Ada banyak kisah yang menyatu untuk menyebut keindahan Danau Poso, di Tentena, yang berjarak kurang lebih 265 kilometer dari Kota Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Dua diantaranya tentang taksi air dan penjual kayu bakar. 

Di atas permukaan danau seluas 32 hektare itu, saban hari hilir mudik perahu bercadik dengan motor tempel juga kapal motor dengan motor 4 tenaga kuda. Macam-macam isinya. Kadang orang, dan tentu saja juga barang-barang atau cuma kayu bakar.  Selain itu, adapula keramba tancap, juga keramba apung menghias permukaannya. Bahkan ada beberapa rumah makan dan cottage yang memakai danau sebagai alasnya.

Danau terluas ketiga di Indonesia, setelah Danau Toba di Sumatera Utara dan Danau Singkarak, di Sumatera Barat ibarat urat nadi kehidupan bagi warga Pamona Utara dan Pamona Selatan, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Di danau itulah segala kehidupan bermula bagi warga.

Nah, kali ini, saya hendak menceritakan kisah taksi air dan penjual kayu bakar yang saban hari hilir mudik di danau itu.

Adalah dari Arsyad Walenta, pemilik taksi air yang sangat suka dipanggil juragan perahu, bermulanya kisah ini. Nyaris lebih dari separuh usianya hilir mudik dengan perahu motor di sana. Usianya sekarang belum lebih dari 40 tahun. Sejak kanak-kanak, ketika orang tuanya mengoperasikan taksi air itu, ia juga sudah iku. Ia melayani penumpang pesisir timur Danau Poso.

“Ini sudah lama sekali. Sudah sejak saya masih anak-anak ikut orang tua sampai sekarang saya bawa sendiri perahu saya. Rata-rata warga lebih suka naik perahu bila mau ke pasar Tentena atau berurusan lain,” tutur Arsyad.   

Cerita taksi air yang berbeda didapat dari Rudin Ruadi. Juragan perahu berusia 37 tahun ini, rupanya juga biasa mengangkut kayu bakar. Ia menjual kayu bakarnya di Pasar Tradisional Tentena, Ibukota Kecamatan Pamona Utara. Jadi selain mengangkut penumpang ia juga mengangkut kayu bakar.

“Ya, saya sudah mengerjakan ini puluhan tahun lamanya. Sejak saya masih anak-anak dan ikut orang tua. Selain mengangkut penumpang, saya juga menjual kayu bakar,” kisah Rudin pada saya, saat bertemu di ujung jembatan baru yang menjadi dermaga angkutan danau itu.

Rudin menjual kayu bakarnya Rp5.000 seikatnya. Seikat kira-kira ada 15-20 batang kayu sepanjang setengah meter dengan garis tengah sekitar 5 centimeter.

Kisah Arsyad dan Rudin, tidak cuma kisah tentang juragan perahu. Tidak cuma kisah tentang transportasi danau, tapi juga melengkapi kisah keelokan Danau Poso. Menikmati keelokan panorama Danau. Menonton perahu bercadik dan kapal motor yang hilir mudik mengangkut penumpang, sayur-mayur juga kayu bakar, memberi sensasi sendiri. Kisah dua juragan perahu itu benar-benar menjadi pelengkap.

Jadi, bila suatu ketika Anda sempat berkunjung ke Danau Poso, sempatkanlah menumpang taksi air ini. Lalu mengagumi keindahan panorama sepanjang Danau dari atas kapal motor yang melaju perlahan.***