Pada 12 Agustus 2017, dunia kemaritiman internasional diterpa kabar duka nan mengejutkan. Peristiwa itu dianggap menjadi salah satu kecelakaan paling naas dalam sejarah pelayaran militer.

Sebuah kapal bertenaga nuklir milik Rusia karam di Laut Barents. Amat tragis, seluruh awak — berjumlah 118 orang– yang ada di dalamnya tewas. Demikian dilansir History.com.

Kursk, kapal selam yang tenggelam itu, mengangkat sauh dari Rusia pada 10 Agustus untuk sebuah latihan simulasi militer di Laut Barents, dekat Lingkar Arktika.

Di sana, kapal selam sepanjang 152 meter itu bergabung bersama sejumlah alutsista Negeri Beruang Merah lain.

Tanggal 12 Agustus, ketika tiba di Laut Barents, kapal selam bermesin reaktor nuklir itu dijadwalkan melakukan latihan menembak torpedo tepat pada pukul 11.29 waktu setempat.

Namun, saat Kursk tengah bersiap untuk meluncurkan misil, dua ledakan dalam jarak waktu yang berdekatan terjadi di lambung kapal selam itu.

Akibatnya, terbentuklah lubang besar menganga di bagian paling krusial kapal. Alhasil, dalam waktu singkat, Kursk karam bersama seluruh awaknya.

Pada saat itu, tak ada armada Rusia di Laut Barents yang mengetahui nasib Kursk. Sementara, simulasi perang pun tetap terlaksana.

Setelah beberapa hari, barulah kabar karamnya kapal selam itu sampai ke telinga Moskow dan dunia.

Mendengar bencana itu, komunitas internasional menawarkan bantuan untuk menyelamatkan awak yang mungkin selamat. Namun, Moskow menolak tawaran tersebut.

Seminggu setelah karam, akhirnya misi penyelamatan pun dilakukan oleh Rusia pada 19 Agustus 2000.

Saat tim penyelam tiba di dasar laut lokasi karamnya Kursk, mereka dikejutkan dengan fakta mengerikan. Tak ada satu-pun orang yang selamat dan jenazah korban sulit untuk ditemukan.

Komunitas internasional pun lantas menekan Presiden Rusia kala itu, Vladimir Putin, untuk mengangkat bangkai Kursk dari dasar Laut Barents. Tujuannya agar investigasi dapat dilakukan demi mengetahui sebab tenggelamnya kapal tersebut.

Putin pun mengiyakan tuntutan internasional. Ia menyetujui dana senilai US$ 100 juta untuk mengangkat kapal selam itu dari dasar Laut Barents.

Operasi yang terlaksana pada 26 September 2001 itu juga menjadi misi paling bersejarah dalam dunia kemaritiman. Mengingat sebelumnya, tak pernah ada benda yang diangkat dari dasar laut sebesar Kursk.

Sayangnya, hanya separuh badan kapal yang mampu diangkat, menyisakan separuhnya — yang sesungguhnya mengandung bukti paling vital — tetap tenggelam di Laut Barents.

Akhirnya, hingga kini, penyebab detail dari karamnya Kursk dan misteri ledakan di lambung kapal, masih menjadi misteri.

Akan tetapi, sejumlah pegiat konspirasi menawarkan beberapa teori.

Media Der Spiegel, Berliner Zeitung, dan Sunday Times menduga bahwa Kursk tenggelam akibat ‘friendly fire’ misil dari Pyotr Velikiy, alutsista maritim lain milik Rusia.

Sehingga diduga, lambannya Rusia dalam merespons tenggelamnya kapal selam itu adalah sebuah tindakan yang disengaja dan ditujukan untuk menutupi fakta.

Sebagian media lain menyebut bahwa Kursk disabotase oleh militan Chechen. Dan yang lain menduga bahwa kapal itu ditembak oleh kapal Amerika Serikat USS Memphis. Benar tidaknya teori itu, hingga kini tak mampu dipastikan kebenarannya.

Peristiwa itu kemudian diangkat ke dalam film layar lebar berjudul Kurks. Film ini tayang pada 2018 di bawah arahan sutradara Thomas Vintergerg. Kisahnya berpusat pada perjuangan kru penyintas yang mencoba bertahan hidup di tengah laut dan upaya pihak militer melakukan misi penyelamatan.

Di film itu, kisahnya bermula ketika kapal selam militer K-141 Kurks akan memulai pelayaran menuju laut Barents.

Letnan Mikhail Averin (Matthias Scoenaerts) ditugaskan menjadi kepala unit turbin kompartemen 7. Kapal Kurks ini akan mengikuti latihan militer bersama 30 kapal perang Rusia lainnya.

Namun belum sampai tujuan, kapal selam tercanggih itu mengalami masalah teknis. Dua teknisi bernama Anton Markov (August Diehl) dan Pavel Sonin (Mathias Schweighofer) melaporkan pada Kapten Shirokov (Martin Brambach) atas soal itu. Sayang, masalah belum pula diatasi ledakan pun terjadi, kapal jatuh ke dasar laut dan banyak anggota kru yang tewas.

Dari total 118, dikisahkan di film itu, hanya tersisa 23 kru yang selamat. Mereka bertahan di salah satu kompartemen yang masih layak ditinggali. Para kru penyintas ini bertahan dari dinginnya air laut dengan persediaaan oksigen yang semakin menipis sembari menunggu datangnya tim penyelamat.

Di sisi lain, kegaduhan terjadi di antara keluarga korban yang menuntut pemerintah bergerak cepat menemukan kapal yang karam. Sementara tim penyelamat sendiri justru bergerak lamban dan pemerintah Rusia juga menolak bantuan dari negara lain. Tak kunjung ditemukan, kondisi para kru penyintas semakin memprihatinkan. Bahkan korban tewas bertambah satu orang saat generator oksigen tak sengaja meledak.

Lambannya penyelamatan ini yang mengakibatkan meninggal seluruh kru kapal selam itu.

Anda ingin menonton film ini? Saya punya satu salinannya. ***