Dik, seharusnya kau ada di sini. Membuatkan Abang kopi yang kepulan asapnya beraroma cinta. Lalu sepotong dua gabin manis sudah pula Adik siapkan di piring kecil merah hati itu.
Dik, tapi Abang tak boleh cengeng. Ini demi Merah Putih. Demi tanah air dimana Abang dan Adik serta semua orang menghirup udaranya.
Dik, jangan marah dan patah hati, bila tak biasanya, tak sepotong pesan pun sampai ke adik berbulan-bulan. Abang dan kawan-kawan di sini. Di tanah yang jauh. Kerap tak ada listrik, bahkan sinyal komunikasi apapun.
Oh iya, dik. Di sini ada bukit kecil yang kerap Abang daki, bila hendak menghubungimu sewaktu-waktu. Lucu, dik. Hanya ada satu titik di mana abang bisameneleponmu. Suatu waktu Abang akan menceritakannya lebih banyak padamu.
Dik, tak usah merindu pada Abang. Kata anak-anak muda itu, rindu itu berat, biar Abang saja yang merindumu. ***