Pada Kamis, 1 Desember 1927, gempa bumi mengguncang kawasan Teluk Palu–Donggala. Tak lama sesudahnya, gelombang tsunami menyapu pesisir Teluk Palu. Laporan awal Pemerintahan Kolonial Belanda saat itu, menyebut belasan korban jiwa dan puluhan luka, serta kerusakan pada rumah-rumah panggung, pasar, dan dermaga. 

Arsip koran Belanda De Tijd edisi 5 Desember 1927, halaman 6, menuliskan: “AARDSCHOKKEN TE DONGALA. 14 personen gedood, 50 gewond. Het Soerabajasch Handelsblad” meldt, dat Donderdagmiddag hevige aardschokken te Don- gala gevoeld werden. Zij liepen in de richting Noord-Zuid. Het kantoor van den assistent- resident te Dongola stortte gedeeltelijk in. Te Paloe stortten eveneens twee passarloodsen in, terwijl de aanlegsteiger gedeeltelijk werd weg- geslagen. 

Te Biromaroe werd een passarloods ver- woest en het landschapskantoor zeer bescha- digd. Een vloedgolf in de Paloebaai richtte veel verwoesting aan, onder de inlandsche huizen. Veertien personen werden gedood en vijftig gewond.”

GEMPA BUMI DI DONGALA. 14 orang tewas, 50 orang luka-luka. “Soerabajasch Handelsblad” melaporkan bahwa gempa bumi kuat terasa di Dongala pada Kamis sore. Gempa menyebar ke arah utara-selatan. Kantor Asisten Residen di Dongala sebagian runtuh. Di Paloe, dua gudang transit juga runtuh, dan dermaga sebagian hanyut.

Di Biromaroe, sebuah gudang transit hancur dan kantor lanskap rusak parah. Gelombang pasang di Teluk Paloe menyebabkan kerusakan parah di rumah-rumah penduduk asli. Empat belas orang tewas dan lima puluh orang luka-luka.

Latar Tektonik Teluk Palu

Teluk Palu berada di ujung Sesar Palu–Koro, sesar geser (strike-slip) aktif yang memotong Sulawesi dari utara ke selatan. Sejumlah kajian modern mencatat sekurangnya tiga tsunami terkait Palu–Koro pada abad ke-20: 1927, 1968, 1996. Dalam literatur kebencanaan kontemporer, peristiwa 1927 diidentifikasi sebagai gempa tsunamigenik di Teluk Palu (kadang juga dikaitkan dengan longsoran bawah laut lokal yang memperkuat gelombang). (AGU Publications, Temblor.net)

Kronologi Ringkas

  • Pukul pagi/siang lokal (waktu tepat bervariasi pada laporan), gempa kuat dirasakan luas di kawasan Donggala–Palu. De Tijd menyebut “aardschokken te Donggala” (guncangan di Donggala) yang merusak bangunan pemerintahan, gudang, pasar, dan dermaga. (Delpher)
  • Menit–puluhan menit setelah gempa, tsunami memasuki Paloebaai (Teluk Palu) dan “menimbulkan banyak kerusakan di antara rumah-rumah pribumi”. Korban 14 meninggal, 50 luka menurut laporan awal. Angka ini sering dikutip kembali dalam ringkasan sejarah bencana Indonesia modern. (Delpher, detiknews)
  • Beberapa studi dan kompilasi sejarah bencana menyebut ketinggian gelombang dapat mencapai ~10–15 m di beberapa segmen teluk, kemungkinan dipicu gabungan mekanisme gempa dangkal dan longsor bawah laut lokal—pola yang di kemudian hari juga diamati pada tsunami Palu 2018. (Catatan: angka-angka ketinggian lama berasal dari kompilasi sekunder dan membuka ruang ketidakpastian sumber/lokasi pengamatan). (Inside Indonesia, ScienceDirect, AGU Publications)

Dampak yang Terekam

  • Kerusakan bangunan: pasar, gudang, jembatan/dermaga di Donggala dilaporkan retak/runtuh; di pesisir Teluk Palu, rumah-rumah panggung tersapu gelombang. (Delpher)
  • Korban manusia: laporan awal menyebut ≥14 tewas, ~50 luka (angka ini minimal; sensus korban pada 1927 sangat mungkin tidak lengkap). Ringkasan modern BNPB/arsip media Indonesia kerap mengulang angka yang sama. (Delpher, detiknews)
  • Gangguan pelabuhan dan perniagaan: De Tijd menyebut kios-kios di pasar Palu dan dermaga mengalami kerusakan; gempa susulan masih dirasakan pada 3 Desember 1927. (Delpher)

Bagaimana Gelombang Bisa Membesar di Teluk Palu?

Teluk Palu berbentuk seperti corong (funnel-shaped), memanjang dan sempit ke bagian kepala teluk (kota Palu). Geometri semacam ini dapat memfokuskan energi dan memperkuat run-up di ujung teluk. Pada 2018, penelitian menunjukkan kombinasi deformasi dasar laut dan beberapa longsor bawah laut menghasilkan gelombang besar dan sangat lokal. Pola mekanisme campuran ini diduga juga berperan pada 1927, meski bukti instrumen langsung tidak tersedia. (AGU Publications)

Signifikansi Sejarah bagi Sulawesi Tengah

Peristiwa 1 Desember 1927 adalah tanggal kunci dalam sejarah kebencanaan Sulawesi Tengah. Ia menjadi preseden bahwa:

  1. Sesar geser seperti Palu–Koro dapat menghasilkan tsunami destruktif (melalui kopling dengan longsor bawah laut atau efek teluk sempit), dan;
  2. Kawasan pesisir Teluk Palu memiliki amplifikasi lokal gelombang. Kesadaran ini penting ketika menilai risiko masa kini—terlihat tragis berulang pada tsunami 28 September 2018. (AGU Publications)

Arsip Koran Belanda dan Sumber Primer/sekunder yang Relevan

  • De Tijd (’s-Hertogenbosch), 5 Desember 1927, hal. 6 — laporan “Aardschokken te Donggala”: menyebut kerusakan di Donggala, “een vloedgolf in de Paloebaai”, dan 14 tewas/50 luka; juga menyitir Soerabaijasch Handelsblad. (Akses teks/scan di Delpher). (Delpher)
  • Kompilasi modern/sekunder yang merangkum peristiwa 1927:
    • Ringkasan media Indonesia (mengutip BNPB): “14 meninggal, 50 luka” untuk 1/12/1927 Teluk Palu. (detiknews)
    • Tulisan ilmiah/kajian tsunami Palu yang menyebut peristiwa 1927 sebagai salah satu tsunami terkait Palu–Koro (bersama 1968 dan 1996). (AGU Publications, Temblor.net)
    • Studi tsunami Palu 2018 (AGU/GRL) yang menunjukkan peran longsor bawah laut—memberi analogi mekanisme untuk menjelaskan catatan sejarah 1927. (AGU Publications)
    • Basis data tsunami global NOAA NCEI (kumpulan peristiwa historis; entri detail membutuhkan antarmuka interaktif). (National Geophysical Data Center)
BACA INI JUGA:  Taman Hiburan Genting Highlands Malaysia Terbakar

Data yang Berbeda

  • Angka korban dan ketinggian gelombang berbeda antar-sumber. Arsip koran 1927 memberikan angka minimum yang terlaporkan saat itu (14/50), sementara beberapa kompilasi dan studi sekunder modern menyebut run-up hingga ~10–15 m pada segmen tertentu—angka yang masih perlu ditelusuri jejak primer/lokalnya. Karena dokumentasi instrumentasi pada 1927 terbatas, rentang ketidakpastian harus diakui. (ScienceDirect, Inside Indonesia)

Pelajaran untuk Masa Kini

  1. Pesisir dalam teluk sempit seperti Teluk Palu memerlukan perencanaan tata ruang yang mempertimbangkan zona bahaya run-up hingga puluhan meter dari garis pantai.
  2. Peringatan dini tsunami untuk teluk sempit menuntut skenario gempa + longsor lokal yang bisa memadat dalam menit.
  3. Literasi bencana berbasis sejarah—termasuk arsip 1927—harus dipopulerkan sebagai memori kolektif masyarakat pesisir.
BACA INI JUGA:  Memori Bencana Geologi Sulteng: Gempa Bumi dan Tsunami Tonggolobibi 1996

Catatan Redaksi:

Silakan merujuk arsip primer De Tijd (5 Desember 1927) sebagai sumber utama peristiwa, dilengkapi sumber sekunder modern (NOAA NCEI; kajian ilmiah tsunami Palu) yang memberi konteks mekanisme dan komparasi lintas-peristiwa. (Delpher, National Geophysical Data Center, AGU Publications)

BACA INI JUGA:  Garuda Tawarkan Pensiun Dini, Karyawan Akan Temui Presiden Jokowi