Sebelum Malucca hadir, pada awal 2000-an di Sulawesi Selatan, orang ramai disuguhkan hiburan yang bernuansa erotis. Hiburan ini hadir di hampir semua pesta perkawinan atau hajatan lainnya. Hiburan ini dikenal sebagai candolengdoleng. Diiringi musik dangdut, para penyanyi menyanyi dengan busana agak minim. Ini umum kita temui di kawasan Ajatappareng (Barru, Parepare, Pinrang, Sidrap, Enrekang, Wajo, dan Soppeng).

Mengutip Okezone.com, para penampil candoleng-doleng menyanyi sembari diiring ‘house music dangdut’. Lalu tiga orang penyanyi perempuan meliuk-liuk di atas panggung. Namun ada yang aneh, jarang sekali dari mulut mereka terdengar nyanyian. Di tengah pementasan, mereka justru lebih sering mengumbar desahan-desahan, seolah seperti sedang berhubungan intim.

Semakin lama goyangan mereka semakin “hot”. Mereka berjoget-joget sambil membuka pakaian yang sebenarnya sudah terbilang minim itu. Menit-menit berikutnya adegan demi adegan panas mereka suguhkan. Padahal, yang menyaksikannya tak cuma orang dewasa, tapi juga anak-anak.

Hutomo Hadi Putra, mahasiswa Jurusan Antropologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Hasanuddin membuat candolengdoleng sebagai bahan skripsinya untuk menjadi sarjana. Judul skripsinya; Candoleng–doleng: Musik Rakyat yang Erotis. Pada 2017 itu, ia meneliti di Kabupaten Barru.

BACA INI JUGA:  Ditanya Soal Harun Masiku, Firli Bahuri Malah Balik Tanya, Warganet: Bapak Ketua KPK Apa Dosen Skripsi?

Dalam abstraksi hasil penelitiannya, ia menulis bahwa biduan Saweran Candoleng-doleng adalah
perempuan Bugis yang berasal dari Barru. Ada yang berstatus sebagai janda dan ada pula yang masih gadis. Motivasi mereka menjandi biduan erotis ini adalah kebutuhan ekonomi.

Hutomo Hadi Putra mencatat bahwa saat itu, pertunjukan musik organ tunggal dewasa ini semakin diminati dan mulai menjamur hingga ke pelosok desa. Kesyahduan biduannya, hingga tariannya yang erotis menyihir orang ramai.

Seiiring waktu candoleng-doleng pupus. Apalagi banyak kasus di mana penampilan mereka dibubarkan Polisi. Tokoh agama pun sudah bereaksi setelah melihat sendiri penampilan mereka.

Sekarang, fenomena serupa muncul lagi. Terus bertumbuh, meski kerap dibubarkan polisi. Namanya Malucca. Ini merujuk pada grup musik yang terdiri dari para perempuan muda yang menyanyi dan bergoyang dengan memakai kaus dan celana pendek yang memperlihatkan paha mereka.

Mereka selalu tampil seksi, meskipun belum seperti penampilan penari candoleng-doleng saat itu. Malucca berasal Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan. Malucca lebih meniru gaya boy band atau girl band Korea yang menyanyi dengan koreografi yang sudah mereka latih sebelumnya. Mereka tak ubahnya membawa ruang disco di pub atau klub malam ke ruang publik.

BACA INI JUGA:  Brigjen TNI Dody Triwinarto Sebut 3 Mantan Danrem 132/Tadulako jadi Pimpinan TNI, Siapa Saja?

Baru-baru ini, pertunjukkan Malucca dibubarkan aparat Kepolisian Sektor Paleteang, Polres Pinrang. Mereka dibubarkan saat unjuk tampil di Jalan Andi Makkasau, Kecamatan Paleteang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan. Mereka tampil di sana atas undangan seorang warga yang tengah menggelar resepsi pernikahan.

Aparat Kepolisian berdalih bahwa penampilan mereka menimbulkan kemacetan di poros Pinrang-Sidrap dan bisa memancing keributan.

Tak cuma sekali Malucca berurusan dengan Polisi. Saat tampil di Kampung Tebbangenge, Kelurahan Marang, Kecamatan Marang, Kabupaten Pangkajene Kepulauan mereka diimbau bisa menjaga keamanan dan ketertiban. Polisi juga meminta kepada penyanyi untuk tak menampilkan pornoaksi.

Meski tak sempat dibubarkan, penampilan kelompok Malucca ini dijaga ketat oleh aparat kepolisian.

Sebenarnya, di Indonesia ini bukanlah hal baru. di Jawa Tengah, dalam sebuah tesis yang ditulis Indah Nur Cahyani dari Universitas Negeri Semarang, ada Tari Gondorio dalam Kesenian Reog Gondorio. Ini juga dikategorikan sebagai tari erotis yang ditampilkan saat bersih desa, pesta pernikahan bahkan sunatan.

BACA INI JUGA:  Memilih Nama yang Menyentuh Hati

Tari Gondorio ditampilkan oleh penari laki-laki dan perempuan di mana penari perempuan lebih banyak digendong oleh penari laki-laki. Selain itu terdapat pula bentuk saweran dengan cara menerima menggunakan mulut. Bentuk saweran ini sering dimanfaatkan oleh penonton untuk mencari kesempatan agar bisa berciuman dengan penari perempuan.

Tradisi tarian erotis ini sudah ada sejak lama. Tentu janganlah kaget bila muncul Dangdut Koplo. Di mana para penyanyi dangdut yang selalu tampil di kampung-kampung di Jawa itu lebih mengandalkan tubuhnya daripada suaranya. Para penyanyi perempuan tampil menyanyi dengan dada terbuka dengan ujung blouse yang nyaris segaris dengan celana dalam. Cobalah tonton sendiri gaya Nia Khanza atau Desi Tata, dua di antara penyanyi dangdut yang membuat dangdut koplo makin sohor.

Kita pun masih ingat Goyang Ngebor Inul Daratista, atau gaya menyanyi sambil menari yang dipertontokan Dewi Persik. Dan mereka begitu popular.

Jadi, akhirnya kita tinggal bisa bilang; Selamat datang dunia erotisme. Tak cuma di film, tapi juga di dunia tarik suara dan tari. ***

Ikuti jafarbuaisme.com di Google News.