Ada ungkapan yang mengatakan bahwa kita tidak boleh menilai seseorang dari wajahnya. Seseorang bisa saja memiliki wajah yang kurang menarik, namun hatinya baik. Sebaliknya, seseorang yang tampan atau cantik belum tentu memiliki hati yang baik.
Namun, pada tahun 1870-an, Cesare Lombroso, yang dikenal sebagai “Bapak Kriminologi,” mengembangkan teori kontroversial tentang hubungan antara ciri fisik seseorang dan kecenderungan kriminalitasnya.
Di kalangan penyidik hukum, utamanya polisi, teori ini sangat dikenali. Hanya saja kini tak populer lagi.
Ide Awal Lombroso
Apakah mungkin mengenali penjahat hanya dari wajahnya? Pada akhir abad ke-19, banyak kriminolog di AS dan Eropa mencoba menjawab pertanyaan ini. Meski tidak ada bukti ilmiah yang mendukung teori bahwa ada “penjahat yang terlahir,” ide ini tetap menarik perhatian dan membantu membentuk bidang kriminologi yang kita kenal sekarang.
Gagasan ini pertama kali muncul di benak Cesare Lombroso pada awal tahun 1870-an. Ketika memeriksa tengkorak Giuseppe Villella, seorang mantan narapidana, Lombroso menemukan lekukan di bagian belakang tengkoraknya yang ia anggap mirip dengan tengkorak kera. Dari sini, ia menyimpulkan bahwa ciri-ciri fisik tertentu bisa mengindikasikan kecenderungan kriminal.
Pengaruh dan Pemikiran Lombroso
Dalam bukunya yang berjudul “Criminal Man” atau “L'uomo Delinquente” (1876), Lombroso menyatakan bahwa rahang yang besar, tulang pipi yang tinggi, dan ciri-ciri lain yang ia temukan pada penjahat, orang biadab, dan kera menunjukkan adanya naluri ganas yang diwariskan dari nenek moyang manusia primitif. Menurutnya, ciri-ciri ini berkaitan dengan kecenderungan untuk melakukan kejahatan hanya demi kejahatan itu sendiri, termasuk mutilasi dan kekejaman lainnya.
Pandangan Lombroso membawa perubahan besar dalam pemikiran tentang kejahatan. Sebelumnya, banyak orang percaya bahwa kejahatan adalah hasil pilihan bebas manusia. Lombroso berargumen bahwa banyak penjahat memiliki sifat bawaan yang sulit mereka kendalikan, sehingga fokus harus pada penghapusan “penjahat bawaan” dari masyarakat daripada mereformasi mereka.
Kontroversi dan Kritikan
Meskipun teori Lombroso tentang hubungan antara ciri fisik dan kriminalitas telah dibantah, pengaruhnya tetap terasa dalam perdebatan modern tentang peran genetika vs. lingkungan. Sebagai contoh, ketika Ted Bundy, seorang pembunuh berantai yang tampan dan berpendidikan, ditangkap, banyak orang terkejut karena ia “tidak terlihat” seperti pembunuh berantai.
Ia menggabungkan konsep frenologi dan fisiognomi, dua jenis pseudosains yang mengklaim dapat menilai kepribadian dan perilaku seseorang dari tengkorak dan fitur wajahnya. Ia juga menggunakan stereotip rasial dalam teorinya, menyatakan bahwa ciri-ciri tertentu seperti kelopak mata miring atau rahang menonjol adalah indikasi kriminalitas.
Pengaruh Lombroso di Dunia Akademik dan Hukum
Lombroso pernah mengajar di Universitas Pavia dan menjadi direktur rumah sakit jiwa Pesaro sebelum menjadi profesor kedokteran forensik di Universitas Turin. Pengaruhnya di dunia hukum sangat besar, dan ia sering diminta memberikan nasehat dalam kasus kriminal.
Buku-bukunya diterjemahkan ke berbagai bahasa dan menyebarkan gagasannya ke seluruh Eropa dan AS. Ide-idenya bahkan mempengaruhi tokoh-tokoh seperti sosiolog Amerika Charles A. Ellwood dan antropolog Harvard Earnest A. Hooton.
Contoh Fisiognomi Kriminal dari L'uomo Delinquente (Criminal Man), buku yang ditulis pada 1876, oleh Cesare Lombroso.
Kritik dan Warisan Lombroso
Tidak semua orang setuju dengan gagasan Lombroso. Penulis Rusia Leo Tolstoy, misalnya, mengejek teorinya dalam novelnya “Resurrection” (1899). Alphonse Bertillon, polisi Prancis yang memelopori penggunaan fotografi untuk mengukur penjahat, tidak setuju bahwa ciri-ciri fisik terkait langsung dengan kriminalitas.
Namun, konsep “tipe kriminal” ini bertahan lama. Pembuat film Fritz Lang, saat membuat film “M” tentang seorang pembunuh anak, mengacu pada gambar Lombroso tentang seorang pembunuh.
Teknologi Modern dan Teori Lombroso
Teknologi pengenalan wajah modern, yang sering salah mengidentifikasi orang kulit berwarna, kembali memunculkan momok teori “tipe kriminal” Lombroso. Pada tahun 2016, dua peneliti di Tiongkok mengklaim telah menggunakan teknologi pengenalan wajah untuk menentukan fitur-fitur yang berhubungan dengan kriminalitas, meski asumsi mereka dikritik karena tidak akurat.
Pada akhirnya, meskipun teori ini telah lama dibantah, dampaknya pada bidang kriminologi dan pandangan kita tentang kejahatan masih terasa hingga hari ini. ***