Hutan-hutan di pedalaman Poso pernah menjadi ruang sunyi yang menyimpan teror. Di balik rimbunnya pohon dan lekuk-lekuk lembah, selama hampir satu dekade, belasan pria bersenjata hidup berpindah, bersembunyi, dan menebar ketakutan. Mereka adalah bagian dari Mujahidin Indonesia Timur (MIT), kelompok bersenjata yang menjadikan ideologi ekstrem sebagai pelarian dari kehidupan, dan kekerasan sebagai jalan menuju surga versi mereka.

Perburuan terhadap MIT bukanlah operasi biasa. Ini adalah pertempuran panjang selama sepuluh tahun, dimulai sejak 2012 ketika nama Santoso mulai mencuat sebagai buronan paling dicari, hingga 2022 ketika anggota terakhir kelompok ini dilumpuhkan di hutan Poso. Di antara rentang waktu itu, tercatat lebih dari satu generasi aparat keamanan turun naik gunung, keluar masuk kampung, dan mengorbankan waktu, tenaga, bahkan nyawa.

BACA INI JUGA:  HUT Kostrad, Mayjen TNI Farid Makruf Ziarah Makam Jenderal Besar TNI (Purn) H.M. Soeharto

Lebih dari sekadar operasi militer, ini adalah perjalanan moral dan kemanusiaan. Karena apa yang dihadapi bukan hanya senjata dan strategi gerilya, tapi juga luka sosial, kekecewaan warga, dan jaringan simpatisan yang tumbuh dari kehampaan kehadiran negara.

BACA INI JUGA:  Mayjen TNI Farid Makruf, Mohon Doa Restu Mengabdi di Lemhanas

Di titik kritis itulah dua sosok penting muncul: Irjen Pol Abdul Rakhman Baso dan Mayjen TNI Farid Makruf. Mereka datang bukan hanya dengan pasukan, tapi dengan gagasan: bahwa perang melawan teror bukan sekadar soal peluru, tetapi soal memulihkan kepercayaan rakyat.

Mereka ubah pendekatan. Dari pengejaran sepihak menjadi operasi terpadu TNI-Polri. Dari penggrebekan kejar-tembak menjadi dialog dan dekapan sosial. Mereka tahu, akar teror tak hanya di hutan, tapi juga di hati dan perut warga yang bertahun-tahun hidup dalam kekosongan.

BACA INI JUGA:  Warga Kulawi, Hidup di Bawah Ancaman Banjir Bandang dan Gempabumi

Dan mereka membuktikan, bahwa teror bisa berakhir. Bahwa Poso bisa kembali tenang.

Kini, setelah sepuluh tahun, suara tembakan di pegunungan itu telah lama padam. Yang tersisa adalah cerita, tentang perburuan, tentang perjuangan, dan tentang dua perwira yang memilih jalan yang berbeda: jalan yang lebih manusiawi. Lebih daripada operasi. Melampaui kewajibannya.

Kisah mereka, kami rangkum dalam Poso, Untold Story. Selamat membaca.

Bersambung ke: Bagian 1: Dua Perwira, Satu Janji di Tanah Luka