Juliana De Souza Pereira Marins (27), wisatawan asal Brasil, mungkin tak pernah menyangka perjalanan mendaki Gunung Rinjani akan menjadi kisah terakhir dalam hidupnya.

Ia datang seperti ribuan pendaki lainnya—untuk menaklukkan puncak megah di Nusa Tenggara Barat, mengabadikan momen di ketinggian, dan kembali dengan kisah tentang keindahan alam Indonesia. Tapi kisah Juliana justru berakhir tragis: tubuhnya ditemukan tak bernyawa setelah tiga hari hilang, tersangkut di tebing curam yang mengarah ke Danau Segara Anak.

Kronologi kejadian yang menimpa Juliana Marins bukan cuma menyita perhatian publik dalam negeri, tapi juga media Brasil. Lambatnya proses evakuasi dan ganasnya medan Rinjani menjadi sorotan dunia.

Berikut detik-detik penyelamatan yang berlangsung dramatis dan menegangkan.


Sabtu Pagi, 21 Juni 2025: Juliana Marins Hilang

Juliana Marins mendaki bersama enam rekannya dan satu pemandu lokal via jalur Sembalun. Sekitar pukul 03.00 WITA, mereka tiba di titik Cemara Nunggal. Di sinilah Juliana merasa lelah dan memutuskan beristirahat. Ia ditinggalkan sendirian, sementara rombongan melanjutkan perjalanan ke puncak.

Tapi saat pemandu kembali, Juliana sudah tak ada. Dari atas, terlihat kilatan cahaya senter di dasar jurang—dugaan pertama bahwa Juliana mungkin jatuh.

Laporan hilangnya Juliana diterima sekitar pukul 06.30 WITA.


Sabtu Siang: 48 Tim SAR Dikerahkan

Respons cepat datang dari Balai TNGR, Basarnas, Polsek Sembalun, EMHC, hingga SAR Lombok Timur. Total 48 personel langsung menuju Pos 4, mendekati lokasi dugaan jatuhnya Juliana.

Namun, medan ekstrem dan cuaca tak bersahabat menjadi hambatan utama. Saat itu, korban masih sempat terdengar minta tolong. Harapan masih ada.


Sabtu Malam: Korban Belum Terlihat

Kabut tebal membuat jarak pandang nyaris nihil. Hingga malam, tim SAR belum menemukan Juliana Marins.

“Cuaca berkabut, medan terjal, tim belum berhasil,” ujar Juru Bicara SAR Mataram, I Gusti Lanang Wiswananda.


Minggu, 22 Juni: Posisi Semakin Dalam

Tim rescue menurunkan tali hingga 300 meter. Namun Juliana Marins tak merespons. Drone thermal juga gagal mendeteksi karena kabut. Kepala BTNGR, Yarman, menyebut korban kemungkinan tergelincir lebih dalam.

Pencarian pun kembali gagal.


Senin, 23 Juni: Terlihat, Tapi Sulit Dijangkau

Akhirnya, drone thermal mendeteksi tubuh Juliana Marins tersangkut di tebing batu sedalam 500 meter. Ia tampak tidak bergerak.

Namun, dua overhang besar membuat pemasangan anchor tak memungkinkan. Tim harus memanjat manual. Cuaca tetap buruk. Tim evakuasi ditarik demi keselamatan.


Selasa, 24 Juni: Ditemukan Tak Bernyawa

Helikopter milik PT AMNT dikerahkan, namun lagi-lagi gagal karena kabut.

Pada pukul 18.00 WITA, penyelamat Basarnas, Hafid Hasadi, berhasil menjangkau tubuh Juliana di kedalaman 600 meter. Pemeriksaan dilakukan, tapi Juliana sudah tak bernyawa.

Evakuasi dilakukan manual, dengan tiga personel turun membawa kantong jenazah. Malam itu, tujuh penyelamat bermalam di tebing dengan sistem flying camp.


Rabu, 25 Juni: Juliana Marins Diangkat dari Perut Rinjani

Pukul 06.00 WITA, evakuasi jenazah dimulai. Juliana Marins diangkat secara vertikal, kemudian ditandu menuju Posko Sembalun.

“Setelah diangkat, jenazah dibawa ke Posko lalu diterbangkan ke RS Bhayangkara Polda NTB,” kata Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Mohammad Syafi’i.

Seluruh proses ini menutup lembar tragis petualangan Juliana Marins di Rinjani. Ia datang membawa semangat petualang, pulang sebagai kisah duka mendalam—tentang betapa alam bisa menakjubkan, sekaligus mematikan. ***