Bila kita ke pasar modern atau tradisional, kantong plastik selalu ditawarkan untuk menjadi pengemas belanjaan kita. Di pasar tradisional, satu kantong plastik dihargai Rp1.000. Itu cukup untuk menyimpan semua belanjaan kita. Kita biasa menyebutnya sebagai kantong kresek, lantaran bunyinya yang kresekan.
Di pasar modern atau di swalayan-swalayan, kantong kreseknya lebih banyak lagi. Meski itu berbayar, kita mengiyakannya saat ditawari karena memang kita tak membawa tas belanjaan sendiri.
Dulu, orang-orang tua kita saat ke pasar membawa keranjang anyaman. Ada pula yang membawa kamboti; Keranjang anyaman terbuat dari daun kelapa. Ini multifungsi; Bisa menjadi tempat belanjaan juga tempat ayam bertelur dan mengerami.
Sejatinya, tetua kita dahulu lebih arif dalam mengelola dan merawat lingkungan. Mereka bila ke pasar selalu membawa keranjang belanjaannya sendiri. Jadi tak perlu lagi membeli kresek dari para penjual.
Beberapa tahun lalu di Parigi, para ibu melalui Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) diajari cara membuat keranjang belanjaan dari kotak-kotak kardus. Ada pula yang dari bungkus kembang gula atau gula-gula. Ada yang menjadi barang jualan mereka, ada pula yang memakainya sendiri. Selain itu, ada pula yang membuat kerajinan kembang hiasan dari bekas botol air mineral. Paling sederhan adalah membuat pot bunga dari botol-botol bekas itu.
Tanpa mereka sadari, ini adalah cara bijak merawat lingkungan. Mengganti kantong plastik dengan bahan yang lebih mudah terurai ketika dibuang di tempat sampah dan juga memakai bahan-bahan yang mengandung plastik berkali-kali. Dan juga mendaur ulang barang-barang bekas menjadi bermanfaat.
“Saya selalu kesal melihat orang-orang baik sadar maupun tak sengaja membuang sampah plastik atau kantongan plastik yang mereka pakai sembarangan,” kata Gubernur Longki Djanggola saat saya bertanya soal incinerator atau instalasi pembakaran sampah yang pernah dibangunnya di Parigi Moutong.
Sayangnya, teknologi masih terbilang mahal. Boros listrik pula. Meski sebenarnya sangat efektif. Plastik dan bahan-bahan lain bisa menjadi seperti debu atau tanah ringan ketika diolah di sini. Cuma ya itu tadi, selain mahal, komponen alat ini masih harus didatangkan dari luar negeri.
“Saya berharap teknologi seperti yang dikembangkan di Swedia atau di Singapura diadopsi oleh Pemerintahan Kota dan Kabupaten di Sulawesi Tengah. Sehingga sampah tak lagi menjadi masalah,” sebut dia.
Lelaki yang berulang tahun saban 11 November merujuk data Bank Dunia yang menyebut 87 kota di pesisir Indonesia menyumbang 1,27 juta ton sampah ke laut pada 2018. Laporan Bank Dunia itu pun menyebut sampah plastik Indonesia mencapai 9 juta ton dan 3,2 juta ton di antaranya adalah sedotan.
Di Kota Palu, Ibukota Provinsi Sulawesi Tengah, tiap hari ada 117 ton sampah yang dihasilkan rumah tangga dan sektor lainnya. Sebanyak 30 persen di antaranya adalah sampah plastik.
“Tanpa pengolahan maksimal sampah-sampah itu, utamanya plastik akan menumpuk di tempat pembuangan sampah akhir. Pembakaran manual yang dilakukan tak bisa mengatasi persoalan sampah kita,” ujar Longki.
Jadi, imbuhnya lagi, soal penggunaan plastik haruslah benar-benar bijak. Itu dapat dimulai dari rumah tangga kita.
Kita simak data berikut ini; Dari total timbunan sampah plastik, yang telah dilakukan daur ulang diperkirakan baru 10-15 persen saja. Selain itu 60-70 persen ditimbun di tempat pembuangan air sampah. Lalu 15-30 persen belum terkelola dan terbuang ke lingkungan, terutama ke lingkungan perairan seperti sungai, danau, pantai, dan laut.
Kita memang sudah terlalu akrab dengan sampah plastik. Kemasan makanan dan minuman, alat-alat rumah tangga, peralatan kerja dan lain-lain umumnya terbuat dari plastik. Saatnya kita berbuat arif dan bijak.
Gerakan sederhana yang kita bisa mulai dari sekarang adalah membawa keranjang belanjaan sendiri dari rumah bila kita ke pasar, membawa tumbler atau botol minuman sendiri untuk pengganti botol air mineral dan kemudian mencoba mendaur ulang barang-barang bekas menjadi sesuatu yang berguna. Dan yang terpenting pula; Jangan membuang sampah plastik sembarangan. Mudah bukan?! ***