Pagi tadi, secangkir kopi sudah membuka hari. Tiada onde-onde atau putu Kampung Baru yang menemani. Kopi saja sudah cukup. Seperti kebiasaan rutin, laptop pun sudah terbuka. Beberapa situs media tanah air jadi tempat mengulik informasi. Saya baru sadar, dalam waktu berdekatan sejumlah acara berskala nasional akan digelar di sini.
Sulawesi Tengah menjadi magnet. Bisa jadi karena disebut sebagai wilayah penyanggah Ibukota Negara Baru. Wajar saja bila sejumlah kegiatan bakal digelar di daerah berjuluk Bumi Tadulako ini.
Yang paling dekat adalah Musyawarah Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia XI. Munas organisasi yang anggotanya sebagian besar ‘orang-orang mapan’ di Republik itu akan berlangsung 24–28 November 2022 di Kota Palu. Penyelenggaranya mengklaim perhelatan itu akan dihadiri 6 ribu orang partisipan.
Penyelenggaranya tak perlu bersusah payah lagi. Gubernur dan DPRD Provinsi Sulawesi Tengah telah mengetok palu akan memberikan dana hibah sebesar Rp14 miliar untuk penyelenggaraan Munas itu.
Ini kali pertama, penyelenggara kegiatan nasional tak perlu jungkir balik untuk mencari duit. Modal mereka kata orang ‘bibir’ saja, uang langsung datang. Gubernur pun pasang badan. ‘Modal bibir’ ini bermakna berbicara, speaking, diskusi atau lobi-lobi, uang pun gampang diraup.
Pada 9-10 Desember 2022, para jurnalis di Kota Palu, Sulawesi Tengah juga akan menggelar Semarak Media Digital. Perhelatan itu media itu bertajuk Simposium Literasi dari Sulawesi Tengah untuk Indonesia Digital.
Acaranya yang dikemas dalam bentuk Festival, Simposium, Pameran dan lain-lainnya. Ini merupakan kali pertamanya diadakan di Palu. Ditaksir lebih dari 1000 orang akan berpartisipasi dalam kegiatan itu.
Sejak inisiasi awal kegiatan ini, panitia dahi panitianya sudah mengerut. Tulang bahu dan tangan harus kokoh. Mereka menaksir biaya penyelenggaraan kegiatan ini tidak kurang Rp2 miliar. Sumbangan awal dari orang per orang sudah dimintai. Itu hanya cukup buat membeli alat tulis kantor dan biaya korespondensi.
Kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah pun mereka sudah meminta bantuan. Hasilnya sudah ada; Surat Rekomendasi Gubernur Sulteng agar semua pihak dapat membantu penyelenggaraan acara ini. Nilainya rupiahnya tentu saja tak ada. Ini cuma surat rekomendasi. Lebih pada imbauan, bukan ‘pemaksaan kewajiban’ untuk membantu.
Ketua Penyelenggara, Rangga Musabar adalah orangn yang paling pening agar dana kegiatan ini mencukupi. Proposal sudah dikirimkan ke beberapa korporasi di Sulawesi Tengah. Jawabannya belum memuaskan. Ada yang sudah menerima, namun kemudian mundur lagi.
Pada 2023 nanti akan menyusul Munas Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) di Palu. Ketua KMHDI Sulteng, Kadek Wijana sudah menyampaikan kepada Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura permohonan dukungan pelaksanaan kegiatan itu.
Peserta Munas diperkirakan sebanyak 2.000 peserta baik yang datang dari seluruh Indonesia dan juga negara Asia lainnya. Skalanya regional.
Direncanakan, Munas tersebut akan dibuka Presiden RI, Joko Widodo.
Sekarang, ayo kita berhitung kasar saja, bila Munas Kahmi dengan 6 ribu peserta dibantu Rp14 miliar, maka Festival Media yang diikuti lebih dari 1000 orang harus dibantu Rp1-2 miliar. Lalu Munas KHMDI yang berskala regional dapatlah dibantu pada kisaran angka Rp3-4 miliar.
Semua kegiatan itu, meminjam bahasa penyelenggara Munas Kahmi, tentu juga mendatangkan efek berganda buat kebangkitan ekonomi Sulteng pasca bencana.
Bila Munas Kahmi berbau politik, Munas KHMDI bersemangat kepemudaan, maka Festival Media berbasis diseminasi literasi kepada anak bangsa. Ketiga kegiatan sama pentingnya berdasarkan takaran masing-masing. Agaknya ‘modal bibir’ harus dikuatkan oleh penyelenggara kegiatan serupa. ***