Tragedi Kanjuruhan mungkin menjadi ilham Ibnu Mundzir, sahabat saya, hari ini menulis sepotong dua hikmah di status Whatsappnya.
Dia adalah aparatur sipil negara cum ustadz. Senin (3/10/2022) pagi, dia menulis soal manajemen risiko. Mengapa perlu paham akan hal itu? Kata dia agar apabila dalam prosesnya terjadi masalah atau damage – kerusakan, ada pihak yang harus bertanggungjawab.
Nah, apabila dalam prosesnya sudah terjadi masalah lalu tak ada yang bertanggungjawab, maka ini yang harus disoal.
Ia menilai; Cuma ada dua kemungkinannya, para pihak mau cuci tangan, dan dampaknya – bahkan korban jiwa – bukan sesuatu yang dianggap penting.
Sekarang, bila ini kita tarik ke Tragedi Kanjuruhan, Sabtu (1/10/2022), siapa yang harus bertanggungjawab. Dalam manajemen konflik, pemetaan para pihak dalam proses adalah hal penting pertama dilakukan.
Para Pihak Terlibat
Coba kita ulik, sesiapa saja yang terlibat dalam laga pekan ke-11 itu.
Pertama, tentu saja Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) sebagai induk organisasi.
Kedua, Penyelengara Liga 1 2022-2023 (Nasional, lokal maupun sponsor).
Ketiga, Polri (Kepolisian Daerah dan Kepolisian Resor di lokasi di mana liga itu berlangsung)
Keempat, Arema FC (Pengelola, pesepakbola dan suporter)
Kelima, Persebaya FC ((Pengelola, pesepakbola dan suporter)
Apa Perannya?
Lalu, setelah kita memetakan para pihak dalam laga itu, kita kemudian mengulik apa saja perannya.
Pertama, PSSI. Pertanyaannya, apakah penyelia dari PSSI sudah melakukan pemeriksaan final atas kesiapan penyelenggaraan, pengamanan, jadwal tanding, kapasitas stadion, dan jumlah penonton dan lain-lain? Termasuk menghitung potensi kericuhan dan lain-lain.
Kedua, Penyelengara Liga 1 2022-2023. Pertanyaannya, apakah penyelenggara sudah memastikan kesiapan penyelenggaraan, pengamanan, jadwal tanding, kapasitas stadion, dan jumlah penonton dan lain-lain?
Ketiga, Polri. Pertanyaannya, apakah pimpinan satuan sampai unit pengamanan sudah memberikan briefing awal prosedur pengamanan dalam stadion sampai pada situasi terburuk?
Keempat, Arema FC. Sebagai pengelola stadion dan tuan rumah, apakah manajemen sudah memastikan seluruh hal-hal terkait penyelenggaraan sudah diperiksa secara cermat? Apakah kapasitas stadion berbanding lurus dengan tiket yang dijual? Termasuk menghitung risiko ricuh – seperti yang sudah berulang terjadi. Bagaimana pula Arema mengelola suporternya yang memang dikenal temperamental?!
Kelima, Persebaya FC. Mengingat ini adalah laga derby, di mana Arema dan Persebaya mestinya sudah menghitung risiko rivalitas tim dan suporternya, maka sudah tentu ada pengaturan tertentu yang haarus dilakukan mengatur suporter. Apakah itu dilakukan atau dibiarkan mengalir begitu saja.
Dengan melihat profil para pihak, kita bisa mengurai masalah dan jalan keluarnya. Sehingga tidak tiba masa, tiba akal.
Arema Minta Maaf
Sejauh ini, Manajemen Arema FC sudah menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga korban akibat kerusuhan yang terjadi itu.
“Manajemen siap menerima saran masukan dalam penanganan pasca musibah agar banyak yang diselamatkan,” kata Ketua Panpel Arema FC, Abdul Haris.
Mereka mengatakan, turut bertanggung jawab atas penanganan korban “baik yang telah meninggal dunia dan yang luka-luka”, dalam keterangan resminya di situs mereka pada Minggu (02/10/2022).
Artinya pada titik ini, Arema sudah menunjukkan bahwa mereka adalah pihak yang bertanggungjawab.
Iwan Bule dan Hadirin yang Berbahagia
Bagaimana dengan PSSI? Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan alias Iwan Bule dalam konferensi pers pasca kejadian itu, belakangan menjadi bulan-bulanan warganet. Pasalnya sang purnawirawan jenderal polisi sempat “terpeleset” kala menyapa seluruh hadirin.
Seperti diunggah @FaktaSepakbola, terlihat potongan rekaman konferensi pers Iwan Bule bersama beberapa Kapolri dan Menpora.
Ia sepertinya tanpa sadar menyapa dengan sebutan “hadirin yang berbahagia” kendati saat ini Indonesia tengah berduka akibat kerusuhan Kanjuruhan.
“Terima kasih Pak Menpora, Pak Kapolri yang saya hormati, Ibu Gubernur, hadirin sekalian yang berbahagia. Kami dari PSSI mengucapkan innalillahi wa innailaihi rojiun atas jatuhnya korban dalam kegiatan pertandingan tadi malam,” ucap Iwan di Stadion Kanjuruhan, Minggu (2/10/2022).
Di luar sapaan hadirin yang berbahagia itu, Iwan Bule sama sekali tak mengambilalih tanggung jawab atas kericuhan ini. Mungkin karena dia merasa, bukan dialah penyebab kerusuhan.
Ia justru menyalahkan pihak Arema FC saja.
“PSSI menyesalkan tindakan suporter Aremania di Stadion Kanjuruhan. Kami berduka cita dan meminta maaf kepada keluarga korban serta semua pihak atas insiden tersebut. Untuk itu PSSI langsung membentuk tim investigasi dan segera berangkat ke Malang,” beber Iwan pada Minggu (2/10/2022) dini hari.
Selain itu, Iwan juga menyatakan PSSI langsung memberi hukuman kepada Arema FC usai tragedi terjadi.
Ya, sudah, sampai di situ saja. Tidak mungkin Iwan Bule menyatakan bahwa ini adalah kesalahannya.
Duka Cita Persebaya
Sementara itu, Persebaya melalui Twitter mengucapkan duka cita kepada korban jiwa.
“Keluarga besar Persebaya turut berdukacita sedalam-dalamnya atas jatuhnya korban jiwa setelah laga Arema FC vs Persebaya
Tidak ada satupun nyawa yang sepadan dengan sepak bola
Alfatihah untuk para korban
Dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan”
— Official Persebaya (@persebayaupdate) October 1, 2022
Di sini, Persebaya sudah menunjukkan empati mereka. Tidak menjadi pihak yang provokatif adalah cara Persebaya untuk mendinginkan situasi. Hal ini patut diapresiasi. Sebab memang tak ada sepak bola seharga nyawa.
Update Data Korban
Terhitung hingga Minggu (2/10/2022), korban meninggal dan luka akibat Tragedi Kanjuruhan telah mencapai 448 orang.
Data teranyar ini disampaikan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy dalam konferensi pers bersama Menpora Zainudin Amali dan Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan.
“Korban yang berstatus luka ringan 203 orang, luka berat 21 orang, dan meninggal dunia 125 orang. Sehingga, total korban 448 orang,” terang Muhadjir.
Sebelumnya, sempat terjadi kesimpangsiuran soal jumlah korban akibat kericuhan yang timbul usai laga Arema FC vs Persebaya, Sabtu (1/10) tersebut. Dalam pernyataan sebelumnya, Muhadjir juga sempat mengatakan bahwa korban meninggal adalah 130 orang.
Tembakan Gas Air Mata
Banyak pihak menuding tembakan gas air mata dari aparat kepolisianlah yang menjadi penyebab jatuhnya banyak korban.
Tindakan ini yang diduga menyebabkan kepanikan penonton sehingga mereka berdesak-desakan ingin keluar dari stadion secara bersama-sama. Apalagi gas air mata ditembakkan ke arah tribun.
Adapun dalam keterangan kepada media, Kapolda Jawa Timur, Nico Afinta mengatakan penembakan gas air mata ke arah tribun sudah sesuai dengan prosedur. Hal ini dilakukan sebagai upaya menghalau serangan suporter yang turun ke lapangan.
“Para suporter berlarian ke salah satu titik di Pintu 12 Stadion Kanjuruhan. Saat terjadi penumpukan itulah, banyak yang mengalami sesak napas,” ungkapnya seperti dikutip dari kompas.com.
Menurut keterangan polisi, peristiwa ini berawal saat suporter Aremania menerobos ke lapangan dengan cara meloncati pagar karena tak terima kekalahan timnya dari Persebaya.
“Mereka turun untuk tujuan mencari pemain dan pihak manajemen, kenapa bisa kalah,” kata Nico. Namun, gelombang suporter makin banyak yang turun ke lapangan. “Terpaksa jajaran keamanan menembakkan gas air mata,” tambahnya.
Di sini dapat dilihat, sudah tentu Kepolisian (tidak akan) mungkin menyebut diri sebagai pihak yang bertanggungjawab atas dampak kerusakan dan korban jiwa yang ditimbulkan oleh tragedi itu.
Sesuai pernyataan Nico itu; Polisi benar dan sudah sesuai prosedur. Itu saja. Masalahnya sudah terang dan jelas.
Sekarang, satu-satunya pihak yang bertanggungjawab adalah para korban yang sudah berada di pelukan Sang Maha Kuasa atas bumi, langit dan isinya ini.
Sementara, parapihak sudah saling menyalahkan, dan menganggap diri benar serta harus ada yang disalahkan atas tragedi ini. Lalu siapa yang bertanggungjawab?!