Saat itu, Desa tersebut dipimpin oleh seorang anggota Tentara Nasional Indonesia bernama Saridjo. Di masa kepemimpinan Saridjo, Desa Gebangrejo berubah menjadi Kelurahan. Ia memimpin hingga 1988.

Sepeninggal Saridjo, tepatnya dari 1988 – 1991, Kelurahan Gebangrejo dipimpin lagi oleh seorang anggota TNI bernama Sujawarso. Sampai kemudian pada 1991, tak cukup setahun, Kelurahan baru ini dipimpin oleh WD Manggede, seorang

anggota Polisi Pamong Praja.

Setelah itu, lagi-lagi Gebangrejo dipimpin oleh seorang anggota militer bernama G. Parainta dari 1991-1995.

Tahun 1995-2001, kepemimpinan Gebangrejo beralih ke tangan sipil. Saat itu, wilayah ini dipimpin oleh Mahyudin Darise. Lalu pada 2000 – 2001 dipimpin oleh Dasiran. Menyusul kemudian pada 2002 – 2004 dipimpin oleh Suripto K.

Sekarang Kelurahan ini sudah terbagi tiga bertambah dengan Gebang Rejo Barat dan Gebang Rejo Timur.

Tidak ada yang tahu pasti mengapa Gebangrejo berkali-kali dipimpin oleh militer. Dari sumber terbatas diketahui bahwa saat itu diduga sejumlah pelarian anggota PRRI-Permesta bersembunyi di tempat itu. Belum lagi sejumlah pengungsi yang lari Palopo Utara karena ketika itu wilayah tersebut masih dikuasai pasukan DII/TII Kahar Muzakar.

Saat ini Gebangrejo sudah berkembang menjadi permukiman yang ramai. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) atau biasa disebut saja PAM didirikan di sini. Sejak saat itu, selain disebut Gebangrejo, dikenal pula sebagai PAM. 

Kini, upaya demi upaya penanganan kasus terorisme Poso dilakukan, nama Gebang Rejo diidentikan dengan Tanah Runtuh dan Pesantren Amanah.

Tapi memang tak bisa memisahkan nama Tanah Runtuh dari Pesantren Amanah. Namun siapa menyangka kemudian dari sinilah benih-benih apa yang disebut polisi sebagai kelompok bersenjata dan kemudian dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Mabes Polri bermula.

Dari tanah yang subur bagi Silar, menjadi ladang yang subur bagi para mujahid (begitu warga setempat menamai mereka yang terpaksa mengangkat senjata, karena menurutnya Polisi tidak adil dalam menyelesaikan konflik Poso)

Bahkan dengan alasan dendam karena puluhan keluarganya terbantai saat kerusuhan, sosok seperti Basri yang sudah menjalani hukuman penjara menjadi momok bagi Polisi kala itu. Ia tertangkap beberapa hari kemudian setelah serangan 22 Januari 2007 dan kemudian diadili di Jakarta.

Sebenarnya, sebelum kemunculan Santoso, dialah yang disebut-sebut Polisi sebagai pimpinan kelompok bersenjata dan menguasai banyak persenjataan. Namun ia tertangkap lalu kemudian melarikan diri dari Lembaga