Setidaknya 52 warga Palestina telah dinonaktifkan akunnya oleh pengelola situs jejaring sosial Facebook. Demikian data yang dirilis oleh Middle East Eye. Middle East Eye adalah media online yang memfokuskan pemberitaan, berupa video, opini dan analisisnya tentang Timur Tengah and sekitarnya.
“Mereka tidak hanya melanggar kebebasan berbicara kami, tetapi mereka juga terlibat dalam upaya Israel untuk melindungi dunia dari realitas pendudukan,” kata jurnalis lepas Imad Jibreen.
Itu diketahui setelah lusinan orang Palestina masuk ke akun Facebook mereka pada 4 Mei lalu, hanya untuk mengetahui halaman mereka tidak lagi aktif.
Dalam kurun waktu satu hari, lebih dari 50 jurnalis dan aktivis Palestina dihapus halaman profilnya oleh Facebook, bersama dengan pemberitahuan yang mengatakan halaman mereka telah dinonaktifkan karena “tidak mengikuti Standar Komunitas kami.”
“Kami telah meninjau keputusan ini dan itu tidak dapat dibatalkan,” lanjut pesan itu, mendorong pengguna untuk membaca lebih lanjut tentang Standar Komunitas Facebook.
“Apa pun yang saya posting berisiko diturunkan. Jika saya memposting video serangan pemukim terhadap petani, atau bentrokan dengan tentara Israel, video itu akan dihapus,” begitu kata Samer Khweira, reporter di stasiun radio Al-Haya.
“Mereka tidak memberikan alasan khusus, seperti postingan atau foto misalnya, yang melanggar pedoman mereka,” ujar Imad Jibreen, 40 tahun, seorang jurnalis lepas dari desa Tuqu di Tepi Barat yang diduduki Israel kepada Middle East Eye. (https://www.middleeasteye.net/news/facebook-deactivates-accounts-dozens-palestinian-journalists-and-activists)
“Mereka baru saja menghapus halaman kami dan mengatakan tidak ada yang bisa kami lakukan untuk mengubahnya,” sambungnya lagi.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Middle East Eye, Jibreen adalah salah satu dari setidaknya 52 warga Palestina yang terkena dampak penyisiran penonaktifan, meskipun jumlah itu diperkirakan akan meningkat karena semakin banyak yang melaporkan penonaktifan akun mereka.
“Saya memiliki tiga halaman Facebook yang berbeda: dua akun kerja resmi dalam bahasa Arab dan Inggris, dan satu akun pribadi. Semuanya dihapus,” kata Jibreen kepada MEE sembari menambahkan bahwa sejumlah teman dan kolega termasuk di antara orang-orang yang akunnya dihapus tiba-tiba.
Facebook tidak menanggapi permintaan komentar dari MEE tentang masalah tersebut.
“Saya merasa frustrasi dan kesal,” kata Jibreen kepada MEE. Ia juga bilang bahwa Facebook adalah salah satu platform media sosial utama yang dia gunakan untuk pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Kata dia, “Semua kontak dan jaringan saya: teman, keluarga, dan kontak kerja, semuanya hilang sekarang. Dan saya tidak tahu mengapa.”
Atas Permintaan Pemerintah Israel
Warga Palestina sudah tidak asing lagi dengan penyensoran di media sosial, khususnya di Facebook.
Selama bertahun-tahun, Facebook telah menonaktifkan akun-akun orang Palestina dengan koordinasi dengan pemerintah Israel dan badan keamanan, dengan dalih mencegah “hasutan” Palestina di platformnya.
Praktik tersebut dimulai pada 2016 setelah gelombang serangan skala kecil terhadap tentara Israel di seluruh wilayah pendudukan. Israel berpendapat pada saat itu bahwa penyerang “lone wolf” menebar hasutan untuk melakukan kekerasan di media sosial.
Laporan pada saat itu menunjukkan bahwa Facebook memenuhi sekitar 95 persen permintaan yang diajukan oleh pemerintah Israel untuk menghapus akun warga sipil Palestina – mayoritas dari mereka membaca berita dan mendapatkan informasi mereka dari platform media sosial seperti Facebook.
Kolaborasi Facebook dengan pemerintah Israel, yang terus berlanjut hingga hari ini, telah menuai kecaman luas selama bertahun-tahun dari kelompok-kelompok hak asasi , yang mengatakan praktik tersebut adalah “menunjukkan komitmennya terhadap pemerintah Israel untuk membungkam konten yang berkaitan dengan solidaritas Palestina atau kritik terhadap Israel.”
“Ini bukan pertama kalinya saya dan kolega saya memiliki masalah dengan Facebook,” kata Jibreen kepada MEE yang mengakui postingannya sering dihapus oleh situs tersebut.
“Apakah saya membagikan video saya sendiri atau postingan asli, atau bahkan hanya membagikan sesuatu yang telah dipublikasikan secara luas di Facebook, mereka akan menghapus postingan saya. Apa pun yang memiliki kata ‘martir’ di dalamnya, atau bahkan frasa ‘istirahat dalam damai’, itu akan dihapus,” sebutnya.
Menutup Telinga Dunia dari Realitas Pendudukan’
Samer Khweira, 39 tahun, reporter stasiun radio Al-Haya di Nablus yang juga akunnya dihapus, mengatakan bahwa dia telah mengalami masalah dengan Facebook selama bertahun-tahun.
“Semua yang saya posting berisiko diturunkan. Jika saya memposting video serangan pemukim terhadap petani, atau bentrokan dengan tentara Israel, itu akan dihapus,” kata Khweira.
Bahkan postingan sederhana yang mengumumkan berita bahwa seorang Palestina telah dibunuh oleh pasukan Israel akan dihapus dari halamannya karena melanggar “Standar Komunitas.”
“Kami yakin bahwa penonaktifan semua akun kami dilakukan atas permintaan pemerintah Israel,” sambung Jibreen.
“Israel tidak ingin orang, terutama komunitas internasional, melihat apa yang terjadi di lapangan di Palestina,” lanjutnya.
“Dengan menyensor jurnalis dan aktivis Palestina, mereka tidak hanya melanggar kebebasan berbicara kami, tetapi mereka juga terlibat dalam upaya Israel untuk melindungi dunia dari realitas pendudukan.” Demikian kata mereka. ***