Jafar G Bua | Field Producer CNN Indonesia | Writer

Tersebutlah Leonidas, Raja Sparta ke-17 dari dinasti Agiad. Dia digambarkan memiliki karakter kuat dan berkharisma dengan jiwa kepemimpinan yang tinggi. Lahir pada 16 Agustus 540-an SM, diperkirakan meninggal di Pertempuran Thermopylae pada Agustus 480 SM.

Sparta adalah kota Yunani Kuno yang didirikan oleh orang-orang Doria. Pada abad ke-7 SM, Sparta merupakan pusat kesusastraan namun sesudah 600 SM, kota ini dikenal karena ilmu kemiliterannya. Anak-anaknya dilatih menjadi orang-orang militer yang tangguh dan gagah berani.

Istilah yang kita kenal berasal dari sejarah bangsa itu. Spartan mewakili kata sifat gagah berani, tangguh, tak kenal menyerah, tak kenal lelah, disiplin ketat, yakin dan percaya diri sepenuhnya.

Di Bangil, Pasuruan, Jawa Timur pada abad ke-19 tersebutlah sosok herois bernama . Ia adalah legenda keturunan Madura. Ia berjuang melawan penjajahan Belanda sekitar permulaan abad ke-19. Sakera adalah ahli bela diri yang melawan kesewenangan Belanda di perkebunan tebu Bangil di masa itu. Karena perlawanannya itu, ia akhinya ditangkap setelah dikhianati oleh salah seorang rekannya sendiri. Ia dimakamkan di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari, daerah paling selatan di Kota Bangil. Legenda jagoan asli Madura ini sangat populer di Jawa Timur.

Sakera digambarkan sebagai seorang lelaki gagah yang memakai baju pesa'an dan celana gomboran berwarna hitam dengan tutup kepala bernama odeng. Di balik pesa'an ada pula kaus bergaris hitam putih atau merah putih. Ditambah lagi dengan senjata berupa clurit. Keseluruhannya menggambarkan karakter orang Madura yang gagah berani, terbuka, jujur, berjiwa pejuang, ulet dan tak kenal menyerah.

Di Akademi Militer, Magelang, Jawa Tengah pada 1991, seorang anak muda dilantik menjadi perwira TNI Angkatan Darat berpangkat Letnan Dua. Ia bernama Farid Makruf. Putra asli Madura kelahiran Petrah, Tanah Merah, Bangkalan, 6 Juli 1969.

Sekarang pangkatnya Mayor Jenderal TNI. Jabatannya, Panglima Kodam V/Brawijaya, Komando Utama TNI Angkatan Darat di wilayah Jawa Timur. Sebelumnya adalah Danrem 162/Wira Bhakti, Mataram, Nusa Tenggara Barat 2016—2018 dan Danrem 132/Tadulako Palu 2020-2021. Pernah pula menjadi Komandan Pasukan Maung Siliwangi di Tasikmalaya, Jawa Barat pada 2011—2013. Secara resmi pasukan tempur milik Kostrad ini bernama Brigif Raider 13/Galuh Rahayu.

Farid adalah Sakera Spartan. Energinya tak pernah habis. Paling tidak itu kesan para staf dan rekannya sesama militer. Di setiap tempat selalu meninggalkan legacy. Saat menjadi Danrem 162/Wira Bhakti, pembebasan lahan sirkuit MotoGP Mandalika melibatkan peran besarnya. Bersama anak buahnya ia mewujudkan cita-cita Pemerintah untuk menghadirkan sirkuit yang representatif di wilayah itu.

Saat gempa Lombok 2018, Farid yang sudah ditarik ke Mabes TNI kembali ditugaskan ke NTB menjadi komandan satuan gabungan penanggulangan bencana Lombok. Ada sekitar 70-an ribu rumah tahan gempa yang dibangunnya bersama tim gabungan militer dan badan-badan sipil.

Di Palu, Sulawesi Tengah, di tengah-tengah operasi perburuan kelompok sipil bersenjata Mujahiddin Indonesia Timur (MIT) di Poso, ia masih sempat membangun Taman Karakter Sintuwu Maroso lengkap dengan perpustakaan untuk sarana pendidikan anak-anak dan mahasiswa. Diperhatikannya pula penyediaan listrik tenaga air di Kawerewere, Sigi, sampai mendirikan Museum Senjata Tradisional di Palu.

Menulis buku menjadi bagian lain dari upayanya meninggalkan legacy yang akan selalu dikenang. Selama di Palu, buku penanganan pasca bencana Sulteng 2018, lalu buku akademik Tadulako, dari Mitos ke Realitas ditulisnya bersama tim. Buku terkait penanganan terorisme di Poso dan pembebasan lahan Mandalika akan segera diterbitkannya.

Selama menjadi Pangdam V/Brawijaya tak pernah ia berlama-lama duduk di kantornya yang nyaman dan luas. Turun ke daerah, bertemu para perwiranya yang menjadi komandan satuan wilayah, tokoh agama dan tokoh masyarakat jadi kegiatan rutinnya. Praktis sejak menjabat Desember 2022 – hingga kini, pertemuannya dengan sejumlah perwira jajaran dan tokoh terus dilakukannnya.

“Bapak ini seperti tak pernah capek,” kata Kepala Staf Administrasi, Mayor Arm Vicky Mamonto yang menjadi koordinator staf pribadinya.

Para asisten dan stafnya pun menyesuaikan ritme. Publikasi kegiatan tak luput jadi perhatiannya. Ia jenderal yang melek media. Kabar kegiatannya bertebaran di media massa. Bagi dia, media dan pewarta adalah mitra penting.

“Kita yang melaksanakannya, pewarta yang mencatatnya. Media massa adalah penyambung lidah untuk menyampaikan ke khalayak ramai apa saja yang sudah kita lakukan,” sebut Farid.

Itulah mengapa saat resmi didaulat menjadi Pangdam, perhatiannya tertuju pada tim Penerangan Kodam V/Brawijaya. Ia ingin semua perwira penerangan mampu menulis. Ia minta para juru penerangan tentara itu mengubah mindset dokumentasi menjadi mindset publikasi. Semua kegiatan Kodam yang terkait dengan kesejahteraan prajurit dan keluarganya serta menyangkut hajat hidup orang banyak harus terpublikasi meluas.

“Anda memang Sakera yang berhak jadi Jenderal, Mas Farid,” begitu kata E.A. Natanegara, penulis buku Kopassus untuk Indonesia 1 dan 2.

Ia berhak pula dilekati julukan Sakera karena lahir di Madura, tapi ia Sakera Spartan. ***

*Produser Lapangan CNN Indonesia dan Penulis

Follow jafarbuaisme.com di Google News.