Komisi II DPR RI melakukan kunjungan kerja ke Maluku Utara (Malut) dalam rangka agenda reses Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024–2025, Senin (28/7/2025). Kunjungan yang dipusatkan di Kota Ternate ini menyoroti isu krusial: reforma agraria, peran Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), penataan ruang, serta optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda Laos, menyambut langsung rombongan DPR RI dan menyampaikan harapannya agar GTRA yang baru dibentuk pada Mei lalu dapat dimanfaatkan maksimal untuk menyelesaikan berbagai persoalan pertanahan di Malut, khususnya percepatan sertifikasi tanah.

“Saya sebagai Ketua GTRA Malut, berharap bisa langsung berkoordinasi dengan Kanwil BPN. Ini penting agar proses legalisasi sertifikat tanah masyarakat bisa terpantau dan ditindaklanjuti,” ujar Sherly.

Menurut Sherly, hingga kini capaian sertifikasi tanah di Malut baru mencapai 30 persen. Ia menyebut keterbatasan anggaran sebagai hambatan utama.

“Ini jadi PR besar. Kami harap ada tambahan anggaran dari pusat agar target 100 persen sertifikasi bisa dicapai. Ini penting untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat,” lanjutnya.

Ketua Komisi II DPR RI, M. Rifqinizamy Karsayuda, juga menyoroti permasalahan agraria di Malut, terutama soal tanah adat yang rawan konflik. Salah satu kasus mencuat di Halmahera Timur, di mana terjadi ketegangan antara masyarakat adat dan aktivitas tambang oleh PT Position.

“Kalau tanah-tanah adat itu belum diperdakan, segera buatkan perda. Itu dasar hukum agar Kementerian ATR bisa mengeluarkan alas hak,” tegas Rifqy.

Menurutnya, ketiadaan dasar legal formal menjadi penyebab utama konflik lahan. GTRA, kata Rifqy, menjadi aktor kunci dalam memetakan, memitigasi, dan menyelesaikan konflik agraria yang terjadi.

“GTRA adalah forum lintas sektor yang memungkinkan koordinasi antara Kementerian ATR, Pemda, aparat hukum, hingga masyarakat. Ketika GTRA aktif, semua pihak bisa duduk bersama menyelesaikan masalah,” jelasnya.

Longki Djanggola: Reforma Agraria Harus Hadirkan Keadilan

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra, Drs. H. Longki Djanggola, M.Si, menegaskan pentingnya reforma agraria yang berpihak pada masyarakat di wilayah kepulauan seperti Maluku Utara. Menurutnya, pendekatan reforma agraria tidak bisa disamaratakan dengan daerah daratan atau metropolitan.

“Kita harus sadar bahwa tantangan agraria di daerah kepulauan berbeda. Ada aspek sosial, budaya, dan kearifan lokal yang harus dihargai,” ujar Longki kepada media usai rapat kerja.

Longki juga menekankan agar GTRA tidak sekadar menjadi forum diskusi, tapi benar-benar hadir di tengah masyarakat.

“Kalau GTRA hanya jadi simbol tanpa tindakan konkret di lapangan, rakyat tetap akan menghadapi ketidakpastian hak atas tanah mereka. Reforma agraria bukan soal dokumen, ini soal keadilan dan keberpihakan negara kepada rakyat kecil,” tegas mantan Gubernur Sulawesi Tengah dua periode itu.

Kunjungan kerja Komisi II DPR RI ini diakhiri dengan peninjauan sejumlah titik yang menjadi fokus masalah pertanahan di Maluku Utara. Pemerintah daerah diminta aktif menindaklanjuti hasil pertemuan agar masalah agraria yang menahun bisa segera diselesaikan. ***