Pemerintah Indonesia pada 1961 mengatur secara detail mengenai gaji dan tunjangan bagi Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 209 Tahun 1961 yang ditandatangani Pejabat Presiden kala itu.

Dalam aturan tersebut, gaji Ketua DPR-GR ditetapkan sebesar Rp6.000 per bulan. Di luar gaji pokok, Ketua juga berhak menerima sejumlah tunjangan, seperti:

Tunjangan istri/suami sebesar 25% dari gaji pokok.

Tunjangan anak sebesar 10% untuk tiap anak (maksimal satu anak angkat).

BACA INI JUGA:  Usai Dipromosikan Jokowi, Babi Panggang Ambawang Laris Manis

Tunjangan kemahalan umum sebesar 30% dari total gaji ditambah tunjangan keluarga.

Selain itu, Ketua DPR-GR juga mendapat fasilitas rumah dinas lengkap dengan perabotan, mobil dinas dengan sopir, serta tunjangan representasi sebesar Rp1.500 per bulan. Jika biaya representasi melebihi jumlah tersebut, Ketua diperbolehkan meminta penggantian melalui Panitia Rumah Tangga DPR.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR-GR menerima gaji pokok sebesar Rp4.500 per bulan dengan skema tunjangan yang hampir sama dengan Ketua, ditambah tunjangan representasi Rp1.000 per bulan.

BACA INI JUGA:  75 Persen Kades di Parimo Kader Parpol

Untuk anggota biasa, pemerintah menetapkan “gaji kehormatan” sebesar Rp3.500 per bulan. Anggota juga memperoleh tunjangan keluarga, tunjangan kemahalan, serta uang harian Rp50 saat melakukan perjalanan dinas. Bagi anggota yang menjabat Ketua Komisi, diberikan tunjangan representasi Rp500, sementara Wakil Ketua Komisi Rp350 per bulan.

Menariknya, besaran gaji dan tunjangan anggota DPR-GR saat itu diatur ketat berdasarkan tingkat kehadiran rapat. Anggota yang hadir kurang dari setengah rapat hanya menerima 50% gaji, bahkan tidak mendapat gaji jika sama sekali tidak hadir tanpa alasan sah.

BACA INI JUGA:  Puan Maharani Pidato Terbata-bata dalam Bahasa Inggris, Warganet: Matikan Mic

PP 209/1961 juga memuat ketentuan tambahan, antara lain biaya perjalanan dinas, biaya penginapan, tunjangan kecelakaan, hingga tunjangan kematian sebesar 1,5 kali gaji bulanan. Bila anggota DPR meninggal karena menjalankan tugas, ahli waris berhak menerima tiga kali gaji bulanan sebagai santunan.

Peraturan ini berlaku surut sejak 1 Januari 1961 dan menjadi dasar utama pengaturan kedudukan keuangan anggota DPR-GR pada masa pemerintahan Presiden Soekarno. ***