Proses penyelamatan buaya berkalung ban di Sungai Palu akhirnya dihentikan. Upaya Badan Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tengah itu belum membuahkan hasil meski sudah dibantu penyelamat satwa liar asal Australia Matthew Nicolas Wright.
BKSDA menyatakan bahwa buaya perlu diberi waktu untuk recovery atau pemulihan. Mengingat selama sepekan ia terus diburu. BKSDA kuatir buaya akan menjadi ganas dan memunculkan insting predatornya.
Pemberian waktu recovery ini berdasarkan saran Matt. Ia juga menyatakan bahwa buaya tersebut masih dalam keadaan sehat meski sudah berkalung ban sejak 2016.
“Ya. Buaya ini sudah berkalung ban selama enam tahun ini. Dia mulai lelah, tapi dia tidak dalam kondisi berbahaya. Dia masih gemuk, masih sehat. Dia buaya bahagia sepertinya. Penampakannya sehat, dengan gigi yang besar dan putih. Sangat menyenangkan melihatnya dalam keadaan sehat. kita senang melihatnya ada dalam lingkungan ini, tetapi kita perlu melepas ban itu dan ini cuma soal waktu saja,” begitu kata Matt pada saya di muara Sungai Palu sebelum keberangkatannya kembali ke Australia.
Selama sepekan upaya penyelamatan buaya berkalung ban, Matt dibantu pula oleh ahli reptil Australia Chris Wilson. Mereka menerapkan sejumlah cara. Mulai dari memasang perangkap, memakai drone yang membawa mangsa untuk menandai keberadan buaya, pemasangan sling dengan perangkap ban dalam mobil hingga penggunaan harpoon, tombak berkait berekor tali tambang. Sayang, upaya penyelamatan buaya ini belum jua berhasil.
Matt berjanji akan kembali ke Palu pada Mei nanti dengan sejumlah rencana penyelamatan.
“Saya akan kembali ke sini Mei tahun ini. Pekerjaan saya sedang berjalan di Australia. Kita harus mengendalikan buaya ini. Kita biarkan dia istirahat. Agar dia bisa mendapatkan kepercayaan dirinya lagi. Agar dia kembali ke kehidupannya seperti sedia kala. Tidak ada lagi lampu-lampu yang mengarah ke dirinya. Biarkan dia mendapatkan makanan dan menambah lemaknya. Dan dia tidak menjadi curiga lagi.
Yang dimaksud Matt dengan perasaan bercuriga itu adalah insting alamiah hewan predator yang akan menyerang jika dia merasa terus diburu atau terancam.
Itu pula yang disampaikan oleh Haruna Hamma, Ketua Satuan Tugas Penyelamatan Buaya Berkalung Ban.
“Kita harus lanjutkan pencarian ini. Tanpa Matt kita akan jalan terus. Tapi buaya perlu recovery. Takutnya perilakunya akan ganas. Kita akan memberi makanan seperti bebek. Mudah-mudahnya tanpa Matt, teman-teman akan bisa. Mereka juga sudah biasa melakukan penyelamatan seperti ini. Bila ada yang menawarkan bantuan harus professional. Mereka harus memperlihatkan metodenya, kalau bagus mengapa tidak,” ujar Haruna.
Senada dengan itu, Gubernur Sulawesi Tengah, Longki Djanggola juga mengingatkan soal insting alamiah hewan pemangsa.
“Jangan sampai dia merasa diburu, ditekan, dia bisa mengamuk dan melukai tim penyelamat. Memberi waktu jeda itu adalah langkah tepat,” hemat Longki.
Saat ini, sejumlah pihak sudah menyampaikan keinginannya untuk membantu penyelamatan buaya itu. Sebelumnya ada pemburu buaya dari Palopo, Sulawesi Barat. Lalu ada Forrest Galante, ahli biologi satwa liar dari Amerika Serikat. Apakah mereka akan berhasil? kita tunggu saja! ***