Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa bereaksi terkait tudingan keterlibatan oknum TNI dalam intervensi tambang ilegal di Kalimantan Timur,
Atensi Panglima TNI Jendera Andika Perkasa terkait tudingan oknum TNI dalam intervensi tambang ilegal di Kaltim itu bermula dari salinan dokumen Laporan Hasil Penyelidikan atau LHP dengan kop surat Mabes Polri Divisi Propam yang viral di medsos.
Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa langsung menelusuri akar masalahnya ketika dikonfirmasi adanya dugaan intervensi unsur TNI dalam tambang ilegal di Kaltim.
Tiga salinan dokumen tersebut diunggah oleh akun Twitter @BosPurwa pada 6 November 2022.
Pada salinan dokumen tersebut tertera klasifikasi rahasia.
Salinan dokumen pertama yang diunggah tertera nomor dokumen R/1253/IV/WAS/.2.4.2022/Divpropam tertanggal 7 April 2022.
Kemudian pada salinan dokumen ketiga yang diunggah tertera tanda tangan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Inspektur Jenderal Polisi Ferdy Sambo.
Terdapat tiga poin kesimpulan pada salinan dokumen ketiga tersebut.
Satu di antaranya menyatakan terkait adanya intervensi unsur TNI.
Ia mengatakan Tim Hukum TNI masih terus mengumpulkan bukti-bukti permulaan dari instansi terkait.
“Tim Hukum TNI masih terus mengumpulkan bukti-bukti permulaan dari instansi terkait,” kata Andika saat dihubungi Tribunnews.com pada Sabtu (12/11/2022).
Berikut petikan isi salinan surat dengan kop Divpropam Mabes Polri yang sempat viral di medsos:
“a. bahwa di wilkum Polda Kaltim terdapat beberapa penambangan batubara ilegal yang tidak dilengkapi Izin Usaha Penambangan (IUP), namun tidak dilakukan upaya hukum dari pihak Polsek, Polres, Polda Kaltim dan Bareskrim karena adanya uang koordinasi dari para pengusaha tambang batubara ilegal selain itu adanya kedekatan Sdri. TAN PAULIN dan Sdri. LENY dengan PJU Polda Kaltim serta adanya intervensi dari unsur TNI dan Setmilpres;” tulis salinan dokumen tersebut.
TAMBANG Ilegal di Kaltim
Keberadaan tambang ilegal di Kaltim sebelumnya menjadi sorotan setelah viral pengakuan eks polisi bernama Ismail Bolong.
Dalam video yang sempat viral di medsos itu, Ismail Bolong yang mengaku menjadi pengepul batubara ilegal di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Saat itu, ia menjabat sebagai Satuan Intelijen dan keamanan (Sat Intelkam) Kepolisian Resor atau Polres Samarinda.
Ismail Bolong mantan polisi yang pernah berdinas di Satintelkam Polres Samarinda mengaku menyetor uang Rp 6 miliar dalam tiga tahap, yakni September, Oktober, dan November 2021.
Uang itu bersumber dari penjualan batubara yang dikumpulkan sekitar Rp 5-10 miliar per bulan.
Rinciannya bulan September 2021 sebesar Rp 2 miliar, bulan Oktober sebesar Rp 2 miliar, dan November 2021 sebesar Rp 2 miliar.
Tak main-main nama Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto disebut Ismail Bolong.
Uang itu menurutnya ia setor ke Kabareskrim Mabes Polri.
Dalam video yang beredar, Ismail Bolong yang mengklaim anggota kepolisian di wilayah hukum Polda Kaltim itu menyatakan dirinya bekerja sebagai pengepul batu bara dari konsesi tanpa izin.
Kegiatan ilegal itu disebut berada di daerah Santan Ulu, Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kaltim yang masuk wilayah hukum Polres Bontang, sejak bulan Juli tahun 2020 sampai November 2021.
Belakangan, Ismail Bolong menarik kembali pernyataannya soal adanya setoran uang tambang ilegal ke Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri Komjen Pol Agus Andrianto.
Ismail mengaku video testimoni dirinya soal setoran uang ke Kabareskrim dibuat karena berada di bawah tekanan Brigjen Hendra Kurniawan yang kini dipecat sebagai anggota Polri.
Dalam video klarifikasinya, Ismail menyampaikan permintaan maaf kepada Kabareskrim.
“Perkenankan saya mohon maaf kepada Kabareskrim atas berita viral saat ini yang beredar. Saya klarifikasi bahwa berita itu tidak benar dan saya pastikan berita itu, saya tidak pernah komunikasi sama Pak Kabareskrim, apalagi memberikan uang dan saya tidak kenal,” kata Ismail, seperti dilansir dari YouTube Tribunnews.com, Senin (7/11/2022).
Ismail mengaku kaget video tersebut viral saat ini.
Sebab, video testimoni soal Kabareskrim itu dibuat pada Februari lalu.
Saat itu, datang anggota Paminal Mabes Polri menemui dirinya di Balikpapan.
Dia kemudian diperiksa anggota Paminal di Polda Kaltim mulai pukul 22.00 hingga pukul 02.00 dini hari.
Setelah itu, dia dibawa anggota Paminal ke salah satu hotel di Balikpapan.
Ismail mengaku, dia ditekan oleh Brigjen Hendra Kurniawan untuk memberikan testimoni soal Kabareskrim.
Brigjen Hendra menurutnya menghubunginya sebanyak tiga kali melalui ponsel salah satu anggota Paminal dan mengancam jika ia menolak memberikan testimoni maka akan dibawa ke Jakarta.
“Harus melakukan testimoni itu, (kalau tidak) besok bawa ke Mabes Polri, ya pasti terintimidasi, saya enggak pernah kenal sama Pak Kabareskrim, apalagi memberikan uang,” ujar dia.
Setelah kejadian itu, Ismail mengaku mempertimbangkan mengajukan pensiun dini pada April dan akhirnya disetujui pada 1 Juli 2022. ***