Sudah sebulan terakhir kata pambae dan paepulu ramai ditulis di linimasa Facebook. Rata-rata menulis: ‘Biar jo yang tua tapi pambae daripada yang muda paepulu’ Adapula yang menulis: Kak Cudi tidak paepulu. Bahkan ini dibuatkan kausnya.
Nah, bila menyebut Ka Cudi ‘pambae dan tidak paepulu’ maka status itu menyasar ke Mohammad Hidayat Lamakarate yang berpasangan dengan Bartholomeus Tandigala.
Keduanya adalah pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Sulawesi Tengah Nomor Urut 1.
Paepulu adalah kata dalam Bahasa Ibu Kaili yang berarti Beras Pulut atau Ketan. Ketika ditanak terasa pulen, lengket dan gurih. Di pasar Asia non-Melayu disebut sebagai Stiky Rice. Itu sindiran buat orang yang kikir bin pelit.
Sedang pambae diambil dari dialek Melayu di Sulawesi, utamanya Sulawesi Tengah, Gorontalo dan Sulawesi Utara juga Maluku dan Maluku Utara. Itu diserap dari Bahasa Indonesia baku yang artinya Orang Baik.
Saya pun penasaran, mengapa ‘paepulu’ disematkan pada Mohammad Hidayat Lamakarate? Saya pun menanyakan ke pemilik status Facebook.
Mengapa menyebut ‘Ka Dayat’ sebagai ‘paepulu’? Apakah Anda pernah meminta jabatan, proyek atau uang pada Calon Gubernur itu lalu dia kemudian tak memberikannya?! Apakah begitu?!
Apa jawaban mereka? Tidak jelas! Tidak ada yang secara rinci atau spesifik menjelaskan sematan tak elok itu. Mereka cuma mau menulis status saja. Sebab mereka secara pribadi atau lewat komunitasnya belum berkenalan secara dekat dengan Hidayat.
Mereka pun tak pernah bisa membuktikan pernyataan mereka atas status itu. Jadi darimana mereka tahu Hidayat ‘paepulu’?! Artinya itu fitnah belaka.
Menurut saya, baik Rusdi Mastura maupun Hidayat Lamakarate itu ‘pambae dan tidak paipulu’. Yang tua dan yang muda itu sama-sama baik hati dan dermawan.
Sebab tahapan kampanye pasangan Cagub dan Wagub Sulteng segera dimulai, maka para simpatisan mesti pandai-pandai mengampanyekan jagoannya. Jangan sampai silap lidah menuai kecaman, salah tulis status menuai hukuman.
Jadi, cerdaslah ber-media sosial. Itu baru hebat namanya !!!