Pada 1990-an awal hingga akhir, sebagai mahasiswa yang bergabung dengan kelompok pecinta alam, perjumpaan-perjumpaan kami dengan Suku Da'a kerap terjadi. Itu bila kami mendaki melalui jalur tenggara atau titik ‘Tante Mona' menuju puncak Gunung Gawalise. Gunung ini tercatat memiliki titik tertinggi 6,657 kaki atau 2,029 meter di atas permukaan laut.

Di lereng-lereng gunung ini hiduplah suku asli semi-nomaden. Orang-orang memberi identitas kepada mereka sebagai Suku Da'a, bagian dari Suku Kaili yang mendiami sebagian besar wilayah Kota Palu, Sigi, Donggala, dan Parigi Moutong. Suku Da'a tersebar di pula sampai perbatasan Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat.

Yang menarik, secara etnografi mereka diidentifikasi memiliki ciri fisik dan kebudayaan non-Austronesia. Ini adalah indikasi bahwa Sulawesi bagian tengah telah dihuni manusia modern jauh sebelum kedatangan bangsa Austronesia ke wilayah ini sekitar 5.000 tahun lalu.

Dari bentuk wajah, sebagian masyarakat suku Da'a menyerupai orang Papua, yang termasuk kelompok awal migrasi dari benua Afrika, meski ada pula Suku Da'a berambut lurus. Dari sejumlah literatur diperkirakan mereka tiba di Nusantara sekitar 50.000 tahun silam. Kemungkinan besar, masyarakat Da'a ini memang kelompok berciri pigmi (bertubuh pendek), rambut keriting, dan kulit cenderung sawo matang hingga gelap. Perawakan mereka mirip pula dengan Suku Aborigin di Australia.

Mereka dikenal sebagai suku nomaden, namun ada pula yang sudah memilih menetap. Apalagi bagi mereka yang sudah bersentuhan dengan kehidupan modern. Sementara. makanan pokok mereka adalah umbi-umbian, meski mereka kerap menanam padi ladang.

Mereka menamai sagu sebagai tabaro, singkong sebagai kasubi, tomoloku untuk ubi jalar, loka atau punti untuk pisang. Ayam mereka namai manu, dan babi disebut sebagai vavu. Adapun asu atau anjing mereka pelihara untuk berburu.

Mereka ahli memakai senjata sumpit atau sopu dan tombak atau tavala. Di samping itu mereka punya taono, babe, guma atau umumnya kita kenal sebagai parang.

Umumnya mereka tinggal di rumah-rumah panggung yang mereka sebut sebagai sou langa. Adapula yang sengaja dibangun di atas pokok pohon. Atapnya dari rumbia atau daun sagu, dindingnya dari anyaman bambu atau pitate.

Dalam urusan kepercayaan, meski ada yang sudah memeluk agama Islam atau Kristen, mereka juga masih setia pada agama leluhur mereka yang animis.

Di wilayah Palu dan Sigi, kita bisa menemui Suku Da'a di sepanjang lereng pegunungan Gawalise, arah barat Lembah Palu. Sementara di Sigi ada di sepanjang jalur Matantimali hingga ke Dombu, Pinembani dan sekitarnya. ***