Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan dukungan terhadap usulan agar Presiden Prabowo Subianto mengambil alih 51 persen saham Bank Central Asia (BCA) guna menyelamatkan keuangan negara yang dikaitkan dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

Ketua Bidang Komunikasi dan Informasi Teknologi DPP PKB, Ahmad Iman Syukri, mengatakan pengambilalihan tersebut perlu segera dilakukan mengingat adanya dugaan rekayasa dalam proses akuisisi saham mayoritas BCA oleh Djarum Group pada masa lalu.

“PKB mendukung penuh usulan agar Presiden Prabowo mengambil alih 51 persen saham BCA. Pengambilalihan ini penting untuk menyelamatkan uang negara terkait megaskandal BLBI,” kata Ahmad Iman dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (16/8).

Ia menilai pemerintah sebenarnya tidak memerlukan tambahan dana untuk menguasai kembali saham mayoritas tersebut. Menurutnya, saham itu sejatinya milik negara karena sebelumnya pemerintah telah menyalurkan dana BLBI ke BCA.

“Karena adanya rekayasa, akhirnya 51 persen saham itu beralih ke Djarum Group. Pemerintah sudah menyuntik dana, tetapi tidak memiliki saham. Itu yang harus dikembalikan,” ujarnya.

Anggota Komisi XIII DPR RI itu juga mendorong pemerintah mengusut dugaan rekayasa akuisisi saham BCA agar transparan. Ia menilai penyelesaian masalah BLBI akan berdampak besar terhadap kondisi keuangan negara.

“Jika Presiden Prabowo mau menuntaskan masalah ini, persoalan keuangan negara bisa teratasi. Ide out of the box diperlukan, dan kami percaya Presiden memiliki keberanian itu,” tambahnya.

Sebelumnya, Ekonom Universitas Gadjah Mada (UGM) Sasmito Hadinegoro juga menyerukan agar pemerintah membentuk tim khusus untuk membongkar dugaan mafia keuangan di balik kasus BLBI, termasuk soal kepemilikan saham di bank swasta terbesar itu. Ia menegaskan negara memiliki hak untuk mengambil kembali saham mayoritas BCA tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan.

Kasus BLBI sendiri merupakan salah satu skandal keuangan terbesar dalam sejarah Indonesia, terkait penyalahgunaan dana talangan perbankan pada krisis 1997/1998 yang menimbulkan kerugian negara hingga triliunan rupiah. ***