Wajah Samsurizal Tombolotutu, Bupati Parigi Moutong berkerut. Ia tampak tak senang. Mantan Perwira TNI Angkatan Darat ini kalah dalam sengketa dengan PT. Sarana Transnaker. PTST adalah Perusahaan Perkebunan Sawit yang mendapat Izin Usaha Perkebunan di lahan seluas 38.241 hektare pada 2011. Lahannya meliputi wilayah Kecamatan Kasimbar, Tinombo Selatan dan Tinombo.
Pada 10 September 2014, Pengadilan Tata Usaha Negara Palu memenangkan PT Sarana Transnaker. PTUN Palu menganggap keputusan Bupati Parigi Moutong mencabut IUP PTST bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan asas-asas pemerintahan yang baik.
Begitu intisari dokumen keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara Palu Nomor 03/G/2014/PTUN.PL tertanggal 10 September 2014 setebal 126 halaman ini.
Ini bermula saat PTST menggugat Bupati Parigi Moutong karena pemerintah setempat mencabut sebagian lahan dari IUP sawit Sarana Transnaker. Kemudian diberikan kepada PT Rimbun Hijau Lestari seluas 19.969 hektare. Itu termaktub dalam Surat Keputusan Bupati Parigi Moutong Nomor: 503.45/23.48/Dishutbun tanggal 23 Januari 2014.
Pemberian izin itu dilakukan hanya berselang sekitar satu bulan setelah Bupati Parigi Moutong mencabut IUP milik PTST pada 20 Desember 2013.
PTST mendapat IUP kelapa sawit di Kecamatan Kasimbar, Tinombo Selatan dan Tinombo. Dalam persidangan terungkap, Pemerintah Kabupaten Parigi Moutong mencabut sebagian dari luas lahan yang ada dengan dalih PTST tidak serius dalam melakukan aktivitas perkebunan.
Namun ternyata di lahan itu, perusahaan yang juga punya cabang di Cirebon, Jawa Barat ini telah menanam seluas kurang lebih 500 hektare. Lalu sedang persiapan penanaman lagi 25 ribu pohon kala itu. Mereka menanam sawit per spot dengan sistem kemitraan.
Di Palu, perusahaan perkebunan sawit ini digawangi oleh Hi. Tjabani. Lelaki Bugis ini adalah Ketua Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Tengah.
Mantan Manajer Pembibitan PTST, Rustam Makalama mengakui setelah pencabutan itu, Perusahaan ini seperti mati angin lalu tak lagi meneruskan operasinya.
Adapun PTRHL setelah mendapat IUP di atas lahan seluas 19.969 hektare tak jua terdengar kabar beritanya. Upaya melacak keberadaan perusahaan ini juga tak membuahkan hasil. Ditilik dari namanya, PTRHL ini bisa jadi adalah anak perusahaan Salim Group. Mereka punya Bimoli sebagai merek minyak goreng produksinya.
Belakangan, lahan-lahan yang dulu sedianya akan ditanami sawit sebagian besar masuk dalam wilayah izin usaha pertambangan PT. Trio Kencana.
Pertambangan emas itu telah mendapat Izin Usaha Pertambangan dengan Nomor: IUP540/426/IUP-OP/DPMPTSP/2020 untuk Operasi Produksi. IUP dikeluarkan pada 28 Agustus 2020 dan baru akan berakhir pada 28 Agustus 2040.
Operasionalisasi perusahaan ini berada pada luasan areal 15,725 Hektare Kecamatan Toribulu, Kecamatan Kasimbar dan Kecamatan Tinombo Selatan, Parigi Moutong. Adapun saat ini yang menjadi prioritas pertambangan mereka mencakup areal seluas 3.000 hektare.
Dari sumber jafarbuaisme.com diketahui saham perusahaan yang memiliki Kantor Pusat di Jl. KH. Wahid Hasyim No.84-86, RT.15/RW.3, Kb. Sirih, Kec. Menteng, Kota Jakarta Pusat juga di Palu dan Parigi ini dimiliki oleh pengusaha asal Kalimantan, H. Surianto dan Goan Umbas, pengusaha WNI Keturunan di Parigi. Surianto memiliki saham sebesar 70 persen dan Goan memegang saham sebesar 30 persen. Surianto sendiri mengklaim sebagai pendiri PT. Trio Kencana.
Nama Kencana melekat erat pada Goan Umbas yang punya perusahaan dan toko bernama Nila Kencana. Ia adalah salah seorang pengusaha tersohor di Parigi. Diketahui ia memiliki banyak bidang usaha selain pertambangan. Pernah pula terlibat pada pembiayaan kampanye-kampanye politik calon kepala daerah di Kabupaten Parigi Moutong dan Provinsi Sulawesi Tengah.
Adapun H. Surianto adalah seorang pengusaha pertambangan batu bara dan nikel yang sukses di Kalimantan Selatan. Pada 2014 – 2019, ia tercatat sebagai anggota DPRD Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Pria yang akrab disapa Haji Anto ini lahir di Desa Simpo, Baranti, Sidrap, Sulawesi Selatan. Ia merantau ke Kalimantan dan kemudian berhasil.
Di laman resmi perusahaan pertambangan ini, terlihat susunan direksinya. H. Surianto duduk sebagai Presiden Komisaris, Goan Umbas sebagai Komisaris, lalu Hi. Syahrussiam duduk sebagai Presiden Direktur, dan Rendy Umbas sebagai Direktur.
Sepertinya ketiga perusahaan tak kuat berhadapan dengan tuah tanah di wilayah ini. Satu perusahaan terhalang kuasa, satu perusahaan layu sebelum berkembang dan satu perusahaan diamuk massa sebelum beroperasi. Soal tumpang tindih izin di lahan yang sama pun jadi masalah.
Sungguh, tanah-tanah di sepanjang pesisir utara Parigi Moutong begitu gurih. Seperti makanan yang diperebutkan banyak kuasa pemodal. Sayangnya, belum kunjung membawa kemanfaatan bagi orang banyak, sudah tak lagi terdengar kabarnya. ***