Zakir Hussain, bisa jadi seusia saya atau bahkan lebih muda. Saya lupa menanyakannya. Dia adalah News Editor di The Straits Times Singapore.
The Straits adalah koran harian berbahasa Inggris terbesar di Negara Kota ini. Terbit di bawah bendera Singapore Press Holding, perusahaan media dan property besar di Kota Singa ini.
Dia bergabung dengan The Strait pada 2005. Zakir menulis pelbagai issue, mulai dari politik lokal dan regional, isu pembangunan di wilayah Asean, keamanan, agama dan relasi komunitas.
Ia pernah menjadi Kepala Biro Indonesia untuk The Straits pada 2011 – 2014. Lalu kembali lagi ke Singapura hingga kini. Meraih S-1 Ilmu Sejarah dan Politik dari Oxford University, London lalu S-2 Jurnalisme dari Columbia University, Amerika Serikat.
Saya bertemu dengannya di Kamis, 1 Agustus 2019 tahun lalu,di salah satu Cafetaria di SPH Building di Toa Payoh, di bagian utara Singapura.
Saya memang harus bertemu dia kala itu. Sebab Zakir adalah Advisor untuk proyek belajar saya di Singapura. Saya tertarik untuk mempelajari respons kebencanaan di negeri jiran ini.
Dia menyarankan saya untuk bisa bertemu dengan official di Singapore Civil Defense Force dan Singapore Red Cross dan Mercy Relief.
SCDF adalah lembaga pemerintah di bawah Kementerian Dalam Negeri. Lembaga ini bertanggung jawab untuk pelayanan pemadam kebakaran, layanan medis darurat dan penyelamatan, mitigasi bahan-bahan berbahaya, merumuskan, menerapkan dan menegakkan aturan tentang keselamatan kebakaran dan perlindungan sipil dalam keadaan tertentu.
Lembaga ini adalah penggabungan dari SCDF dan Singapore Fire Service sejak 15 April 1989. SCDF sendiri sudah mulai bekerja sejak 1986.
Sayangnya ketika itu, saya tak lagi punya waktu membuat video bagaimana SCDF bekerja.
Saat itu saya tertarik melihat bagaimana mereka mengembangkan aplikasi myResponder. Aplikasi yang bekerja di android dan IOS ini dikembangkan oleh SCDF sebagai bagian dari program pertolongan pertama pada masalah emergency atau kedaruratan warga. Aplikasi ini pada prinsipnya mengajak partisipasi aktif warga menangani kondisi kedaruratan.
Sejumlah kasus darurat yang ditanggapi oleh SCDF dapat dengan cepat ditangani oleh anggota masyarakat bahkan sebelum kedatangan SCDF. Sebagai contoh, lebih dari 2.500 orang menderita Cardiac Arrest – gagal jantung (OHCA) dengan tingkat kelangsungan hidup hanya 5%, yang dapat ditingkatkan dengan intervensi medis sederhana dalam beberapa menit pertama yang kritis.
Pada saat yang sama, ada lebih dari 1.000 kebakaran kecil (seperti tempat sampah) yang dapat dengan mudah dipadamkan dengan menggunakan sarana yang tersedia untuk umum.
myResponder juga merupakan sarana dimana warga dapat diminta untuk memberikan informasi – melalui foto dan video – agar SCDF dapat langsung menganalisa situasi sebuah insiden.
Melalui tombol ‘Panggil 995’ di aplikasi, pengguna juga dapat mengirim geolokasi ke Pusat Operasi 995 SCDF, memungkinkan SCDF untuk mengirim personil ke lokasi lebih cepat.
Kawan saya, Lee Suan, editor perempuan di Zhao Bao, koran berbahasa Mandarin di Kota itu juga menunjukkan saya aplikasi lain. Namanya SGSecure.
Kata Lee, “Keadaan darurat dapat terjadi di rumah, di tempat kerja atau bahkan saat bermain. Itu bisa berupa kebakaran, seseorang yang menderita serangan jantung, atau bahkan serangan teror. Kita semua dapat berperan untuk mencegah dan menangani krisis itu.”
Hanya dengan menekan satu tombol dalam aplikasi, pertolongan dapat segera datang. Apakah itu dari anggota komunitas yang punya pengalaman menangani hal itu atau otoritas yang bertanggungjawab menanganinya.
Saatnya badan-badan publik yang terkait dengan pertolongan atau penanganan kedaruratan mengembangkan aplikasi semacam itu. Termasuk memberikan pelatihan kepada warga untuk menangani kondisi kedaruratan.
Di Palu, Sulawesi Tengah, sejauh ini baru Badan Search and Rescue Nasional yang punya program pelatihan potensi personil kedaruratan itu. Ada pula Tagana – Taruna Siaga Bencana di bawah Dinas Sosial yang semi-formal.
Semestinya Kepolisian Perairan dan Udara, Satuan Brigade Mobil, Dinas Pemadam Kebakaran dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunya program rutin pelatihan semacam itu.
Itu agar saat terjadi kedaruratan semua potensi personil di tengah komunitas dapat langsung menangani keadaan kritis lebih awal sebelum ketibaan sumberdaya ahli. Lalu setelah semuanya berjalan disusul lagi dengan pengembangan aplikasi respon kedaruratan seperti yang dimiliki Singapura itu. ***