Resimen Mahasiswa (Menwa) Universitas Djuanda (UNIDA) tergolong Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang paling aktif di salah satu perguruan tinggi yang berlokasi di Bogor, Jawa Barat ini.
Kegiatan berupa Lomba Ketangkasan Baris-Berbaris (LKBB), pemberian santunan kepada anak yatim dan anak kurang mampu, bantuan perlengkapan sekolah dan kebutuhan lain kepada para penyandang disabilitas, kajian religi virtual selama Ramadhan dan lain-lainnya menjadi agenda rutin mereka.
Kompi D, Batalyon VII/Surya Kencana, Resimen Mahasiswa Mahawarman di kampus ini memang dikenal karena beragam kegiatan positifnya. Utamanya yang terkait dengan pendidikan bela negara dan pemantapan wawasan kebangsaan. Batalyon ini berdiri pada 15 Juni 1987.
Selasa, 13 September 2022, eksistensinya tengah diuji. Bermula dari silang pendapat antara pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unida dengan para anggota Menwa yang menjadi Panitia Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB).
Dari informasi yang dihimpun Berni News, pada sekitar 07.45 WIB, anggota Menwa yang bertugas mendapati beberapa mahasiswa baru terlambat. Dengan sikap tegas ala Resimen Mahasiswa, mereka pun ditegur. Agar tak terlambat, para mahasiswa baru ini diminta berlari ke tempat kawan-kawannya berkumpul.
Sikap tegas itu dianggap sebagai tindakan kekerasan verbal oleh beberapa pengurus BEM. Padahal, sikap itu biasa dipraktikan dalam kehidupan berorganisasi Menwa.
Dalam siaran pers BEM Unida, mereka menyebutkan; “Merujuk pada Pedoman PKKMB Kemendikbud Ristek, Bagian Azas Pelaksanaan Point 3, tentang azas humanis, dijelaskan bahwa kegiatan pelaksanaan penerimaan mahasiswa baru dilaksanakan berdasarkan kemanusiaan yang adil dan beradab, dan prinsip persaudaraan.”
Silang pendapat itu pun kemudian ditengahi. Namun saat salah seorang senior Menwa ingin menengahi, para anggota BEM menampiknya sampai kemudian terjadi gesekan. BEM lalu mengeluarkan siaran pers yang mendiskreditkan eksistensi Menwa.
Akibat kejadian itu, Menwa pun dituding membudayakan kekerasan dan militerisme. Padahal, para anggota Menwa yang bertugas hanya melaksanakan penegakan disiplin. Sikap tegas mereka saat menghadapi mahasiswa baru dinilai sebagai bentuk kekerasan verbal.
Sejauh ini belum dilaporkan perkembangan terbaru kejadian tersebut. Hanya saja, baik BEM maupun Menwa tengah cooling down.
Sebenarnya, bila mau belajar, keberadaan Resimen Mahasiswa di Universitas Halu Oleo, Kendari, Sulawesi Tenggara dapat menjadi contoh.
Wakil Rektor III UHO, Dr. Nur Arafah, SP., M.Si., mengatakan keberadaan Menwa di kampus dapat diterima semua pihak.
“Di sini, Menwa sangat diterima keberadaannya karena sabarnya Menwa dan banyaknya Menwa berprestasi di luar kampus,” kata Nur Arafah dalam kesempatan bedah buku Menwa Terabaikan di Simpang Zaman; Tetap Lurus Walau Salah Urus, pada Selasa 28 Juni 2022 lalu di Kampus UHO, Kendari.
Pendapat Berni, Menwa ini adalah anak-anak muda. Wajar masih emosional. Mereka semua mahasiswa masih dalam proses belajar.
“Namun, sebagai komponen pendukung pertahanan negara, harapan saya Menwa hendaknya mendahulukan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional, karena menwa itu adalah komponen terlatih,” ungkapnya.
Ia beranggapan, bahwa UKM Menwa itu seperti Mabes TNI, dan UKM lainnya ibarat Kementrian dalam sebuah miniatur negara. Ia berharap Menwa tampil sebagai pemersatu beragam komponen anak bangsa di dalam kampus seperti yang ditunjukan oleh para Menwa di Haluoleo.
“Menwa itu cerdas secara intelektual dan emosional, sehingga dapat diterima semua pihak di kampus Halu Oleo,” akunya.
Nah, soal sikap tegas dan disiplin anggota Menwa, mantan Komandan Satuan Menwa Universitas Moestopo ini menyebutkan sebagai pasukan elit bela negara, Menwa tidak boleh kaku dalam penerapan kedisiplinan.
“Untuk menjadi pengetahuan dari 39 Organisasi bela negara yg telah menanda tangani MoU Kementerian Pertahanan, hanya Menwa yang dilatih ilmu keprajuritan dalam latihan dasar militer. Nah, saya berharap menwa dapat bersikap lebih fleksibel dan tidak kaku dalam menegakkan disiplin dan harus sabar,” sebutnya.
Menurut pandangannya, penegakan disiplin tidak identik dengan sikap kekerasan. Para mahasiswa baru harus diingatkan dengan cara-cara yang lebih persuasif, mendidik, terarah dan memiliki tujuan yang jelas. Menghukum pun boleh, tapi tidak melakukan kekerasan fisik.
“Seperti TNI yang menjadi orang tua kandung Menwa, mereka punya berbagai metoda dalam pendekatan kepada masyarakat. Ada pola-pola persuasif untuk mengajari bahkan menegor masyarakat,” tambah Berni.
Memang, hematnya, tak mudah menjadi pemimpin dalam organisasi intelektual berjiwa patriot seperti Menwa. Dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan trengginas agar Menwa dapat berkiprah sesuai cita-cita Bangsa.
Filosofinya, ujar Berni; “Tanpa standar dalam pelaksanaan kepemimpinan, itu seperti memelihara burung pelatuk dalam pokok pohon besar. Si Pelatuk akan melubangi perlahan pokok kayu itu dari dalam sampai pohonnya roboh.”
Olehnya, ia berharap, Resimen Menwa di Unida harus dapat menunjukkan keteladanan dalam kepemimpinan dan perilaku yang sabar dan tidak kaku. Ia juga meminta agar Menwa di Bogor dapat bersolidaritas pada apa yang menimpa Batalyon VII/Surya Kencana. Menwa mestinya bersatu membantu penyelesaian masalah-masalah seperti itu dengan mengutamakan persatuan dan kebersamaan.
“Upayakan cara-cara konstruktif dan terpelajar untuk menyelesaikan masalah-masalah seperti yang terjadi di Universitas Djuanda ini,” tandas Berni.
Di lain pihak, ia menyatakan keheranan pada pihak-pihak yang tidak suka dengan kehadiran Menwa.
“Bagaimana mungkin ada yang tidak suka pada organisasi yang menerapkan kedisiplinan, mengembangkan sikap dan faham bela negara serta memantapkan jiwa kebangsaan dan terlatih ilmu keprajuritan?! Saya meragukan jiwa nasionalisme mereka. Bahkan di Amerika Serikat pun saat ini organisasi semacam Menwa diwajibkan dalam kampus,” kuncinya.
Memang, tak ada gading yang tak retak. Tapi polesan yang baik akan membuatnya tetap menarik dan bermanfaat. ***
Memang, tak ada gading yang tak retak. Tapi polesan yang baik akan membuatnya tetap menarik dan bermanfaat. ***