https://youtu.be/snc-X9pR2pk

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat sebanyak 28 jurnalis mengalami kekerasan saat sedang melakukan peliputan aksi penolakan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020). Data itu dihimpun AJI dari 38 kota di Indonesia, terbanyak terjadi di Jakarta.

“Dilihat dari wilayahnya, kasus kekerasan paling banyak terjadi di Jakarta ada delapan kasus,” kata Ketua Bidang Advokasi AJI, Sasmito Madrim dalam konferensi pers virtual, Sabtu (10/10/2020) seperti dilansir CNNIndonesia.com.

Kasus kekerasan pada jurnalis saat liputan Omnibus Law Cipta Kerja lainnya terjadi di Kota Surabaya dengan enam kasus, Samarinda enam kasus, lalu Semarang dan Palu masing-masing tiga kasus.

Sasmito menyebut semua kasus kekerasan tersebut dilakukan oleh pihak kepolisian. Hal ini tidak beda jauh dengan catatan AJI dari aksi protes serupa yang terjadi November lalu.

Di Palu, Sulawesi Tengah aparat Kepolisian memukul 2 orang wartawan dan 1 wartawati ketika kericuhan kedua terjadi di depan Gedung DPRD Sulteng, Kamis (8/10/2020) sekitar pukul 16.00 Wita.

Saat terjadi kericuhan, aparat Kepolisian mengejar massa aksi, termasuk wartawan yang tengah meliput.

Padahal, ketiga jurnalis yang mengalami pemukulan itu, sudah mengaku sebagai jurnalis dan menunjukkan id card sebagai identitas.

Namun, oknum aparat Kepolisian memerintahkan ketiganya menunduk dan langsung melakukan pemukulan.

Salah seorang korban, Alsih Marselina, wartawati media online mendapat pukulan di wajah yang mengakibatkan memar dan menimbulkan luka di bagian pipi kiri.

Sementara Adhy Rifaldy yang juga wartawan media online di Palu mendapat pukulan di bahu bagian belakang.

Sedangkan Windy, juga wartawan media online terkena lemparan batu dari arah aparat Kepolisian yang tengah berjaga. Selain dari wartawan profesional, Sasmito mengungkapkan korban kekerasan juga dialami oleh jurnalis kampus.

“Ada juga enam pers kampus yang ditahan di beberapa kota. Ada di Surabaya dua kasus, Bandung ada satu, dan di Jakarta ada tiga,” ujarnya.

AJI berharap agar pelaporan kekerasan pada jurnalis yang terjadi pada peliputan tersebut dapat diselesaikan sesuai Undang-Undang (UU) Pers yg berlaku, berdasar pasal 18 UU No 40 tahun 1998 tentang Pers.

Ayat 1 dalam pasal tersebut berbunyi “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang menghambat atau menghalangi pelaksanaan peliputan dipidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak 500 juta rupiah.” ***