Oleh: Jafar G Bua*
Instruksi Panglima TNI untuk kembali menggunakan istilah Organisasi Papua Merdeka (OPM) sebagai ganti dari istilah sebelumnya, yaitu Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) atau Kelompok Separatis Teroris (KST), menunjukkan pergeseran dalam narasi, pendekatan dan strategi TNI terhadap konflik di Papua.
Dalam telaahan ini, TNI dapat pula dibaca sebagai Negara. Sebab Panglima TNI tak mungkin serta merta mengeluarkan instruksi tanpa mendengarkan pertimbangan dari Presiden.
Dari kaca mata awam, perubahan penyebutan kelompok yang akhir-akhir ini kian menggiatkan serangannya pada ‘asset' Indonesia memperlihatkan ‘sikap lunak' atau pengakuan negara pada kelompok itu.
Namun, bila menggunakan cara pandang yang lebih menyeluruh, penggunaan istilah Organisasi Papua Merdeka ini dapat kita telisik dari variabel berikut ini;
Perubahan Strategi Komunikasi: Penggunaan kembali istilah OPM menunjukkan perubahan strategi komunikasi yang diadopsi oleh TNI dalam menghadapi konflik di Papua. Dengan kembali menggunakan istilah yang lebih lama dikenal, TNI bisa jadi mencoba untuk mengembalikan pemahaman konflik tersebut ke akar sejarahnya dan merangkul kerangka kerja politik yang lebih luas dalam menangani masalah tersebut.
Pengakuan Politik pada OPM: Kita semua tak berharap kasus lepasnya Timor Timur yang kemudian berubah menjadi Timor Leste akan ada jilid duanya. Namun, dapat dilihat perubahan istilah ini menjadi semacam pengakuan terhadap persoalan politik yang melingkupi keberadaan kelompok itu. Pemilihan kembali istilah OPM dapat dianggap sebagai pengakuan dari negara terhadap aspek politik yang melingkupi konflik di Papua. Dengan mengakui OPM, negara bisa jadi berusaha untuk menangani konflik dengan mempertimbangkan faktor politik dan aspirasi kemerdekaan yang diperjuangkan oleh kelompok tersebut.
Nah, mengingat Indonesia pernah mengalami satu fase sejarah terlepasnya Timor Timur, maka tentu saja ini akan ditangani lebih hati-hati.
Respon atas Tekanan Internasional: Faktor eksternal tentu juga berpengaruh. Ini bisa dibaca sebagai respon terhadap tekanan internasional kepada negara kita terkait dengan penanganan konflik di Papua. Dengan menggunakan istilah yang lebih netral seperti OPM daripada KKB atau KST, TNI berusaha untuk mengurangi kekhawatiran atau kritik dari pihak internasional terhadap penanganan konflik di Papua.
Ini juga menunjukkan dengan jelas kepada dunia, bahwa kelompok yang berada di Papua adalah kelompok perjuangan bersenjata yang menginginkan kemerdekaan dan merongrong negara. Dalam praktiknya, tak ada satu pun negara di dunia yang akan menolerir upaya pemberontakan macam itu. Dan tentu saja, ini harus dilawan, baik di meja diplomasi maupun medan perang.
Potensi Dampak Terhadap Persepsi Publik: Pergeseran dalam penggunaan istilah dapat mempengaruhi persepsi publik tentang konflik di Papua. Dengan mengidentifikasi lawan sebagai OPM, TNI mungkin berharap untuk memperoleh dukungan lebih luas dari masyarakat Indonesia dengan mengaitkan konflik dengan agenda kemerdekaan yang dianggap sensitif. Sepanjang sejarah Indonesia, makar adalah aksi kontranegara yang selalu diselesaikan dengan jalan bersenjata dengan dukungan dari publik, sebab sedikit banyak pergolakan serupa itu akan menyulitkan kehidupan mereka. Itulah mengapa dukungan dari publik secara luas akan menjadi legitimasi kuat bagi TNI dalam mengambil tindakan kepada OPM.
Lalu, apakah hal-hal tersebut kemungkinan akan mengubah strategi TNI dalam menyelesaikan persoalan Papua? Ini bisa dipastikan, meskipun ada perubahan dalam istilah yang digunakan, hal ini tidak mengubah strategi militer TNI dalam menangani konflik di Papua. TNI kemungkinan besar akan tetap melanjutkan operasi militer dan keamanan lebih masif yang bertujuan untuk menekan aktivitas kelompok bersenjata di wilayah tersebut.
Simpulan telaahan ini adalah instruksi untuk menggunakan kembali istilah “Organisasi Papua Merdeka” oleh Panglima TNI menandai pergeseran dalam pendekatan komunikasi terhadap konflik di Papua, yang mencerminkan usaha untuk menangani masalah tersebut dengan mempertimbangkan aspek politik dan internasional serta meraih dukungan masyarakat yang lebih luas. Namun, dampak langsung terhadap dinamika konflik di lapangan dan strategi militer TNI masih perlu diamati lebih lanjut. ***
- Penulis adalah Fellow Indonesia Broadcasting Journalist Program, Scripps School of Journalism, Ohio University, Athens, Amerika Serikat 2007, Fellow Asia Journalism Fellowship, Lee Kuan Yew School of Public Policy, Institute of Policy Studies, National University of Singapore, Singapura, 2019, dan Penulis Buku.