Hingga saya dewasa, saya tak pernah melihat ujud Topeule, Topeponggo, Pongko atau beragam istilah yang dialamatkan kepada orang yang salah mempelajari doti, ilmu hitam, lalu menjadi makhluk yang aneh atau terbang tanpa kepala. Konon menurut tuturan, mereka memburu manusia untuk diisap darahnya atau dimakan jantung. Itu adalah kisah di Tanah Kaili, Sulawesi Tengah.

Topeule mencari mangsa malam hari. Bila mencari mangsa, badannya akan ditinggalkannya dan ia akan beterbangan hanya dengan kepala dan darah terburai. Mangsanya perempuan dan anak-anak. Kedatangannya diawali dengan bunyi Pokpok. Kata orang Parigi, bila suaranya besar, ia jauh. Bila suaranya kecil ia sudah dekat.

Dan soal Pokpok itu saya sendiri pernah mendengarkannya. Suatu waktu saat masih kanak-kanak di Masigi, dan kali lain saat menyusur gua di Bambaloka, Sulawesi Barat saat masih menjadi mahasiswa pecinta alam. Namun, karena tak pernah berjumpa secara fisik, saya juga tak yakin adanya hingga kini.

Soal orang yang belajar ilmu gaib, lalu menjadi Topeule, warga sekampung tahu adanya. Biasanya ada bisik-bisik, “itu orang yang bapongko.” Saat siang hari, ia seperti warga biasa. Tak ada tanda-tanda ia adalah hantu yang menakutkan itu.

Konon, ada cara menandai orang macam itu; Bila ada orang yang datang meminta garam pagi hari ke rumah Anda, sudah bisa dipastikan dia adalah Topeule. Supaya tidak diganggu, maka berikan saja apa yang dimintanya. Jadi jangan coba-coba meminta garam di Parigi saat pagi hari ya. Bisa-bisa Anda disangka Topeule.

Di Tanah Bugis, Sulawesi Selatan, ada kisah serupa. Di sana makhluk seperti itu disebut Parakang. Di Sulawesi Tengah, kita biasa pula mendengar itu disebut-sebut untuk menakuti anak-anak yang masih berkeliaran di saat magrib.

Parakang,kabarnya adalah manusia yang bisa berubah menjadi hewan, tumbuhan, benda atau apa saja. Namun ujudnya terbilang cukup aneh. Hasil jelmaannya berbeda dengan wujud asli yang ia tiru. Misalnya jika berubah menjadi anjing, maka ia tidak mempunyai ekor atau kaki di bagian belakang lebih tinggi.

Jika berubah menjadi pohon pisang, maka wujudnya hanya memiliki dua daun, tidak berpucuk dan daunnya tidak lebih dari tiga helai. Parakang juga bisa menjelma menjadi tempat ayam bertelur.

Makhluk ini cukup ditakuti oleh masyarakat di Sulawesi Selatan, sebab parakang gemar mengisap usus anak-anak dan ibu yang sedang melahirkan. Ia juga kerap mengganggu orang yang sakit. Ciri-ciri orang yang diganggu parakang antara lain menderita sakit perut, keluar darah pada saat buang air yang bisa berujung pada kematian.

Maka dari itu ibu hamil dan orang yang sedang sakit harus dijaga baik-baik. Ibu hamil juga kerap dianjurkan membawa peniti agar tidak diganggu parakang. Selain itu bagi wanita juga tidak boleh sembarangan mencuci darah haid.

Konon menurut para tetua, Parakang bisa diusir dengan cara dipukul sekali saja. Jika memukulnya lebih dari sekali maka ia akan melawan. Dalam kondisi berubah wujud, tubuh manusia (parakang) tetap dirumah dan sedang tertidur. Hanya jiwanya yang berjalan dan menjelma. Jika kita memukul jiwanya yang berwujud hewan, maka jasadnya yang dirumah akan kesakitan.

Tak lama setelah memukul parakang biasanya ada berita seseorang di sekitar Anda yang meninggal dengan berbagai alasan, atau tiba-tiba cacat. Cacat tersebut dikarenakan Anda telah memukulnya. Bisa jadi orang yang meninggal atau cacat secara tiba-tiba itu adalah sosok parakang.

Sampai saat ini mitos mengenai parakang masih dipercaya oleh masyarakat di Sulawesi Selatan. Begitupun Topeule. Anda juga percaya? ***