Buah Ra'u yang berasa asam manis itu pun bercampur dengan gula pasir. Setelahnya barulah kami nikmati tanpa mesti memisahkannya dari biji.
Masa kecil kami yang lahir dan besar di desa sungguh berwarna. Mandi di sungai dalam, berarus deras nan jernih. Mencari mangga hutan yang manisnya menerbitkan saliva. Menjerat Taragengge (Galliralus philippenis L) yang lincah. Semuanya dilakukan penuh riang gembira.
Hari-hari kami di masa kanak-kanak sungguh terisi dengan banyak kenangan. Tentu juga omelan dari ibu, sebab pulang dengan mata yang merah karena lama bermain-main di sungai. Kaus yang penuh noda getah mangga. Kerap pula sebab kaus robek tersangkut semak.
Di luar itu, ada cerita soal berburu buah Ra'u. Anak-anak zaman milineal tentu tak kenal lagi buah ini. Dulunya sangat sohor. Kami yang besar di wilayah Dolago, Parigi Selatan, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah menjadikan ini buah favorit. Bentuk buahnya bulat. Buah muda berwarna hijau muda. Saat masak berubah menjadi kuning atau cokelat tua. Sedang daging buahnya berwarna putih seperti rambutan. Rasanya asam manis.

Biasanya, kami sudah membawa gula pasir dan ditaruh di kantong plastik bening. Bila sudah cukup buahnya terkumpul kami mengupasnya kemudian memasukkannya ke kantong berisi gula tadi. Lalu diguncang-guncang. Buah Ra'u yang berasa asam manis itu pun bercampur dengan gula pasir. Setelahnya barulah kami nikmati tanpa mesti memisahkannya dari biji. Kami cuma mengisap dan memakan sebatas daging buahnya saja. Rasanya sungguh menggugah selera. Tapi untuk menikmatinya, bersabarlah menunggunya jatuh. Kerap tingginya puluhan meter. Jadi tak mungkin kami memanjatnya.
Kami mencari buah ini hingga ke hutan-hutan di pinggir kampung. Ada satu pohon di atas kuburan di Kampung Pisang Dolago. Ada pula sepohon di hutan sekunder di atas Sungai Dolago. Selebihnya di kebun-kebun warga yang dibuka di bebukitan arah Barat Daya di Ibu Kota Kecamatan Parigi Selatan itu. Kini, tegakan pohon buah ini kian sulit ditemukan. Mungkin karena intensifnya pembukaan hutan menjadi kebun.
Tak dinyana, setelah kurang lebih 30 tahun lamanya, saya menemukan buah ini di Kampus Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. Rupanya, di selatan lapangan sepak bola yang jadi tempat berolahraga publik, tepat di batas kolam besar Unhas pohon buah ra'u sudah lama dibudidayakan. Hanya saja, lantaran tak ada lagi yang kenal, buah masaknya yang jatuh tak lagi jadi rebutan seperti kami dulu.
Tata Nama
Dalam bahasa latin, Ra'u dikenal dengan nama Dracontomelon sp. Ia digolongkan ke dalam keluarga tanaman Anacardiaceae, mangga-manggaan atau mete-metean. Padahal Ra'u mirip Matoa (Pometia pinnata) yang tergolong Sapindaceae, seperti juga Rambutan (Nephelium lappaceum) atau Lengkeng (Dimocarpus longan).

Ra'u tumbuh merata di seluruh wilayah Nusantara. Di Jawa dikenal sebagai Dahu atau Rau. Di Sumatera disebut Basuong, Cikuang, Dau Uding, Dau Payo, Ehoi, Jaap, Kasai Bukit, Sengkowang, atau Singkuwang. Di Kalimantan dikenal dengan nama Sengkuang atau Talansep. Sementara di Sulawesi dikenal dengan nama Kaih, Kaih Laki, Layo, Rao, Rau Takau dan Ra'u.
Pohon Ra'u tumbuh tinggi hingga 60 meter dengan banir setinggi 6 meter, Diameter batangnya mencapai 110 centimeter. Permukaan kulit batang Ra'u bersisik tidak teratur berwarna coklat keabu-abuan. Sedang, daunnya majemuk berwarna hijau tua dengan bentuk bulat, ujung daun runcing dan tulang daun menyirip.
Nah, bila Anda penasaran bagaimana rasanya buah khas Asia Tenggara ini, coba saja datang berolahraga di Kampus Unhas. Setelahnya bergerak ke arah Selatan lapangan Sepak Bola. Berjalanlah hingga ke arah kolam besar Unhas dan tengok rimbunan pepohonan buah Ra'u. Di bawah pokok-pokoknya kita bisa temukan tumpukan jatuhan buah Ra'u yang tersia-sia.
Ambil saja, tak ada yang tertarik menyicipinya sebab memang tak ada lagi yang kenal jenis buah lokal ini. Lagi pula tak mungkin ada yang melarangnya. Jadi, silahkan menikmatinya. Jangan lupa bawa gula pasir dalam kantong plastik, ya. ***