Ternyata Muhammad Fajri (26) memiliki kebiasaan ngemil yang berbeda dari kebanyakan orang. Porsi makan mi instannya begitu besar, bukan lagi sebungkus atau dua bungkus sekali makan.
Jika mi instan biasanya sebagai pengganti makan nasi, tapi baginya, mi instan hanya ngemil.
Seperti diketahui, Muhammad Fajri mengalami obesitas sampai beratnya kurang lebih 300 kilogram dan akhirnya meninggal dunia setelah 14 hari dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat.
Meninggalnya Fajri menggegerkan masyarakat, sebab menunjukkan berbahayanya obesitas yang mengakibatkan komplikasi penyakit lain.
RSCM sampai membuat imbauan agar masyarakat segera membawa ke rumah sakit jika ada orang terdekatnya yang memiliki berat badan berlebih.
Soal kebiasaan makan Fajri diungkap oleh Suherman (58), tetangganya di Kampung Pedurenan, RT 5 RW 2, Karang Tengah, Kota Tangerang.
Mulanya Suherman menjelaskan awal kedatangan Fajri ke Kampung Pedurenan.
Fajri dan ibunya merupakan pindahan dari wilayah Manggarai, Jakarta Selatan.
Sebelum ke Kampung Pedurenan, Fajri dan ibunya lebih dulu tinggal di Larangan, Kota Tangerang.
Fajri dikenal sebagai sosok yang baik dan senang bersosialisasi dengan warga sekitar.
Bahkan Fajri juga dikenal sebagai pekerja keras di mata warga Kampung Pedurenan.
“Ibunya Fajri itu istri ke dua dan anaknya hanya Fajri seorang, mungkin karena tidak mau merepotkan keluarga makanya mereka pindah dari Manggarai ke Tangerang,” tutur Suherman dikutip dari Wartakotalive.com, Kamis (22/6/2023).
“Fajri itu sosok yang baik, gampang bergaul atau sosialisasi dengan warga sekitar dan pekerja keras, karena dia bekerja di biro jasa,” sambungnya.
Sosok Fajri berubah setelah putus cinta dan mengalami kecelakaan.
Fajri mengalami luka yang cukup serius di bagian kaki. Akan tetapi, ia enggan untuk mengambil tindakan penyembuhan lewat penanganan medis rumah sakit ataupun klinik.
Berjalannya waktu, kondisi luka kaki yang dialami Fajri pun semakin parah yang membuatnya susah untuk beraktivitas
Suherman menyebut, momen itu yang membuat berat badan Fajri meningkat drastis. Sebab, Fajri menjalani aktivitas sehari-hari hanya berbaring di sebuah kursi yang berada di rumahnya.
“Mulai dari kecelakaan itu Fajri terus berdiam diri di kursi, jadi makan, minum, semua aktivitas dilakukan sambil tiduran dengan dilayani ibunya,” ungkapnya.
Suherman pun mengungkapkan pola makan Fajri yang sangat suka ngemil.
Bagi Suherman, pola makan Fajri dibagi menjadi dua. Makan nasi dan lauk itu disebut makan biasa. Selain makan nasi disebut ngemil.
Porsi makan biasa Muhammad Fajri terhitung biasa. Namun cemilan Fajri yang luar biasa.
Di luar makan nasi, Fajri sering ngemil mi instan dengan porsi tiga bungkus sekali makan.
“Sebenarnya Fajri kalau makan nasi itu porsinya biasa aja, cuma dia sering ngemil, seperti telur, kerupuk, sampai mie instan sampai tiga bungkus sekali makan,” paparnya.
Keterbatasan mobilitas dan berat badan yang terus meningkat, membuat warga sekitar khawatir dengan kondisi kesehatan Fajri.
Tetapi, Fajri tetap terus menerus menolak menjalani perawatan secara medis di rumah sakit. Trauma masa lalu saat ditinggal ayah tercinta, membuat Fajri menolak ajakan untuk berobat ke rumah sakit.
“Sebagai tetangga, saya sudah sering bujuk dia buat berobat, karena kasihan liat kondisinya begitu. Tapi katanya Fajri trauma ke rumah sakit, karena ayahnya dulu meninggal,” ungkapnya.
“Fajri sampai bilang ‘kalau ke rumah sakit mending sekalian mati aja dah’, begitu jadi kami juga bingung,” terangnya.
Suherman juga menceritakan kala dirinya menerima kabar duka meninggalnya Fajri.
“Saya tau kabar kalau Fajri meninggal dunia itu dari anak saya, lewat pesan WhatsApp sekira pukul 02.00 WIB dinihari tadi,” ujar Suherman.
“Pas dikasih tau sama anak saya, jujur saya kaget, enggak menyangka kalau Fajri sudah berpulang ke pangkuan Maha Kuasa,” sambungnya.
Mengetahui kabar duka di waktu dinihari tersebut, Suherman sempat terjaga dari tidurnya. Sebab, masih mengira akan ikut membantu keluarga mempersiapkan rumah duka.
“Tapi isi pesannya hanya kabar duka itu saja, enggak ada minta tolong beresin rumah duka atau gimana, makanya saya pikir berarti Fajri langsung dimakamkan,” kata dia.
“Karena semenjak Fajri dibawa ke RSUD Kota Tangerang, rumahnya itu kosong, hanya kakaknya saja sempat beberapa kali datang untuk memperbaiki jendela dan pintu yang sempat dijebol waktu proses evakuasi dulu,” imbuhnya.
Pemakaman Muhammad Fajri
Diiringi lantunan ayat suci Al-Quran, jenazah Fajri secara perlahan diturunkan ke liang lahat di TPU Menteng Pulo, Jakarta Selatan, Kamis (22/6/2023).
Tak hanya keluarga dan kerabat, banyak pula warga sekitar TPU yang ikut menyaksikan proses pemakaman Fajri.
Bahkan, tak sedikit pengendara maupun ojek online yang berhenti sejenak untuk melihat dari balik pagar TPU Menteng Pulo untuk melihat pemakaman Fajri.
Pemakaman Muhammad Fajri memang mengundang perhatian. Pasalnya, alat katrol terpasang di dekat liang lahat.
Alat berat itu digunakan untuk mengangkat jenazah Fajri ke dalam liang lahat karena bobotnya disebut nyaris mencapai 300 kilogram.
Tim gabungan dari Basarnas, Damkar hingga Sudin Pertamanan ikut dikerahkan untuk membantu pemakaman Fajri.
Prosesi pemakaman Fajri memakan waktu sekira satu jam lebih. Hal itu lantaran petugas memerlukan cara untuk bisa mengangkat jasad dari pria yang alami obesitas ekstrem tersebut.
Sebelum jenazah berada di liang lahat, tim gabungan terlebih dahulu mengeluarkan tenaga ekstra saat mendorong jenazah Fajri menggunakan forklift hidrolik milik Basarnas dari mobil jenazah menuju ke lokasi makam.
Butuh waktu sekira 30 menit bagi mereka untuk menuju liang lahat untuk Fajri yang berada di ujung area makam karena jalan tak rata.
Tak jarang, forklift tersangkut lubang yang membuat rombongan harus mengangkatnya agar bisa melanjutkan perjalanan.
“Angkat dulu angkat, nyangkut lubang ini soalnya jalannya ga rata,” kata seorang petugas SAR di TPU Menteng Pulo, Kamis (22/6/2023).
Di atas pusara alat katrol sudah disediakan untuk membantu proses penurunan jenazah Fajri menuju liang lahat.
Arfan, petugas dari Damkar Jakarta Pusat menceritakan kesulitan yang dihadapi saat proses pemakaman Fajri.
Bobot almarhum yang begitu berat bahkan sampai membuat tripod milik Basarnas sempat terangkat.
Padahal tripod Basarnas mampu mengangkat beban 5.000 kilogram, jauh berkali lipat dari bobot Fajri.
Namun memang kontur area pemakaman tidak rata sehingga tripod tidak maksimal sampai terangkat.
“Untuk sistem tripod itu mampu mengangkat 5.000 kilogram yang kita gunakan.”
“Dengan catatan posisi tidak terlalu tinggi dan tetap stabil.”
“Kalau posisi tidak stabil akan mengurangi beban karena tiga itu tidak menyangga atau tidak seimbang,” kata Arfan. ***