MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkap bahwa belanja daerah yang dilakukan pemerintah daerah lebih banyak digunakan untuk belanja pegawai daripada menolong masyarakat. Kedua, banyak dana daerah yang masih tersimpan di bank.
Realiasi belanja daerah hingga April 2021 sendiri sebesar Rp 143,89 triliun atau hanya 12,7% dari APBD.
“Kita sudah menyampaikan kemarin di DPR juga beberapa hal yang perlu untuk diperbaiki dari pengelolaan APBD ini. Belanja daerah kita masih rendah pada saat kita melakukan counter cyclical in action, yaitu pemerintah pusat menggunakan belanjanya untuk melindungi rakyat, memulihkan ekonomi, belanja daerah masih belum sinkron,” paparnya dalam konferensi pers APBN KITA, Selasa (25/5/2021) seperti dilansir detikcom.
Padahal kata dia pemerintah pusat berupaya menggunakan belanjanya untuk melindungi masyarakat dan memulihkan ekonomi kenyataannya belum sinkron dengan belanja daerah.
“Karena tadi, lebih banyak hanya untuk belanja pegawainya daripada menolong kepada masyarakat, atau belanja-belanja yang memang dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Atau dananya yang sudah ditransfer masih masuk dalam simpanan Pemda di perbankan yang mencapai Rp 194,54 triliun ini naik 3 bulan berturut-turut makin tinggi,” paparnya.
“Jadi APBD belum bekerja secara sinkron dan optimal seiring dan seirama dengan APBN yang melakukan actionnya untuk membantu masyarakat,” ujarnya.
Rupanya kondisi ini sudah disampaikan pula oleh Menteri Dalam negeri, Tito Karnavian dalam acara Musrenbang Nasional 2021 dalam rangka penyusunan RKP 2022, 4 Mei 2021 di Jakarta yang dilakukan secara daring.
Dalam rapat itu Tito mengungkapkan kondisi penggunaan anggaran yang dilakukan daerah. Hampir semua daerah proporsi belanja modalnya kecil hanya sekira 5-7 persen sedangkan Belanja Pegawai mencapai 70-80 persen.
“Sebagian besar 70 bahkan ada yang 80 persen belanja untuk pegawai atau belanja operasional. Lalu belanja operasional ini untuk pegawai juga,” tandasnya. Termasuk kata dia, beli barang untuk kepentingan pegawai juga.
“Macam-macam programnya penguatan ini, penguatan ini, sampai saya bilang kapan kuat-kuatnya itu. Penguatan terus dan rakor intinya honor nantinya,” ujar bekas Kapolri itu.
Padahal pemerintah pusat berharap pemda juga melakukan belanja modal yaitu belanja yang langsung ke masyarakat, baik untuk pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Mendagri bahkan mengingatkan kepada kepala daerah untuk tidak sekadar tanda tangan atas proposal yang diajukan Bappeda dan sekda. “(Jangan) yang penting apa yang dititipkan kepala daerah itu terakomodir yaitu tanda tangan, itulah yang terjadi,” ungkap Mendagri awal Mei itu.
“Jalan-jalan rusak, sampah bertebaran, itu karena belanja modalnya kecil. Ada yang saya cek belanja modalnya hanya 12 persen. Artinya belanja operasional (pegawainya) 88 persen, lalu 12 persen itu pun digunakan oleh pegawai untuk rapat-rapat lagi, 3-4 persen lagi. Yang sampai ke masyarakt hanya 7-8 persen, ini menyedihkan,”tutur Tito.
Bahkan Tito sempat mengingatkan kepada kepala daerah terutama yang baru soal penggunaan anggaran ini.
“Tolong kepala daerah, terutama kepala daerah baru, jangan mau juga dibodoh-bodohin. Buat tim khusus, tim teknis buat penyusunan, RKP, APBD dan lain-lain. Penyusunan ini mengikuti prinsip program-program yang kita buat, money follow program,” tandas Tito lagi. ***