mendaki ke puncak. Itu untuk menghindari kekurangan cairan. Tapi bila mampu menahan dahaga, kita bisa membeli minuman segar di dekat pelataran parkir selepas mendaki.

Dari puncak bukit kita bisa lebih leluasa melepas pandangan ke segala arah. Menikmati indahnya panorama alam ciptaan tuhan ini sembari ditiup angin yang sepoi-sepoi basah. 

Memang benar ada cinta di atas puncak bukit ini, cinta dari Sang Maha yang diwujudkan-Nya dalam anugerah keelokan alamnya. Tak cuma sekadar cinta anak muda yang memadu kasih. ***