Radikalisme masih menjadi momok di Poso, Sulawesi Tengah. Warga kebanyakan bahkan anak-anak dengan mudahnya terpapar radikalisme. Ini hal yang lumrah. Wilayah di timur Sulawesi Tengah ini adalah daerah bekas konflik suku, agama dan antargolongan yang kemudian berubah wujud menjadi terorisme.
TNI Angkatan Darat sebagai satuan teritorial punya cara melawan paparan radikalisme itu. Dalam beberapa tahun terakhir melalui bintara pembina desa, mereka mengaktifkan perpustakaan keliling bersepeda motor. Mereka mengantarkan buku-buku kepada murid-murid sekolah dasar di pelosok-pelosok wilayah.
Seperti apa kisahnya, berikut ini kisahnya untuk para pembaca budiman.
Laiknya tentara, apel pagi adalah keharusan. Seluruh bintara pembina desa dikumpulkan saban awal hari. Mereka adalah bintara pembina dari wilayah teritorial Komando Distrik Militer 1307 Poso. Kehadirannya mereka dicatat, lalu diberi pengarahan.
Ini berbeda dari biasanya, hari ini mereka tak hendak melakukan penyisiran ke hutan-hutan di wilayah Poso untuk memburu sisa-sisa kelompok sipil bersenjata yang selama belasan tahun terakhir melakukan aksi terorisme.
Hari ini, para babinsa itu akan turun membawa kotak buku bersepeda motor. Sasaran mereka adalah murid-murid sekolah dasar di pelosok wilayah Poso. Ya, mereka adalah tentara yang bertugas menjalankan aksi perpustakaan keliling.
Salah satu yang sudah mulai bersiap-siap adalah Sersan Kepala Kamaruddin. Babinsa Malitu itu sudah menyiapkan kotak bukunya. Bukunya dipilih dari perpustakaan milik Komando Rayon Militer Poso Pesisir. Kotak buku diletakan di sadel belakang sepeda motor lalu diikat dengan karet dari bekas ban dalam sepeda motor. Sasarannya ke wilayah teritorialnya di Desa Malitu, Kecamatan Poso Pesisir Selatan. Waktu tempuhnya sekitar setengah jam.
Saya mengikuti perjalanannya sampai ke sana. Sesampainya di Sekolah Dasar Negeri Malitu, ia sudah disambut ratusan murid yang memang sudah menunggu kedatangan perpustakaan keliling ini.
Program ini digagas oleh sejumlah satuan teritorial di wilayah Komando Resor Militer 132 Tadulako. Ujung tombaknya adalah para Babinsa. Oleh karena Poso adalah daerah operasi pemulihan keamanan dan ketertiban untuk menumpas kelompok sipil bersenjata, maka jadilah ini salah satu program pembinaan teritorial mereka. Utamanya dalam membendung paparan radikalisme di kalangan anak-anak hingga remaja.
Saya menyaksikan antuasisme para murid itu saat Serka Kamaruddin sudah membuka kotak bukunya. Meski terlihat sudah tak sabar, mereka bisa tertib. Mereka harus antre untuk mendapatkan buku.
Herma Lidyaningsih Patadu, murid SDN Malitu bilang ke saya bahwa ia suka buku bahas dan matematika. Ia juga suka komik dan buku cerita dongeng.
Serka Kamaruddin yang saban minggu bersepeda motor dengan kotak perpustakaan kelilingnya mengaku juga turut bahagia. akan adanya program ini.
“Saya melihat mereka bahagia sekali. apalagi di sini belum ada sinyal belum ada internet. jadi adanya buku ini membantu mereka. Kami bawa buku pelajaran tambahan. jadi ada pelajaran tambahan selain dari guru,” kata dia.
Menyaksikan anak-anak SD ini berebutan membaca membawa kegembiraan tersendiri pula bagi Werdin Listiadarma, salah seorang guru SDN Malitu.
“Ini sangat bagus. Ada bantuan ini. kami senang. Sudah cocok seminggu satu kali. bagusnya hari Sabtu bagus. Karena pelajarannya kurang. soal radikalisme, kami terus mengajarkan anak-anak menjaga diri dan tidak gampang gampang terpengaruh,” jelasnya.
Komandan Kodim 1307 Poso, Letnan Kolonel Infanteri Catur Sutoyo menyebutkan operasi ini mengimbangi operasi yang dilakukan satuan tugas penindakan Operasi Tinombala.
“Kita melakukan pembinaan teritorial mulai dari anak-anak dengan mengaktifkan perpustakaan di Koramil maupun perpustakaan keliling yang dibawa Babinsa ke daerah-daerah di mana anak-anak bisa membaca buku. Kita juga melaksanakan pembinaan terkait radikalisme, kita melakukan pendekatan kepada masyarakat. Kita bangun pula masjid dan TPA,” papar Catur.
Pemberantasan terorisme di Poso sudah berbilang belasan tahun. Pasca Deklarasi Malino untuk Poso pada 2001. Sejumlah kelompok radikal tumbuh. Kelompok itulah yang kemudian melahirkan aksi terorisme di Poso. Paparan radikalisme mengenai anak-anak, remaja hingga orang dewasa.
Itulah yang kemudian melatarbelakangi lahirnya perpustakaan keliling di tiap satuan teritorial di Poso. Lewat buku, para tentara ini melawan pengaruh radikalisme yang bisa saja tumbuh di kalangan anak-anak.
Sayangnya, mereka kekurangan buku khususnya yang bertema pembinaan toleransi atau pemahaman keanekaragaman nusantara. ***