Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan gelar pahlawan nasional kepada lima tokoh di Indonesia. Ada Soeharto hingga Raden Rubini. Hal itu disampaikan Menko Polhukam selaku Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan Mahfud MD di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, pada Kamis (3/11/2022).
“Tahun ini memberikan lima (gelar pahlawan nasional) kepada tokoh-tokoh bangsa yang telah ikut berjuang mendirikan negara Republik Indonesia melalui perjuangan kemerdekaan dan mengisinya dengan pembangunan-pembangunan sehingga kita eksis sampai sekarang sebagai negara yang berdaulat,” ujar Mahfud dalam keterangannya, Kamis (3/11/2022).
Pertama, pemerintah akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional kepada almarhum Soeharto dari Jawa Tengah yang dinilai telah berjuang bersama Presiden Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah kemerdekaan, almarhum Soeharto ikut serta dalam pembangunan sejumlah infrastruktur di Tanah Air.
“Ikut pembangunan syariah dan pembangunan Monumen Nasional serta Masjid Istiqlal dan pembangunan Rumah Sakit Jakarta serta salah seorang pendiri berdirinya IDI (Ikatan Dokter Indonesia),” kata Mahfud.
Kedua kepada almarhum KGPAA Paku Alam VIII yang merupakan Raja Paku Alam dari tahun 1937-1989. Beberapa jasa yang telah diberikan almarhum KGPAA Paku Alam VIII antara lain bersama Sultan Hamengkubowono IX dari Keraton Yogyakarta mengintegrasikan diri pada awal kemerdekaan Republik Indonesia sehingga Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi utuh hingga saat ini.
“Sehari sesudah (kemerdekaan) itu beliau menyatakan bergabung ke Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kemudian Yogyakarta menjadi ibu kota yang kedua dari Republik Indonesia ketika terjadi agresi Belanda pada tahun 1946,” ucap Mahfud.
Ketiga almarhum dr. Raden Rubini Natawisastra, dari Kalimantan Barat. Menurut Mahfud, Raden Rubini Natawisastra telah menjalankan misi kemanusiaan sebagai dokter keliling pada saat kemerdekaan. Rubini bersama istrinya dijatuhi hukuman mati oleh Jepang karena perjuangannya yang gigih untuk kemerdekaan Republik Indonesia.
Keempat almarhum H. Salahuddin bin Talibuddin dari Maluku Utara. Selama 32 tahun, Salahuddin bin Talibuddin dinilai telah berjuang dan ikut membangun Indonesia berdasarkan Pancasila.
“Beliau pernah dibuang ke Boven Digul tahun 1942 dan juga dibuang ke Sawahlunto tahun 1918-1923,” kata Mahfud.
Kelima, almarhum KH Ahmad Sanusi dari Jawa Barat. Mahfud menjelaskan Ahmad Sanusi merupakan salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang belum mendapat gelar pahlawan nasional
Ahmad Sanusi juga tokoh Islam yang memperjuangkan dasar negara yang menghasilkan kompromi lahirnya negara Pancasila.
“Dari semula ada sisi kanan ingin menjadikan negara Islam, sisi kiri menjadikan negara sekuler, kemudian diambil jalan tengah lahirlah ideologi Pancasila sesudah menyetujui pencoretan tujuh kata di Piagam Jakarta,” katanya.
Mahfud mengimbau kepada daerah-daerah yang merupakan asal dari para tokoh penerima gelar pahlawan nasional untuk mempersiapkan diri hadir pada peringatan Hari Pahlawan 10 November. Rencananya acara tersebut digelar pada Senin (7/11/2022) di Istana Negara Jakarta.
“Kami sarankan kepada daerah-daerah tadi yang sudah mempunyai usul-usul dan disetujui oleh pemerintah supaya segera menyiapkan diri untuk hadir dan melakukan penyambutan-penyambutan, baik upacara adat, upacara daerah, atau apapun yang bisa dilakukan untuk menyongsong anugerah ini,” katanya.
Kapan Giliran Guru Tua?
Guru Tua, ulama karismatik bernama lengkap Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri ini lahir di Taris, Hadramaut, Yaman pada 15 Maret 1892. Ia dikenal sebagai tokoh ulama yang berjasa menyebarkan agama Islam di Sulawesi Tengah dan beberapa wilayah Indonesia Timur.
Guru Tua adalah pendiri lembaga pendidikan Islam Alkhairaat pada 1930, tahun pertama ia datang ke Palu–yang saat itu masih bernama Celebes di bawah masa pemerintahan kolonial Belanda. Lembaga ini adalah salah satu bentuk kontribusi dakwahnya.
Sebenarnya, 13 tahun lalu, tepatnya 2006, Guru Tua sudah pernah diusulkan jadi Pahlawan Nasional tapi hasil akhirnya baru sampai pada penghargaan gelar Bintang Mahaputra. Saat itu, PB Alkhairaat menunjuk tokoh bernama Abah Nongtji sebagai Ketua Tim Pengusulan Guru Tua Pahlawan Nasional.
Untuk mendukung pengusulan Guru Tua sebuah berjudul Buku Nasionalisme Ulama Habib Sayid Idrus Bin Salim Aljufri, hasil disertasi Abdul Gani saat meraih gelar doktornya diterbitkan. Sampul bukunya adalah wajah sang Guru Tua dan tebalnya 200 halaman.
Abdul Gani pernah bertemu mendiang Abah Nongtji sebelumnya. Kala itu, Abdul Gani Jumat menyampaikan pada Abah Nongtji bahwa ia ingin melanjutkan pendidikan S3. Abah Nongtji lalu berpesan, kalau ingin lanjut S3, ia harus menulis buku tentang Guru Tua.
“Buku Nasionalisme Ulama Habib Sayid Idrus Bin Salim Aljufri inilah hasilnya,” ujar Abdul Gani.
“Jadi kata dia (Abah Nongtji), asbabul khuruj (sebab terbitnya) buku ini, lahir atas inspirasi Abah Nongtji,” lanjutnya.
Berangkat dari situ, Abdul Gani lantas mengajak semua badan otonom (Banom) Alkhairaat, NU, dan PMII untuk menyatukan langkah dan persepsi dalam memperjuangkan Guru Tua sebagai pahlawan Nasional.
Menurut Abdul Gani, sebenarnya gelar Pahlawan Nasional ini tidak diinginkan oleh Guru Tua sendiri, tapi ia merasa perlu ada apresiasi dari generasi penerusnya untuk sang ulama yang telah berdedikasai.
“Untuk itu luruskan hati dan niat, bismillah,” kata dia disitat dari tulisan Ikram di Kumparan.com.
Buku ini sebagai salah satu syarat materil untuk pengajuan Guru Tua sebagai Pahlawan Nasional. Guru Tua berkontribusi dalam perjuangan kemerdekaan lewat jalur pendidikan.
Guru Tua meninggal di Palu pada 22 Desember 1969, saat berusia 77 tahun. Ia disebut telah mewariskan 800 bangunan sekolah dan masjid, sekaligus menjadi benteng Islam di kawasan Indonesia Timur. Atas dasar ini juga, Guru Tua dianggap pantas mendapat penghargaan dari negara berupa Pahlawan Nasional dalam bidang tokoh pendidikan agama.
Sayangnya, sampai kini, pengusulan itu belum diterima Pemerintah. Pemerintah tak kunjung menetapkan Guru Tua sebagai Pahlawan Nasional. Entah kapan bakal terwujud?! ***