Aroma tak sedap menguar dari balik panggung politik pasca berakhirnya kekuasaan Jokowi. Kali ini, bukan sekadar riak-riak kecewa politik biasa. Yang terbuka ke publik justru adalah bom waktu: wacana serius tentang pemisahan Riau dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan siapa yang diduga jadi pendorongnya? Kabarnya adalah Loyalis Jokowi.

Pernyataan mengejutkan ini datang dari Kolonel (Purn.) Sri Radjasa Chandra, seorang veteran intelijen dari Badan Intelijen Negara (BIN). Dalam sesi wawancara yang disiarkan Forum Keadilan TV pada Kamis, 7 Agustus 2025, ia membeberkan dugaan kuat bahwa para relawan Jokowi sedang merancang gerakan separatis, dan Riau dipersiapkan sebagai titik mula.

“Saya mendapat laporan terpercaya, ada pertemuan tertutup di Riau yang dihadiri sejumlah loyalis Jokowi. Agendanya? Membahas deklarasi ulang Riau Merdeka*, ungkap Sri Radjasa dengan nada serius.

BACA INI JUGA:  Ini Rupanya Konten Film Pendek 'Guru Tugas 2', yang Bikin Youtuber Madura Ditangkap Polisi

Tak hanya itu. Menurutnya, gelombang kekecewaan politik pasca transisi kekuasaan membuka ruang bagi munculnya milisi sipil baru yang menjual isu kedaerahan sebagai alat tawar politik. Riau, dengan sejarah lamanya sebagai daerah kaya sumber daya namun merasa ‘terpinggirkan’, kembali jadi panggung ideal.

“Dulu kita kenal nama Tabrani Rab, tokoh utama Riau Merdeka tahun 1999. Kini, nama itu kembali digaungkan. Mereka bangkit bukan dari hutan, tapi dari ruang-ruang rapat ber-AC,” ujar eks perwira intelijen itu, menyindir sinis.

Dan ini bukan hanya soal Riau. Aceh, Bali, Ambon, semua disebut sebagai titik rawan laten. Bahkan, kelompok seperti Sumatera National Liberation Front (SNLF) disebut aktif membangun jaringan internasional dari luar negeri. Mereka tak lagi main petasan, mereka mainkan opini global.

BACA INI JUGA:  Bikin Heboh, Hijaber yang Pamer Payudara di TikTok Akhirnya Minta Maaf

“Mereka punya agenda, strategi, dan kini membangun narasi legalitas di forum internasional. Kita bukan bicara ilusi. Ini real threat,” tegas Sri Radjasa.

Dalam situasi seperti ini, menurut Sri Radjasa, pendekatan hukum yang kaku justru bisa jadi bumerang. Negara perlu cerdas, bukan sekadar represif. Operasi intelijen, dialog politik, serta pendekatan kultural harus dihidupkan kembali.

“Kalau aparat hanya mengandalkan pasal makar dan penangkapan, mereka justru akan dapat simpati publik. Kita pernah lihat ini di Papua. Jangan ulangi kesalahan yang sama,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa yang terjadi bukan lagi sebatas obrolan warung kopi. “Rapat-rapat strategis telah dilakukan. Tokoh-tokoh lokal dan eks tokoh nasional terlibat. Ini bukan wacana. Ini tahap awal dari gerakan separatis yang terstruktur.”

BACA INI JUGA:  Yusril Kecewa, Ijazah Joko Widodo Asli atau Palsu Tak Sempat Terbukti

Sri Radjasa menutup pernyataannya dengan peringatan keras: “Jangan pernah remehkan gerakan yang tumbuh dalam kekecewaan. Apalagi bila dikapitalisasi oleh eks-penguasa yang masih punya jaringan, dana, dan simpati di akar rumput.”

“Kalau negara lengah, ini bisa meledak. Dan ketika meledak, kita akan berhadapan dengan lebih dari sekadar politik. Ini tentang integritas teritorial Indonesia,” tandasnya.

Pertanyaannya sekarang: Siapa yang sedang bermain di balik layar? Dan apakah Riau benar-benar siap melepaskan diri, atau ini hanya manuver politik dari loyalis yang belum move on dari singgasana kekuasaan?

Waktu akan menjawab. Tapi negara tak boleh menunggu. ***