Sidang gugatan pemberian pangkat Jenderal Kehormatan oleh Presiden Jokowi kepada Prabowo Subianto akhirnya ditunda karena Prabowo tidak hadir dalam sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.

Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (), Jane Rosalina, yang mewakili pihak penggugat, menyatakan bahwa majelis hakim memutuskan menunda persidangan.

“Pihak intervensi, , yang seharusnya hadir hari ini, tidak datang ke persidangan,” ujar Jane usai sidang di PTUN Jakarta, Kamis (20/6/2024).

Selain Prabowo, pihak sebagai tergugat juga absen dalam persidangan tersebut.

“Presiden belum memberikan kuasa kepada jaksa pengacara negara,” katanya seperti dilansir Antara.

Jane menjelaskan bahwa majelis hakim PTUN pada persidangan tanggal 12 Juni 2024 telah memanggil Prabowo, sesuai dengan Pasal 83 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

“Prabowo Subianto adalah pihak yang memiliki kepentingan terkait sengketa ini,” ujarnya.

Perkara tersebut teregistrasi dengan nomor 186/G/2024/PTUN.JKT. Penggugat adalah KontraS, Inisiatif Masyarakat Partisipatif untuk Transisi Berkeadilan (IMPARSIAL), serta keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998.

Objek gugatan tersebut adalah Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 13/TNI/Tahun 2024. Oleh karenanya, kehadiran Prabowo penting karena terkait dengan objek yang digugat.

“Prabowo Subianto dipanggil untuk memberikan keterangan terkait pengaruh dan kepentingannya terhadap objek gugatan ini ke depannya,” jelas Jane.

“Jika gugatan ini dikabulkan, pangkat Prabowo Subianto akan dicabut atau dinyatakan tidak sah.”

Jane menjelaskan bahwa Keppres pemberian pangkat kehormatan kepada Prabowo tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan.

“Undang-undang itu tidak mengatur pemberian pangkat kehormatan berupa jenderal bintang empat,” kata Jane.

Selain itu, pemberian pangkat kehormatan kepada Prabowo yang merupakan purnawirawan juga dinilai tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

“Undang-Undang TNI dan peraturan administrasi prajurit hanya memberikan pangkat kepada prajurit aktif atau yang akan pensiun dalam satu hingga tiga bulan,” tegas Jane.

Sebelumnya diberitakan gugatan pemberian pangkat Jenderal Kehormatan oleh Presiden Jokowi ini diajukan oleh Paian Siahaan, ayah Ucok Munandar Siahaan, mahasiswa yang hilang dalam tragedi penghilangan paksa 1997-1998. Ia menggugat Presiden Jokowi ke PTUN Jakarta terkait penganugerahan pangkat Jenderal TNI Kehormatan Bintang Empat kepada Prabowo Subianto, yang tertuang dalam Keppres Nomor 13/TNI/2024.

Ia menyatakan kekecewaannya terhadap Jokowi, yang dianggap tidak menepati janji untuk menindak pelanggaran HAM masa lalu, namun malah memberikan pangkat kehormatan kepada Prabowo.

Pada tahun 1998, Prabowo diberhentikan secara hormat dari ABRI melalui Keppres Nomor: 62/ABRI/1998 tentang pemberhentian Letjen Prabowo Subianto, yang dikaitkan dengan penculikan aktivis prodemokrasi oleh .

“Yang kami permasalahkan, sudah diberhentikan (dari Letjen) kok diberikan penghargaan lagi,” kata Paian di PTUN Jakarta, Kamis, 20 Juni 2024.

Ia menambahkan bahwa kemurahan hati Jokowi kepada Prabowo tidak memiliki dasar dan tidak masuk akal, serta menyakiti hati keluarga korban pelanggaran HAM.

“Komnas HAM juga menganggap Prabowo sebagai salah satu terduga pelaku,” ujarnya.

Gugatan tersebut teregister di PTUN Jakarta sejak 28 Mei 2024, dengan perkara Nomor 186/G/2024/PTUN.JKT. Paian didampingi oleh Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Impunitas, yang terdiri dari Keluarga Korban Penghilangan Paksa 1997-1998, KontraS, Imparsial, AMAR, LBH Jakarta, YLBHI, dan sejumlah organisasi lainnya. ***